Monday, September 29, 2025
![]() |
Foto Istimewa |
EIGER Adventure Land dalam siaran persnya, mengumumkan telah melakukan aksi penghijauan masif dengan menanam lebih dari 110 ribu pohon perdu dan 1,8 juta tanaman semak serta groundcover di lahan kritis PTPN yang sebelumnya gersang.
Aksi penanaman ini bukan sekadar mengejar tampilan hijau, melainkan fokus pada pemulihan ekologi lahan PTPN yang sempat teridentifikasi kritis dan kering pada tahun 2019.
Lahan tersebut, menurut Direktur Marketing Eiger Adventure Land, Salomo Cornelis Jacob, Senin, (22/9/2025), tidak mampu menyerap air dengan baik, bahkan terbebani oleh limbah peternakan.
Salomo menjelaskan bahwa konsep penanaman yang dilakukan adalah konservasi dan pelestarian alam yang disesuaikan dengan kondisi iklim dan tanah di kawasan Megamendung.
"Yang kami lakukan adalah pemulihan ekologi agar fungsi tanah dan hidrologinya kembali maksimal. Kami memilih jenis tanaman endemik khas Jawa Barat, seperti pakis, yang memiliki daya resap kuat, bukan sekadar tanaman untuk membuat hijau,” ujar Salomo.
Selain di dalam area EIGER Adventure Land, penanaman pohon endemik juga diperluas hingga ke taman nasional yang berbatasan langsung dengan kawasan tersebut.
Langkah strategis ini bertujuan untuk menjaga keaslian ekosistem Puncak Bogor secara menyeluruh.
Program penghijauan ini juga memberikan angin segar bagi masyarakat sekitar. EIGER Adventure Land berkomitmen tidak hanya untuk alam, tetapi juga untuk budaya dan masyarakat Indonesia.
Saat ini, proyek penanaman pohon ini telah melibatkan lebih dari 500 tenaga kerja, termasuk 300 orang dari masyarakat lokal.
Salomo memproyeksikan, ketika kawasan wisata edukatif ini resmi beroperasi, ia akan menyerap lebih dari 1.200 tenaga kerja di sektor hospitality.
"Ini adalah kontribusi nyata bagi alam, budaya, dan masyarakat Indonesia. Selain membuka lapangan pekerjaan, kami berharap ada perputaran ekonomi lokal yang signifikan, mulai dari peluang UMKM, hingga penerimaan negara non-pajak. Kami ingin menghadirkan pengalaman berkelanjutan yang merayakan harmoni antara manusia, alam, dan generasi mendatang," pungkas Salomo.
Program ini sekaligus menegaskan komitmen EIGER Adventure Land untuk menjadi destinasi wisata yang menginspirasi dan mengedukasi tentang pentingnya konservasi alam, membuktikan bahwa pembangunan berkelanjutan dapat berjalan beriringan dengan pemulihan lingkungan. (Rls/AGP)***
Tatarjabar.com
September 29, 2025
CB Blogger
Indonesia
EIGER Adventure Land Tanami Lahan Kritis Puncak Bogor dengan Jutaan Pohon Endemik
Foto Istimewa EIGER Adventure Land dalam siaran persnya, mengumumkan telah melakukan aksi penghijauan masif dengan menanam lebih dari 110 ri...
Saturday, September 20, 2025
![]() |
Seorang Nenek Sedang Diperiksa Matanya Oleh Tim Kesehatan PSI (Foto Asep GP) |
Program bertajuk "Mata Sehat PSI Bersama Kaesang Pangarep" tersebut, berlangsung di GOR Desa Cikande, Kecamatan Saguling, Kabupaten Bandung Barat, pada Sabtu (20/9/2025).
Program disambut antusias ratusan warga di wilayah Saguling. Selain diperiksa matanya secara gratis, warga juga mendapatkan kacamata sesuai kebutuhan mereka.
Ketua DPD PSI Kabupaten Bandung Barat, Lysa Veronica mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk nyata dari komitmen PSI untuk terus hadir di tengah masyarakat, tidak hanya saat masa kampanye.
![]() |
Ketua DPD PSI KBB Lysa Veronica (Tengah) Didampingi Wakil Ketua Asep Imam Supratman dan Jajaran PSI, Siap Hadir untuk Masyarakat (Foto Asep GP) |
“Hari ini PSI hadir lewat program pemeriksaan mata dan pembagian kacamata gratis. Ini bukan kegiatan politik semata, tapi bentuk kepedulian kami yang terus berjalan, bahkan di luar tahun politik. Kami ingin membuktikan bahwa PSI benar-benar hadir dan bekerja untuk masyarakat,” ujar Lysa.
Lysa menyebut, sebanyak 500 kuota disiapkan untuk warga yang ingin memeriksakan mata. Namun jika antusiasme terus meningkat, pihaknya siap untuk menambah kuota demi menjangkau lebih banyak masyarakat.
![]() |
dr. Lumentut Bersama Tim Kesehatan PSI yang Punya Kapabilitas Pemeriksaan Mata Bertaraf Nasional (Foto Asep GP) |
Wakil Ketua DPD PSI Bandung Barat, Asep Imam Supratman atau yang akrab disapa Ais Ramlan menyampaikan bahwa kegiatan ini semata-mata demi membantu masyarakat.
“Intinya kami dari PSI ingin berbuat untuk masyarakat. Kami gelar kegiatan ini seharian, mudah-mudahan lancar. Ini juga bagian dari rasa cinta kami terhadap Tanah Air, dan bentuk pengabdian kepada negara,” ujarnya.
![]() |
Masyarakat Membludak (Foto Asep GP) |
Sementara itu, pelaksana program, Raffael Merdnard Lumentut menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan titik ke-19 dari pelaksanaan program serupa yang sudah digelar PSI di berbagai wilayah di Jawa Barat.
“Kita bersama tim kesehatan mata yang sudah punya keahlian, punya kapabilitas untuk pemeriksaan mata yang sudah diakui secara nasional, sudah keliling, dan ini titik ke-19 dari 27 kabupaten di Jawa Barat yang akan menjadi program kerja kami. Kami harap program ini bisa memberi manfaat nyata. Kacamata yang dibagikan juga bermacam-macam, ada yang minus untuk rabun jauh, ada kacamata baca untuk rabun dekat, dan juga kacamata hitam atau sunglasses bagi warga yang tidak punya gangguan penglihatan,” kata Raffael.
"Kalau kita periksa di luar yang punya BPJS aja akan terasa ribet, bisa bolak-balik ke Puskesmas dan rumah sakit, belum harus bayar. Kalau di sini, semuanya gratis, setelah diperiksa lalu pulangnya dikasih kacamata secara gratis. Kecuali kalau ukurannya tidak sesuai harus nunggu satu minggu," sambungnya.
![]() |
(Foto Asep GP) |
Dia juga menghimbau kepada masyarakat jangan tunda-tunda pemeriksaan mata. Kalau sudah tidak bisa melihat baru kita sadar betapa sangat berharganya mata ini.
Warga yang hadir tampak antusias dan mengapresiasi kegiatan sosial yang jarang digelar secara gratis dan terbuka seperti ini. Beberapa di antaranya bahkan berharap program seperti ini bisa hadir rutin setiap tahun.
Seperti diungkapkan Ustad H. Alan Sayuti dari Majelis Toriq Baitul Zanah Cikondang desa Bojonghaleuang. "Alhamdulillah program pamariosan mata ieu kalintang ngabantosna kanggo masyarakat. Nya pami tiasa mah rutin tiap taun" (Alhamdulillah program ini sangat membantu masyarakat.Ya kalau bisa rutin aja tiap tahun),"pintanya sambil bercerita bahwa kedua matanya buram kurang jelas kalau melihat.
![]() |
(Foto Asep GP) |
Hal yang sama juga diakui Pak Dadang anggota Linmas Kp. Cileueur Ds. Cikande yang juga matanya burem sebelah, satunya lagi sudah dioperasi katarak, "Alhamdulillah program ini sangat membantu masyarakat."
"Semoga mata saya yang sebelah lagi bisa sembuh dan semoga saja pemeriksaannya tidak sekali ini saja," katanya dalam bahasa Sunda yang medok. (Asep GP)***
.jpg)
DPD PSI KBB Periksa Mata dan Bagikan Ratusan Kacamata Gratis kepada Masyarakat Saguling
Seorang Nenek Sedang Diperiksa Matanya Oleh Tim Kesehatan PSI (Foto Asep GP) Program bertajuk "Mata Sehat PSI Bersama Kaesang Pangarep...
Friday, September 19, 2025
Oleh: Anto Ramadhan (Ikatan Alumni Sastra dan Budaya) Unpad
Bandung adalah kota yang ramai secara fisik dan aktivitas. Kota penuh keramaian: jalan macet, pusat belanja, kafe, wisata kuliner, konser, hiburan, event lifestyle, bahkan kampus-kampus besar ada di kota ini. Kota yang sangat hidup, sibuk, dan padat kegiatan.
Meskipun ramai, nuansa kehidupan budaya yang lebih mendalam (seperti kesenian tradisi, filosofi hidup masyarakat Sunda, atau identitas kultural), kota Bandung kurang menjiwai keramaian itu. Budaya sering hadir hanya sebagai dekorasi, hiburan, atau komoditas pariwisata, bukan lagi sebagai ruh yang membimbing kehidupan kota.
Dengan kata lain, ungkapan itu mengandung kritik bahwa Bandung semakin modern, konsumtif, dan komersial, tetapi kehilangan akar budaya atau jati diri kulturalnya. Aktivitas ramai, tapi “jiwa” kebudayaan (yang memberi kedalaman makna, nilai, dan rasa kebersamaan) terasa semakin menipis.
Bandung Dulu dan Bandung Sekarang
Mempertandingkan Bandung tempo dulu dan sekarang dilihat dari tinjauan historis dan kritik budaya akan sangat menarik jika dimunculkan fakta otentik.
Jika mempertandingkan contoh konkret perbedaan antara Bandung tempo dulu dengan Bandung tempo sekarang, pastinya ada pergeseran yang cukup signifikan.
(Bandung Tempo Dulu) Tahun 1950-1980, dimana "roh kultural" masih kuat, Bandung merupakan pusat pergerakan seni dan intelektual, bahkan Bandung dikenal sebagai kota budaya dan intelektual. Dari kampus ITB, Unpad, dan IKIP Bandung lahir banyak seniman, budayawan, dan pemikir. Contohnya Mang Koko, Harry Rusli, Braga Stone, Teater STB & Payung Hitam. Teater Kampus; GSSTF UNPAD, STEMA ITB, Teater Lakon IKIP. Ada juga karya-karya Yus Rusyana, Saini KM, Ajip Rosidi, atau Yacob Sumardjo.
Kehidupan seni tradisi masih terasa, masyarakat Bandung masih akrab dengan kesenian Sunda: wayang golek, degung, jaipongan, dan sastra lisan Sunda. Itu bukan sekadar pertunjukan, tapi bagian dari kehidupan.
Bandung dikenal dengan ruh perlawanan dan idealisme, Bandung juga pernah dijuluki “kota pergerakan” (termasuk perlawanan mahasiswa 1970–1990-an). Kota ini hidup oleh gagasan, wacana, dan seni yang kritis.
(Bandung Tempo Kini) Ramai tapi sepi ruh kultural, ditandai dengan komersialisasi ruang kota yang semakin meningkat, banyak ruang publik beralih jadi pusat belanja, kafe, atau wahana wisata. Seni dan budaya sering hanya dipajang sebagai branding pariwisata.
Begitupun arena hiburan mampu menggeser budaya. Konser musik, festival kuliner, dan wisata Instagram lebih populer daripada pertunjukan seni tradisi atau diskusi budaya. Dengan kata lain, budaya jadi “atribut”, bukan ruh, misalnya tarian tradisional ditampilkan untuk acara formal atau turis, bukan lagi bagian dari keseharian masyarakat. Jadi, “ramai tapi sepi dari ruh kultural” mempunyai arti, Bandung sibuk dengan aktivitas modern, tapi kehilangan kedalaman jati diri sebagai kota budaya.
Kehidupan seni tradisi masih terasa, masyarakat Bandung masih akrab dengan kesenian Sunda: wayang golek, degung, jaipongan, dan sastra lisan Sunda. Itu bukan sekadar pertunjukan, tapi bagian dari kehidupan.
Bandung dikenal dengan ruh perlawanan dan idealisme, Bandung juga pernah dijuluki “kota pergerakan” (termasuk perlawanan mahasiswa 1970–1990-an). Kota ini hidup oleh gagasan, wacana, dan seni yang kritis.
(Bandung Tempo Kini) Ramai tapi sepi ruh kultural, ditandai dengan komersialisasi ruang kota yang semakin meningkat, banyak ruang publik beralih jadi pusat belanja, kafe, atau wahana wisata. Seni dan budaya sering hanya dipajang sebagai branding pariwisata.
Begitupun arena hiburan mampu menggeser budaya. Konser musik, festival kuliner, dan wisata Instagram lebih populer daripada pertunjukan seni tradisi atau diskusi budaya. Dengan kata lain, budaya jadi “atribut”, bukan ruh, misalnya tarian tradisional ditampilkan untuk acara formal atau turis, bukan lagi bagian dari keseharian masyarakat. Jadi, “ramai tapi sepi dari ruh kultural” mempunyai arti, Bandung sibuk dengan aktivitas modern, tapi kehilangan kedalaman jati diri sebagai kota budaya.
![]() |
Anto Bersama Walikota Bandung, Muhammad Farhan (Foto Istimewa) |
Dilihat lebih dalam lagi, perbandingan Bandung dulu dan sekarang jika ditarik ke contoh sehari-hari, misalnya perbandingan antara nongkrong di kawasan Braga tempo dulu dengan Braga hari ini, akan tampak perbedaan yang cukup mencolok.
Diketahui, jalan Braga sudah sedari dulu jadi ikon Bandung. Pada tahun 1920–1950an, Braga disebut Parijs van Java. Di sana ada galeri seni, toko buku, gedung pertunjukan, dan kafe yang jadi tempat diskusi seniman, penulis, dan intelektual.
Menginjak tahun 1970–1980an, Braga juga masih jadi ruang pertemuan seniman Bandung, mahasiswa, dan komunitas budaya. Orang ke Braga bukan sekadar jalan-jalan menonton "Kecapi" Braga Stone, tapi untuk bertukar gagasan, menonton pameran, atau berdiskusi soal seni dan politik. Dengan demikian, tidak berlebihan Braga pada masa itu disebut masih punya ruh kultural. Sedangkan fakta sekarang, kawasan Braga ramai oleh wisatawan yang berfoto di depan bangunan tua atau nongkrong di kafe hits.
Banyak juga acara berbasis lifestyle: kuliner, kopi, dan hiburan malam. Nilai sejarah dan budaya kawasan Braga lebih banyak dijadikan latar Instagrammable ketimbang ruang hidup kultural. Seni tradisi atau pameran pemikiran jarang jadi magnet utama; lebih banyak ke aktivitas konsumsi.
Lagi lagi, inilah gambaran “ramai tapi sepi ruh kultural”: secara fisik Braga penuh orang, tapi esensi sebagai ruang budaya dan gagasan hampir hilang.
![]() |
Foto Istimewa |
Begitupun contoh ruang lainnya di Bandung, seperti Dago, Alun-Alun, atau kampus ITB ,Unpad IKIP (UPI.red) dan kampus besar lainya.
Sedikit tinjauan historis daerah Jalan Dago masa lalu (sekarang Ir. H. Juanda), daerah ini identik dengan rumah-rumah seni, butik kecil, dan ruang nongkrong kreatif mahasiswa. Banyak diskusi sastra, seni rupa, dan musik lahir di sana. Namun saat ini lebih didominasi oleh factory outlet, kafe, dan restoran. Ramai, tapi nuansa diskusi intelektual atau seni mulai memudar.
Sedangkan daerah Alun-Alun Bandung, dahulu jadi pusat pertemuan rakyat, tempat pertunjukan rakyat (wayang, pencak silat, gamelan). Orang berkumpul dengan tujuan kultural dan religius. Saat ini ramai oleh wisata keluarga dan turis, tapi lebih fokus pada spot foto, jajan, dan bermain. Unsur budaya rakyat makin jarang terlihat. Tapi kreatifitas masih terlihat dengan hadirnya "cosplay". Arti cosplay adalah kegiatan seni dan ekspresi diri dimana seseorang mengenakan kostum, riasan, dan aksesoris untuk memerankan karakter fiksi dari media seperti anime, manga, video game, komik, atau film. Istilah ini merupakan singkatan dari "costume play" atau "permainan kostum" dalam bahasa Inggris, dan pelaku cosplay disebut cosplayer. (Wikipedia)
Sementara Kampus ITB & Sekitarnya (Taman Ganesha, Cisitu, Cikapundung), dulu ITB adalah pusat lahirnya seniman besar (Affandi, Srihadi, Sunaryo), pemikir (Sjahrir, Soekarno sempat belajar disini), hingga gerakan mahasiswa kritis. Lingkungan sekitarnya jadi ruang seni dan intelektual. Tetapi kenyataan sekarang, walaupun ITB masih melahirkan seniman, dan masih menyelenggarakan "Pasar Seni" tapi gaungnya masih kalah oleh hiruk-pikuk industri kreatif yang lebih komersial. Diskusi budaya terbatas di lingkar akademik, kurang menyebar ke masyarakat luas.
Dari contoh perbandingan ruang-ruang yang ada di kota Bandung, rupanya "pergeseran ruh" tak bisa dihindari. Dulu Ruang-ruang kota Bandung adalah arena hidupnya budaya, seni, dan gagasan. Orang datang bukan hanya untuk bersenang-senang, tapi juga untuk menyerap ruh kultural. Bisa juga disimpulkan, ruang-ruang itu masih ramai, tapi lebih ke arah konsumsi, hiburan, dan komodifikasi budaya. Identitas kultural ada, tapi jadi latar, bukan ruh!
Bahkan pernah ada seorang pegiat sosial pernah menulis di Facebook:
“Bandung hari ini ramai oleh cahaya neon dan kerumunan, tapi sepi dari ruh kultural yang dulu menyalakan obor gagasan, seni, dan perlawanan.”
“Bandung teh rame ku jalma, tapi hampang ku budaya.”
Saat ini kota Bandung dipimpin oleh Walikota M. Farhan. Pria kelahiran 25 Februari 1970 ini adalah seorang aktor, seniman, pembawa acara, penyiar radio, dan politikus Indonesia. Dia menjadi Wali Kota Bandung sejak tanggal 20 Februari 2025 . Fakta terbaru walikota melalui Perda sudah membuat sederet
program unggulan di bidang Seni Budaya.
Bertempat di ISBI, Farhan mengatakan seni dan kebudayaan harus berjalan beriringan dengan teknologi. ISBI sebagai mercusuar budaya & teknologinya. Perpaduan teknologi dan budaya punya peluang besar (misal virtual art, eksibisi digital, VR/AR), menarik audiens global.
Selain itu Farhan juga sudah membuat program Pencatatan Kekayaan Intelektual Musik Tradisi. Tujuanya mendorong pencatatan karya seni budaya tradisional, khususnya musik tradisi di Bandung sekaligus melindungi hak cipta budaya lokal supaya bisa turut diakui oleh institusi budaya internasional dan peningkatan awareness global tentang ragam musik tradisional Indonesia.
Program-program unggulan Walikota Farhan juga menggarap pelestarian kesusastraan dan Budaya Sunda lewat digitalisasi. Sebagai contoh dukungan terhadap aplikasi Gapura, sutra literasi budaya, pengembangan Ensiklopedia Sastra Indonesia/Sunda, pengiriman peneliti ke luar negeri untuk mengumpulkan arsip sastra. Digitalisasi & arsip internasional bisa diakses oleh diaspora & akademisi luar negeri; peluang kerja sama riset budaya global.
Dalam rangka menjaga identitas Bandung di era globalisasi, Walikota Bandung juga membuka program "Bandung Kota Cerita". Program yang mengajak warganya mendokumentasikan cerita lokal, arsip pribadi/kolektif, walking tour sejarah, narasi kota, serta menjadikan perpustakaan/kearsipan menjadi ruang publik hidup.
Mungkin program yang paling dinanti oleh musisi, seniman, budayawan, warga kota Bandung adalah "Tikpul Bandung" di Pendopo Walikota. Sebagai program kegiatan rutin setiap Rabu malam, Tikpul lebih ke program komunitas, budaya, dan hiburan warga.
Dari "seabrek" program unggulan di bidang Seni budaya yang sudah dibuat Walikota Farhan sudah selayaknya warga kota Bandung (terutama pegiat seni budaya) untuk mengacungkan jempolnya tanpa ragu, sehingga konon lambat laun satu atau dua suara sumbang pun akan berakhir melipir.
Jadi ingat ungkapan seorang sahabat dari Rumah Musik Hari Rusli (RMHR) pelantun lagu "Nyanyian Bisu" almarhum Uwi Prabu : "Banyak orang berbudaya, tapi tidak berbudi, banyak juga orang berbudi dan berbudaya tapi tidak berdaya!!" (Berbagai sumber/AI)
.jpg)
Bandung Kota Ramai Namun Sepi dari "Ruh Kultural”. Tinjauan Historis dan Kritik Budaya
Anto Ramadhan, Bandung Kehilangan Ruh Budaya (Foto Istimewa) Oleh: Anto Ramadhan (Ikatan Alumni Sastra dan Budaya) Unpad Bandung adalah kot...
Saturday, September 13, 2025
![]() |
Keluarga Besar Ridwan Kamil di Peringatan Maulid Nabi Tahun Sebelumnya (Asep GP) |
Acara yang rencananya akan dihadiri Wakil Walikota Bandung tersebut akan dilaksanakan pada Minggu 14 September 2025 bertempat di Taman Wiraditra Jl. Cipamokolan No. 51, Soekarno Hatta, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung. Mulai Pk: 09.00 – selesai.
![]() |
Willy Aditya Rahman, Ketua Panitia Penyelenggara (Asep GP) |
Menurut Ketua Panitia, Willy Aditya Rahman S.Sos, Pringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini merupakan acara rutin tahunan yang dilaksanakan oleh Yayasan Ikatan Obor Tatali Wargi (IKOTW). Selain memperingati mauild nabi, acara ini juga sebagai ajang silaturahmi keluarga besar, termasuk di dalamnya keluarga besar mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil (Mama Haji Roesdi).
![]() |
Keluarga Besar IKOTW (Asep GP) |
Willy berharap, “Gelaran acara ini selain bisa meneladani sikap dan sifat Baginda Rosululloh SAW untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, juga menjadi arena tepang sono antar keluaga besar yang terpisah antara jarak dan waktu, sehingga tidak terputus, bisa terus saling mengenal sampai cucu-cicit, teu pareumeun obor,“ kata MC kondang alumni Fikom Unpad ini yang ketika ditemui wartawan masih sibuk mencari dana. “Ah bismillah we kang, semoga acara ini lungsur-langsar dan menjadi amal baik bagi kita semua,“ tandasnya.
![]() |
Ridwan Kamil Hadir dalam Peringatan Maulid Nabi, Tahun Sebelumnya (Asep GP) |
Sebagaimana diketahui, keluarga besar Obot Tatali Wargi Limbangan Garut ini tersebar ke seluruh jawa Barat dan Nusantara termasuk di beberapa Negara. (Asep GP)***
Tatarjabar.com September 13, 2025 CB Blogger Indonesia

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H/2025, IKatan Obor Tatali Wargi, Dihadiri Wakil Wali Kota Bandung dan Keluarga Besar Ridwan Kamil
Keluarga Besar Ridwan Kamil di Peringatan Maulid Nabi Tahun Sebelumnya (Asep GP) Acara yang rencananya akan dihadiri Wakil Walikota Bandung ...
Tuesday, September 9, 2025
![]() |
Mahasiswa Baru ISBI Bandung Tumpah-ruah Mengikuti Studium Generale 2025 (Asep GP) |
Studium Generale bagi Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2025/2026 itu berlangsung pada Kamis, (28/9/ 2025), di Gedung Kesenian Sunan Ambu ISBI Jalan Buah Batu No. 212 Kota Bandung. Acara dihadiri oleh seluruh mahasiswa baru, jajaran pimpinan dan beberapa dosen ISBI Bandung.
Melalui kegiatan ini, ISBI Bandung berharap para mahasiswa baru memperoleh bekal wawasan, motivasi, dan semangat berkarya yang akan menempa mereka menjadi insan seni-budaya yang unggul yang dapat memanfaatkan teknologi.
![]() |
Yovie Widianto, Staf Khusus Presiden bidang Ekraf (Kiri) Siap Memberi Kuliah Umum (Asep GP) |
Studium Generale dibuka secara resmi oleh Rektor ISBI Bandung, Dr. Retno Dwimarwati, S.Sen., M.Hum. dan menghadirkan Yovie Widianto, S.H.Int., Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif, sebagai narasumber. Tema yang diusung pada stadium generale kali ini adalah “Kampus, Budaya, dan Tantangan Teknologi”.
Kegiatan yang rutin dilaksanakan setiap awal tahun akademik ini menjadi rangkaian penting dalam penyambutan mahasiswa baru. Tujuannya adalah memberikan pemahaman awal mengenai lingkungan akademik ISBI Bandung, memperluas wawasan mahasiswa di luar kurikulum reguler, sekaligus membangkitkan motivasi berkarya di bidang seni dan budaya.
![]() |
Yovie, Akan Selalu Mendukung dan Bangga Terhadap Mahasiswa Seni (Asep GP) |
Dalam Studium Generalenya, Yovie menekankan bahwa saat seorang seniman berkarya, penting untuk menurunkan sejauh mungkin sisi arogansi dan menaikkan sisi ketulusan. Inilah yang menjadi salah satu kunci yang mengundang keberkahan dalam karya yang dihasilkan.
Yovie sebagai orang yang punya keterikatan secara bathin dengan ISBI dan romantisme dengan seni dan Kota Bandung, merasa bangga melihat semangat dan bakat-bakat hebat yang ada di ISBI Bandung. Dengan begitu dirinya jadi punya harapan besar untuk bisa mengembangkan budaya menjadi sebuah produk ekonomi kreatif Indonesia.
![]() |
Rektor ISBI Retno Dwimarwati Beserta Jajarannya Sedang Memperlihatkan Potensi ISBI Kepada Yovie Widianto (Asep GP) |
“Jadi saya menyambut baik bahwa ini sebagai langkah awal untuk ke depan, untuk merajut cerita baru lagi dengan teman-teman ISBI untuk bisa mengembangkan bakat-bakat baru, bakat-bakat hebat indonesia. Terutama seniman-seniman baru, para budayawan, dan para pegiat, dan pejuang ekraf Indonesia yang ada di Bandung,“ katanya serius.
Yovie pun berpesan kepada para mahasiswa/mahaiswi ISBI jangan takut berbeda. Justu berbeda adalah modal kita untuk diferensiasi. Masuk ISBI ini adalah sebuah kepercaayaan diri. Masuk ISBI adalah sebuah modal bahwa kita mencintai sesuatu yang hebat yang ada di negeri ini, katanya.
“Jadi saya selalu mendukung dan bangga ketika seseorang menjadi bagian dari keluarga mahasiswa yang bergelut di bidang seni. Dan saya punya harapan untuk Indonesia menjadi besar, karena ada banyak orang-orang berbakat hadir dan bangga akan keseniannya, dan ISBI punya modal besar untuk itu,” tandasnya.
Yovie juga mengingatkan tentang teknologi AI (Artificial Intelligence/Kecerdasan Buatan). Kemajuan teknologi itu tidak bisa dihindari, tapi kita bisa menjadikan teknologi sebagai mitra untuk mengembangkan kebudayaan kita yang kaya dan kita bisa banyak mengambil manfaatnya.
“AI itu bukan musuh kita, dia bisa jadi mitra, bisa kita gunakan sebagai alat, jadi mesin. Jadi tergantung sejauh mana kita memandangnya, kita lebih suka cinta artifisial atau cinta sejati. Jadi hargailah perjuangan manusia sejati dari pada manusia yang tidak sejati,“ tegasnya.
Sementara Rektor ISBI Bandung Retno Dwimarwati sangat menyambut baik dan bangga dengan hadirnya Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif, karena kata Retno yang dilakukan ISBI selama ini tidak jauh dari ekraf (Ekonomi Kreatif).
![]() |
Rektor, Ketika Sudah Lulus Kembangkan Daerah Masing-masing, Jadilah Agen Pemajuan Kebudayaan (Asep GP) |
“Jadi ketika Mas Yovie menjadi Staf Khusus Presiden bidang Ekraf kita berharap betul apa yang kita punya, konten-konten yang kita punya di ISBI Bandung ini, bisa menjadi bagian untuk mengembangkan dunia kebudayaan di Indonesia,“ kata Retno.
ISBI punya beberapa portal kebudayaan “SIBUDI (Sistem Informasi Budaya Indonesia) dan portal SIWATI (Sistem Informasi Warisan Tangible Intangible Indonesia) dan ini kata rektor, bisa menjadi bahan yang bisa kita lihat tidak hanya Jawa Barat, tapi Indonesia untuk menjadi mendunia. Kita bisa memanfaatkan semua kebudayaan kita untuk menuju secara ekraf.
Tapi tentu saja kata Retno, tidak hanya per sektor, semua ini perlu kerja sama tim untuk menguatkan kebudayaan kita, bisa dengan kementerian kebudayaan, kementerian pemberdayaan masyarakat, atau kemendes (pedesaan) itu juga penting. Karena ujung tombak kebudayaan adalah di pedesaan.
“Jadi kalau kita bisa menggali berbagai hal dengan 10 Objek Pemajuan Kebudayaan yang kita punya, dari 1 desa aja kadang ada 160 lebih Objek Pemajuan Kebudayaan. Kalau kita bisa catat semua itu, betapa kayanya Indonesia dengan 80 ribu desa yang kita punya. Jadi kita berharap betul, kita menyiapkan mahasiswa untuk menggali ilmu-ilmu kebudayaan di sini, dan kalau teman-teman (mahasiswa) sudah lulus kuliah, kembalilah ke wilayahnya untuk menguatkan wilayahnya agar jauh berkembang, dan bisa menjadi Agen Pemajuan Kebudayaan di daerahnya,“ pungkas Bu Rektor.
![]() |
Mahasiwa Baru ISBI Mengantri untuk Mendengarkan Stadium Generale Kang Yovie (Asep GP) |
Pada tahun ini, ISBI Bandung menerima 643 mahasiswa baru yang tersebar pada 13 program studi, mulai dari D3, D4 hingga S1. Program Studi dengan jumlah mahasiswa terbanyak adalah D4 Televisi dan Film (100 mahasiswa), S1 Seni Karawitan (99 mahasiswa), dan S1 Antropologi Budaya (80 mahasiswa).
Berikut rincian jumlah mahasiwa baru ISBI Bandung TA 2025/2026: • D3 Kriya Seni: 21 mahasiswa • D4 Angklung dan Musik Bambu: 19 mahasiswa • D4 Tari Sunda: 24 mahasiswa • D4 Tata Rias dan Busana: 30 mahasiswa • D4 Televisi dan Film: 100 mahasiswa • S1 Antropologi Budaya: 80 mahasiswa • S1 Desain Interior: 30 mahasiswa • S1 Desain Komunikasi Visual: 29 mahasiswa • S1 Kriya: 29 mahasiswa • S1 Seni Karawitan: 99 mahasiswa • S1 Seni Rupa Murni: 54 mahasiswa • S1 Seni Tari: 76 mahasiswa • dan, S1 Seni Teater: 52 mahasiswa. (Asep GP)***
Tatarjabar.com
September 09, 2025
CB Blogger
Indonesia.jpg)
ISBI Bandung Hadirkan Staf Khusus Presiden Bidang Ekraf dalam Studium Generale 2025
Mahasiswa Baru ISBI Bandung Tumpah-ruah Mengikuti Studium Generale 2025 (Asep GP) Studium Generale bagi Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2025/2...
Monday, September 1, 2025
![]() |
Teater 'Pahlawan Tak Dikenal', Lembaga Seni Budaya Manikam Khalustiwa (Foto : Asep GP) |
Acara yang diselengarakan oleh Lembaga Seni Budaya Manikam Khatulistiwa, dengan dukungan Bank BTN ini digelar di Gedung De Majestic, Jalan Braga, Kota Bandung, pada Sabtu (30/8/2025), dalam dua sesi pertunjukan: • Sesi 1: 16.00 – 17.30 WIB • Sesi 2: 19.30 – 21.00 WIB.
Naskah disutradarai oleh Irwan Guntari W.K., menghadirkan fragmen kehidupan rakyat biasa yang tersapu arus revolusi. Tiga tokoh utama — Aryati, Lukas, dan Sumarni, menjadi representasi cinta, kehilangan, dan pilihan hidup yang harus dihadapi di tengah kobaran semangat perjuangan Bandung.
Pertunjukan teater Pahlawan Tak Dikenal adalah sebuah karya dramatik yang dipersembahkan bagi para pejuang Batalyon 33 Pelopor Siliwangi yang berjuang di Bandung Timur. Naskah ini ditulis Vinny Soemantri dengan ilham dari perjuangan mereka, yang tercatat dalam catatan resmi R. Tatang Soemantri serta buku Tiada Berita dari Bandung Timur karya R.J. Rusady Wirahaditenayav — dua tokoh pejuang dari batalyon tersebut.
“Pertunjukan ini bukan sekadar drama panggung, tapi upaya menghidupkan kembali suara-suara yang terpendam dalam catatan harian. Para pahlawan tanpa nama itu nyata, dan kisahnya layak dikenang,” ujar Vinny Soemantri, Penulis Naskah.
![]() |
Vinny Soemantri pemeran tokoh Aryati (kanan) dan Ken Atik Djatmiko (Sumarni) dan Heksa Ramdono (Kapten Lukas) sebagai Pemeran Utama (Foto : Asep GP) |
Pahlawan Tak Dikenal mungkin hanya dapat kita temui pada deretan nisan tanpa nama di Taman Makam Pahlawan. Mereka adalah para pejuang yang gugur di medan perang tanpa pamrih, yang ditemukan tanpa identitas, dicari keluarganya tanpa pernah ditemukan. Pertunjukan ini adalah doa dan penghormatan, sebuah cara untuk menghidupkan kembali nisan-nisan itu lewat suara, tubuh, dan panggung agar pengorbanan mereka tidak hilang ditelan waktu, papar Vinny.
Vinny juga usai pentas, mengatakan pada wartawan, pergelaran mengenang para pahlawan ini bisa memberikan edukasi rasa Nasionalisme kepada generasi muda.
Dalam kehidupan sehari-hari kita juga bisa mengajarkan rasa Nasionalisme kepada anak-anak dengan cara sederhana dan tidak ribet. Salah satu caranya dengan cara mencintai kebersihan lingkungan, menghargai pendapat orang lain dan saling menghormati, itu bentuk Nasionalisme juga.
“Karena Indonesia itu Negara yang penuh dengan etika, bukan Negara yang semerawut, jadi marilah kita kembali ke akar kita,“ tandasnya.
Sementara itu Aming D. Rachman dalam catatan pengantarnya mengatakan, “Sebuah nisan tidak hanya tanda makam, tetapi juga tanda peradaban. Ia adalah pengingat bahwa kita berdiri di atas pengorbanan orang-orang yang namanya seringkali hilang dari buku sejarah. Teater ini mengajak kita untuk menyalakan kembali obor ingatan itu, agar kita tidak kehilangan arah sebagai bangsa.
Pergelaran ini merupakan sebuah penghormatan dari seniman Bandung untuk para pahlawan yang tidak dikenal terutama di Bandung Timur. Jadi pada momen bulan Agustus (memperingati Kemerdekaan RI) ini rasanya kecintaan itu bisa ditumpahkan sedemikian rupa seperti tadi yang kita saksikan di panggung.
![]() |
Vinny Soemantri (Kanan) dan Ken Atik (Foto : Asep GP) |
“Naskah yang dibikin oleh Viny itu betul-betul menjiwai, karena Vinny adalah anak dari seorang pejuang (R. Tatang Soemantri), sehingga dedikasi dari naskah ini dipersembahkan buat para pahlawan yang tidak dikenal, yang memberikan pesan bahwa mereka semua memang harus selamanya dikenang dan dihormati jiwa patriotismenya,“ katanya serius.
Makanya alumni Seni Rupa IKIP (FPSD UPI) Bandung ini berharap naskah-naskah seperti ini bisa bisa memotivasi seniman-seniman muda untuk berkreasi memanggungkan jiwa patriotisme para kusumah bangsa, dari generasi ke generasi. Sehingga nilai-nilai perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan itu bisa terus dicontoh dan dikenang hingga akhir zaman.
Kita sebagai penerus bangsa ini, jangan pernah melupakan sejarah sedikit pun. “Urang moal bisa merdeka lamun teu aya para pahlawan anu berjuang, yeuh nyawa… kadieukeun kamerdekaan, (Kita tidak akan merdeka kalau tidak ada para pahlawan yang rela berjuang mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan)," tegas Aam Mulyana Bendahara PSB – 507 (Persatuan Sapedah Baheula) yang hadir bersama 20 anggota lainnya dengan memakai seragam tentara tempo doeloe, gagah sekali.
![]() |
Anggota PSB dalam balutan kostum Tentara Tempo Doeloe, hadir dalam pergelaran (Foto : Asep GP) |
“Memang ide untuk memunculkan jiwa patriotisme para pahlawan yang terkubur oleh hiruk-pikuk kehidupan yang lain ini, bagus. Penampilan para pemainnya juga bagus, dari awal saya tak beringsut dari tempat duduk, asik menyimak, terbawa suasana. Sama semuanya juga, kan biasanya suka ada yang ngobrol. Ini mah tidak. Hebat!” Kata sastrawan Sunda Etti RS, yang juga hadir, mengapresiasi.
Pergelaran ini bagus, katanya untuk mengenalkan para pahlawan yang tak dikenal kepada generasi muda. Etty berharap, pergelaran ini akan menginspirasi seniman lainnya untuk membuat monolog, teater atau apapun, supaya memunculkan lagi pengetahuan-pengetahuan yang selama ini tidak diketahui publik.
![]() |
Seluruh Pemeran dan Pendukung Acara (Foto : Asep GP) |
“Pahlawan Tak Dikenal bukan sekadar panggung teater, tapi doa dan penghormatan bagi mereka yang gugur tanpa nama. Delapan puluh tahun kita merdeka, namun bangsa ini masih terus digerogoti penjajah dalam wajah baru — para penjilat dan kaum serakah. Melalui teater ini, kami ingin menggugah kesadaran: bahwa kemerdekaan bukan hadiah abadi, melainkan amanah yang harus terus dijaga. Seni adalah cara kami untuk melawan lupa, agar merah putih tetap berkibar dengan harga diri,” demikian kata Irwan Guntari W.K., Sutradara Pergelaran ini.
**
Kredit Produksi:
Aktor: Vinny Soemantri, S. Ken Atik Djatmiko, Heksa Ramdono; Penulis Naskah: Vinny Soemantri ; Sutradara: Irwan Guntari ; Produser: Robby Hermawan ; Pimpinan Produksi: Masgal ; Dramaturg: Rosyid E. Abby ; Pembaca Puisi: Doddi Kiwari ; Penata Musik: Ammy Kurniawan, Adew Habtsa, Farhan; Penyanyi ‘Menghentikan Cipta’ Ganjar Noor; Penata Artistik Tim ManikamKhatulistiwa; Penari Syaiful Ramadhan; Pengibar Bendera: Imam Suryantoko; Penata Kostum: Ken Atik; Desain: Rika Oko; Penata Cahaya: Beben & Adit; Koordinator Properti & Wardrobe : Iving Irvine ; Properti : Dian Ramdan; Dokumentasi : Forum Film Jawa Barat, dan MC : Vanya Vibilla Andjani.
Tentang Manikam Khatulistiwa. Lembaga Seni Budaya Manikam Khatulistiwa adalah komunitas seni yang berfokus pada pementasan teater, literasi sejarah, dan pengembangan seni pertunjukan berbasis kearifan lokal. Melalui karya-karyanya, Manikam Khatulistiwa berkomitmen menjadi jembatan antara seni, sejarah, dan kemanusiaan. (Asep GP)***
Tatarjabar.com
September 01, 2025
CB Blogger
Indonesia
Pertunjukan Teater “Pahlawan Tak Dikenal”, Penghormatan Bagi Para Pejuang Batalyon 33 Pelopor Siliwangi
Teater 'Pahlawan Tak Dikenal', Lembaga Seni Budaya Manikam Khalustiwa (Foto : Asep GP) Acara yang diselengarakan oleh Lembaga Seni B...
Saturday, August 30, 2025
![]() |
Sang Maestro Jakob Sumardjo (Foto AGP) |
Ikatan Alumni Sastra dan Budaya (Ika Sadaya) Universitas Padjadjaran Bandung berkolaborasi dengan Dinas Pariwisata Kota Bandung, gelar pameran tunggal 26 sd 28 Agustus 2025.
Selama tiga hari, Museum Kota Bandung menjadi saksi penghormatan bagi Jakob Sumardjo, intelektual dan maestro literasi yang sepanjang hidupnya tekun menulis dengan mesin tik.
Dalam acara bertajuk Ngobrol di Museum: Jejak Mesin Tik Maestro Jakob Sumardjo, panitia menampilkan perjalanan panjang Jakob melalui karya, arsip, dan benda-benda pribadinya yang sarat makna.
![]() |
Penampilan Musikalisasi Puisi (Foto AGP) |
Hikmat Gumelar, "sutradara" acara ini menjelaskan Jakob Sumardjo telah menulis 67 buku dan ratusan artikel, makalah, cerpen, serta puisi, semuanya menggunakan mesin tik.
Lahir di Klaten, Jawa Tengah, pada 26 Agustus 1939, Jakob Sumardjo punya ikatan kuat dengan sunda karena Mahaguru ini hijrah ke Bandung dan menetap di beberapa tempat di Bandung sejak pertengahan Agustus 1962.
"JS (Jakob Sumardjo) adalah orang Jawa yang "nyunda" lanjut Hikmat.
![]() |
Gunem Catur (Foto AGP) |
Dilansir dari Otobiografi Jakob Sumardjo, orang Sunda selain Saini KM, yang diakui JS sebagai guru adalah Ajip Rosidi. Banyak hal yang dipelajari JS dari Ajip. Salah satunya bertaut dengan pantun Sunda. Berkat kerja besar Ajip memimpin pendokumentasian dan penerjemahan pantun Sunda, JS menjadi dapat mengaksesnya. Bahkan dari pantun Sunda, JS kemudian menemukan pola dasar dan filsafat budaya dan masyarakat Sunda.
Maka, sejak tahun 2004 itu, JS pun bergeser. Ia menjadi lebih banyak berkonsentrasi mengeksplorasi budaya dan masyarakat Sunda. Lahir pula sejak itu buku demi buku JS tentang kesundaan.
Maka, sejak tahun 2004 itu, JS pun bergeser. Ia menjadi lebih banyak berkonsentrasi mengeksplorasi budaya dan masyarakat Sunda. Lahir pula sejak itu buku demi buku JS tentang kesundaan.
![]() |
Hikmat Gumelar, Sutradara Acara (Dok. Ika Sadaya) |
Semua buku-bukunya tentang kesundaan itu, seperti juga buku-bukunya yang lain, yang seluruhnya berjumlah 67 buah, ditulis dengan mesin tik yang dibelinya tahun 1970 dengan uang hasil jerih payahnya menulis.
Meski dari seluruh bukunya JS tak beroleh pemasukan finansial seperti diharapkan, meskipun tak sedikit bukunya yang dicetak ulang berkali-kali, JS tak pula kapok menulis. “Kalau saya hanya terus mengeluh, saya tidak akan bisa menulis. Saya tidak bisa menyebarkan gagasan-gagasan saya”.
![]() |
Salah seorang pangunjung mencoba mesin tik antik, Jakob Sumardjo (Dok. Ika Sadaya) |
Sementara itu "penata artistik" pameran Herry Dim sukses membuat konsep instalasi seni bertema Air, Batu, & Tanah serta penyerahan Anugerah Jatiningsih Apu bagi Jakob Sumardjo.
"Saya hanya berusaha membuat yang terbaik buat kawan kawan panitia," ungkap Herry Dim merendah.
Menurut pelukis pertama Indonesia yang pernah ikut pameran di Jenewa ini, selain bincang-bincang, pengunjung juga disuguhi sajian monolog, musik, puisi, tari, dll.
Ketua Panitia Pameran dari Ikatan Alumni Sastra dan Budaya (Ika Sadaya) Unpad Desmanjon mengatakan: "acara ini telah sukses menghadirkan pameran buku, jejak kerja, serta perayaan pemikiran Jakob Sumardjo, sastrawan, budayawan, dan intelektual terkemuka Indonesia".
"Saya hanya berusaha membuat yang terbaik buat kawan kawan panitia," ungkap Herry Dim merendah.
Menurut pelukis pertama Indonesia yang pernah ikut pameran di Jenewa ini, selain bincang-bincang, pengunjung juga disuguhi sajian monolog, musik, puisi, tari, dll.
Ketua Panitia Pameran dari Ikatan Alumni Sastra dan Budaya (Ika Sadaya) Unpad Desmanjon mengatakan: "acara ini telah sukses menghadirkan pameran buku, jejak kerja, serta perayaan pemikiran Jakob Sumardjo, sastrawan, budayawan, dan intelektual terkemuka Indonesia".
![]() |
Jakob Sumardjo bersama para panitia, Ika Sadaya Unpad (Dok. Ika Sadaya) |
Menurut Desmanjon pengujung yang hadir di Museun Kota Bandung ini cukup membludak.
"Hari pertama, dibuku tamu terdatar hampir 300an lebih," ungkap Desmanjon.
"Sangat berdesakan, mungkin karena hari itu tepat Pak Jakob genap berulang tahun yang ke 86, jadi teman-teman beliau banyak yang datang," pungkasnya.
"Hari pertama, dibuku tamu terdatar hampir 300an lebih," ungkap Desmanjon.
"Sangat berdesakan, mungkin karena hari itu tepat Pak Jakob genap berulang tahun yang ke 86, jadi teman-teman beliau banyak yang datang," pungkasnya.
![]() |
Jakob Sumardjo, Siapa penerusnya (Foto AGP) |
Sementara itu di acara penutupan, hadir mewakili Kepala Disbudpar Kota Bandung Aceng Ismatuloh memberi terima kasih dan apresiasi terhadap kegiatan pameran ini. Disbudpar selalu terbuka dengan kegiatan sastra dan budaya ini.
"Terima kasih ke semua pihak yang telah mendukung acara ini," pungkas Aceng. (Rls/Anto Ramadhan/AGP)***
.jpg)
Ika Sadaya Unpad Gaet Disbudpar, Gelar Pameran Jejak Mesin Tik Jakob Sumardjo "Jangan Pernah Kapok Menulis!"
Sang Maestro Jakob Sumardjo (Foto AGP) Ikatan Alumni Sastra dan Budaya (Ika Sadaya) Universitas Padjadjaran Bandung berkolaborasi dengan Din...
Monday, August 25, 2025
![]() |
Jabang Tutuka Adalah Gatotkaca di Waktu Kecil (Dok. ISBI) |
Malam Minggu yang cerah di Kota Bandung (23/8/2025), menjadi magnet bagi masyarakatnya untuk beringsut ke luar rumah membawa keluarga, pacar atau sahabat untuk sekedar jalan-jalan, jajan, ngopi, kongkow-kongkow, nongkrong menikmati suasana malam melepas lelah dan penat di ahir pekan. Seperti biasa seputar Jalan Braga dan alun-alun menjadi tempat hiburan yang paling diminati penduduk Bandung dan sekitarnya, bahkan bus-bus pariwisata bernomor kendaraan luar kota pun terlihat sibuk mencari tempat parkir di tengah padatnya lalu-lintas jalan Asia-Afrika saat itu.
Tapi ditengah hingar-bingarnya budaya urban yang sedang berlangsung saat itu, lapat-lapat terdengar denting Kecapi/Jentreng dan alunan Tarawangsa (alat gesek sebangsa Rebab khas Sunda) dari seberang Selatan alun-alun, arah Pendopo Kota Bandung. Suara itu terdengar begitu mistis apalagi setelah didekati wangi dupa langsung menusuk hidung, merebak memenuhi ruangan pendopo yang temaram, membawa alam kesadaran kita kembali ke zaman ka-baheula-an.
Ya itulah, suasana sebelum pergelaran WAYANG WONG PRIANGAN “JABANG TUTUKA” 2025 yang berlangsung di Pendopo Kota Bandung, Jl. Dalem Kaum No. 56, Balonggede, Kec. Regol, Kota Bandung (23/8/2025). Cerita lahirnya Gatotkaca Satria Pringgandani pembela kebenaran ini memang disakralkan, tapi digarap secara kekinian. Hingga para penonton yang kebanyakan generasi muda penasaran, mereka dari jam 5 sore sudah berkumpul takut tidak kebagian tempat. Ketika pergelaran dimulai pk. 19.00 memang penonton penuh sesak nyaris memagari seluruh lawang Pendopo, hingga banyak yang tidak kebagian tempat, ada yang berkeliling mencari celah atau berjinjit sambil mengangkat tinggi-tinggi hapenya untuk memotret.
Pementasan dalam rangka pelestarian dan pengembangan seni budaya tradisional Jawa Barat, serta hasil kegiatan Pelatihan Wayang Wong Priangan : Inovasi Seni Budaya untuk Industri Kreatif Berkelanjutan ini, digarap oleh ‘Tim Produksi Jabang Tutuka’, sebuah kolaborasi lintas generasi yang terdiri dari seniman tari, musik, teater, penata artistik, akademisi seni, dan pengelola produksi. Berawal dari gagasan Prof. Een Herdiani dalam Program Revitalisasi Wayang Wong tahun 2019, tim ini berupaya menjembatani kekuatan pakem tradisi dengan kreativitas masa kini agar tetap relevan dan dapat dinikmati oleh generasi muda.
Ya, memang saat itu penontonnya kebanyakan para generasi muda, pelajar dan mahasiswa yang penasaran melihat Wayang Wong Priangan yang dibalut gemerlap tata lampu dan musik kekinian tapi tetap berpijak pada tradisi.
Selain itu hadir pula Heri Hermawan wakil dari Disbudpar Kota Bandung, Aim Salim (Penari tahun 50-an) yang di usia 85 masih aktif ngajar dan berkarya, Prof. Endang Caturwati (Guru Besar Seni Tari ISBI Bandung yang multi talenta). Aom Rudi Wiranatakusumah (Budayawan yang selalu mendukung program Jabar yang go internasional), Jejen (Seniman, Manajer di Getar Pakuan Bogor), Warek Bidang Perencanaan, Keuangan dan Umum ISBI Bandung Neneng Yanti Khozanatu Lahpan. Prof. Juju Masunah (UPI) Ketua Program Studi Pendidikan Seni Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, Ai Mulyani Kaprodi Tari ISBI Bandung, Bob Hemingway dari Belanda, dsb, semuanya tidak beringsut hingga lampu menjadi terang-benderang, pergelaran usai, disambut riuh tepuk tangan.
Termasuk Ronaldo Ruzali, Alumni Prodi Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, ISBI Bandung yang juga tahun 2022 menjabat sebagai Ketua Komite Seni Tari di Dewan Kesenian Kota Bandung (DKKB) ini pada tahun 2020 (film) dan 2022 pernah terlibat di pergelaran Jabang Tutuka di ISBI Bandung sebagai Batara Brahma, ia sangat menikmati pergelaran ini.
![]() |
Jabang Tutuka Setelah Menjadi Gatotkaca (Dok. ISBI) |
“Malam ini pertunjukan Jabang Tutuka sangat luar biasa karena mengangkat kembali salah satu kesenian Wayang Wong Priangan dengan kemasan berbeda, ada aspek elemen yang baru. Pertunjukan di Pendopo ini tentu jadi spirit baru untuk ke depannya. Semoga Wayang Wong Priangan bisa tumbuh dan berkembang dan banyak dikenal orang saat sekarang. Pokoknya Wayang Wong Priangan tetap lestari berbudaya dan pergelaran Jabang Tutuka the best, mantap,“ kata Aldo, sambil mengacungkan jempolnya.
Pergelaran di ruang publik yang sukses ini tentu saja sangat diapresiasi Rektor ISBI Bandung Retno Dwimarwati yang juga hadir saat itu. Ini membuktikan bahwa ISBI Bandung tidak lagi sekedar jadi Menara Gading, tapi jadi Menara Air yang siap bersinergi sama siapa saja untuk melestarikan seni-budaya Sunda.
“Hari ini kita luar biasa karena bisa menikmati Pendopo yang dulu memang tiap minggu ada Ketuk Tilu, Wayang Wong, banyak tarian yang hadir saat itu dan di pemerintahan Pak Farhan jadi ruang publik,“ kata Retno berterima kasih.
![]() |
Raksasa Naga Percona pun Takluk oleh Jabang Tutuka (Dok. ISBI Bandung) |
Retno juga menegaskan bahwa ISBI Bandung sebagai garda terdepan Agen pemajuan Kebudayaan akan menyebarkan dosen-dosen mudanya untuk mendorong dan merealisasikan objek pemajuan kebudayaan di seluruh Jawa Barat dengan 4 pilar : Pelestarian, Pengembangan, Pemanfaatan dan Pembinaan.
“Dan itu sudah kami lakukan, di tahun 2023 di Kabupaten Bandung, tahun 2024 di Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan 2025 di Sumedang, jadi kita kemarin membuat ikon, mem-branding 10 desa yang ada di Rancakalong agar nantinya jadi Puseur/Pusat Budaya Sunda di Sumedang,“ katanya.
Kami memang sengaja memilih Pendopo Kota Bandung ini menjadi tempat pertunjukan kami di ruang publik, karena ingin mengangkat kembali nilai sejarahnya, dimana dulu sebelum kemerdekaan hingga taun 60-an Pendopo jadi tempat pertunjukan kesenian-kesenian, termasuk Wayang Wong Priangan. Selain itu kami juga ingin memperkenalkan kembali Wayang Wong agar dikenal oleh masyarakat,“ kata Prof. Een, yang punya prakarsa.
Terutama generasi muda, hingga siswa SD harus dikenalkan dengan seni-seni tradisi Sunda yang sudah hampir punah agar kelak kelestariannya terjaga oleh generasi penerus. Dan ini kata Een butuh strategi khusus seperti yang dilakukannya sekarang, dikemas dengan cara kekinian dengan inovasi-inovasi baru sehingga bisa diterima oleh kalangan muda, seperti pergelaran Jabang Tutuka barusan.
Terutama generasi muda, hingga siswa SD harus dikenalkan dengan seni-seni tradisi Sunda yang sudah hampir punah agar kelak kelestariannya terjaga oleh generasi penerus. Dan ini kata Een butuh strategi khusus seperti yang dilakukannya sekarang, dikemas dengan cara kekinian dengan inovasi-inovasi baru sehingga bisa diterima oleh kalangan muda, seperti pergelaran Jabang Tutuka barusan.
“Ini suatu kebanggaan ketika karya anak- anak kami bisa dipentaskan dengan ditonton para apresiator muda dengan antusias sejak siang tadi. Harapnnya ke depan, ini menjadi lahan untuk industri dimana kami bisa menjual karya-karya ini untuk kebutuhan industri, dan untuk itu kami sangat membutuhkan manajerial untuk menjual karya-karya seni seperti ini”.
![]() |
Seluruh Pemain dan Pendukung Pergelaran Jabang Tutuka (Asep GP) |
Untuk proyek selanjutnya, Guru Besar Sejarah Tari Sunda ISBI trah Ciamis ini berharap karya-karya seni seperti ini menjadi sajian rutin pemerintah daerah. “Kami berharap sekali peran serta pemerintah agar karya seni seperti ini dijadikan sebagai aset wisatawan lokal dan mancanegara. Dan doakan saja Jabang Tutuka ini bisa dipentaskan di tempat lain,“ pungkasnya.
**
Para Pemain dan Pendukung lakon ‘Jabang Tutuka’: Lighting Zamzam, Stage Manager Najmi Isep, Dokumentasi Rizky Mulyana.
Tim Produksi : Prof. Een Herdiani, Ferry C. Nugroho, Shafira Rhamadhan, Maharani Kaeksi, Mala Eisia Agwi, Salsabila Maulida, Rizky Paramarta, M. Rezky Maulana.
Para Pemain : Danish Zikri Rochman (Jabang Tutuka), Iman Faturrohman (Gatotkaca), Devi Supriatna (Naga Percona), Aldini Dwi Rahma Maulud (Arimbi), Nugie Casya Agustin (Bima), Yudi Permana (Batara Narada), Rasendrya Yanuar Rachman (Batara Guru), Khasmar Arsy Sanyasin (Batara Brahma), Muhammad Ridwan Sulaeman (Batara Bayu), Reza Akbar Ramadan (Batara Indra), Elna Purnama Sari (Pamayang Putri), Lusi Alfiyah (Pamayang), Nur Yasni Robiul Sani (Pamayang), Nadya Vianca Humayra (Pamayang), Shaffira Amelia Putri (Pamayang), Nisrina Zahrah Nur Hasna (Pamayang), Muhammad Bangun Prasetyo Widodo (Prajurit), Rizky Haeruman Rustam (Prajurit), dan Dilan Ardiansyah (Prajurit). (Asep GP) ***
Tatarjabar.com
August 25, 2025
CB Blogger
Indonesia
Wayang Wong Priangan JABANG TUTUKA, Sukses "Magelaran" di Pendopo Bandung
Jabang Tutuka Adalah Gatotkaca di Waktu Kecil (Dok. ISBI) Malam Minggu yang cerah di Kota Bandung (23/8/2025), menjadi magnet bagi masyaraka...
Thursday, August 21, 2025
![]() |
Suasana Pameran di Bangkok Thailand (Dok. ISBI Bandung) |
Institut Seni Budaya Inbdonesia (ISBI) Bandung kembali menunjukkan kiprah Internasionalnya dengan berpartisipasi pada International Faculty Art Exhibition yang berlangsung di Wangna Gallerry, Bangkok, Thailand, pada 10-30 Juni 2025.
Delegasi ISBI Bandung dipimpin Dr. Supriatna, S.Sn., M.Sn., dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain bersama dua seniman ISBI Bandung lainnya, Dede Priana, S.Sn., M.Si, dan Sangid Zaini Gani, S.Sn., M.F.A.
Dalam pameran yang diselenggarakan oleh The Faculty of Fine and Applied Arts, Bunditpatanasilpa Institute, di bawah Kementerian Kebudayaan Thailand ini, Dr. Supriatna menampilkan karya berjudul, “Tubuh Liminal Penari Tarawangsa”. Lukisan ekspresif tersebut lahir dari riset mendalam mengenai seni pertunjukan ritual Tarawangsa khas Sunda dari Rancakalong Sumedang, dengan penggambaran penari dalam kondisi trans yang sarat makna spiritual.
“Pameran ini menjadi sarana memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia Internasional. Kami berharap kegiatan serupa juga bisa diadakan di ISBI Bandung sebagai ruang pertukaran budaya,” ujar Dr. Supriatna.
![]() |
Tubuh Liminal Penari Tarawangsa Karya Supriatna (Dok. ISBI) |
Partsipasi ISBI Bandung sebagai perwakilan Indonesia bersama seniman dari Thailand dan Tiongkok menciptakan ruang dialog anatarbudaya melalui seni rupa. Kehadiran ISBI Bandung tidak hanya menambah warna pada pameran, tetapi juga memperkuat diplomasi budaya dan kerja sama antar lembaga pendidikan seni di Asia.
Melalui ajang ini, ISBI Bandung menegaskan komitmennya untuk terus mendorong seni sebagai jembatan lintas bangsa, sekaligus mengangkat martabat budaya Nusantara di kancah Internasional.
Tentang Tubuh Liminal Penari Tarawangsa Karya Supriatna
Dalam suatu kesempatan, di Pameran Tunggalnya “Tubuh Tubuh Liminal Para Wangsa” yang digelar di Thee Huis Gallery, Taman Budaya Jawa Barat, Jl. Bukit Dago Utara No.53 A Kota Bandung, (5-11 /9/2022), Supriatna mengatakan, menjadikan Seni Tradisi sebagai Pijakan untuk Menelaah, Mengorek hal yang Berkaitan dengan Kekinian. Seperti seni lukis tetap mengacu pada traidisi walaupun teknik, teori, dsb, mengambil dari Barat. Hal ini sesuai dengan peran ISBI Bandung sebagai perguruan tinggi seni di Jawa Barat, yang bertugas menjaga dan melestarikan seni-budaya Sunda.
Menurut Prie sapaan akrabnya, pameran ini dilatarbelakangi riset kebudayaan tentang makna ekspresi simbolik para penari Tarawangsa. Bagaimana suasana yang ditangkap di lapangan/lokasi riset begitu khidmat dan penuh rasa hormat pada seni buhun Sunda tersebut. Aura para penari (Para Wangsa, istilah Prie) melalui gerakan-gerakan intuitif – harmoni yang dialuni musik gesek Tarawangsa dan petikan kacapi (Jentreng), seketika menghentak jiwa rasa haru, serta tersadar betapa agung seni budaya leluhur ini.
Dalam suatu kesempatan, di Pameran Tunggalnya “Tubuh Tubuh Liminal Para Wangsa” yang digelar di Thee Huis Gallery, Taman Budaya Jawa Barat, Jl. Bukit Dago Utara No.53 A Kota Bandung, (5-11 /9/2022), Supriatna mengatakan, menjadikan Seni Tradisi sebagai Pijakan untuk Menelaah, Mengorek hal yang Berkaitan dengan Kekinian. Seperti seni lukis tetap mengacu pada traidisi walaupun teknik, teori, dsb, mengambil dari Barat. Hal ini sesuai dengan peran ISBI Bandung sebagai perguruan tinggi seni di Jawa Barat, yang bertugas menjaga dan melestarikan seni-budaya Sunda.
Menurut Prie sapaan akrabnya, pameran ini dilatarbelakangi riset kebudayaan tentang makna ekspresi simbolik para penari Tarawangsa. Bagaimana suasana yang ditangkap di lapangan/lokasi riset begitu khidmat dan penuh rasa hormat pada seni buhun Sunda tersebut. Aura para penari (Para Wangsa, istilah Prie) melalui gerakan-gerakan intuitif – harmoni yang dialuni musik gesek Tarawangsa dan petikan kacapi (Jentreng), seketika menghentak jiwa rasa haru, serta tersadar betapa agung seni budaya leluhur ini.
![]() |
Dok. ISBI Bandung |
“Penyatuan jiwa penari pada alam duniawi dan surgawi, menjadikan dualisme yang sangat inspiratif, dan mendorong hati untuk mereinterpretasi melalui ekspresi visual (lukisan). Karya-karya yang dipamerkan ini adalah upaya menyampaikan rasa kagum saya, serta kesan yang paling mendalam atas pengalaman budaya yang diamati,“ kata Prie.
Nilai-nilai apa sesungguhnya yang memantik Prie menaruh perhatian pada seni Tarawangsa sebagai sumber gagasan penciptaan seni lukisnya? Pencarian “kebaruan” semacam apa yang sesungguhnya yang hendak dihadirkannya melalui representasi tubuh-tubuh para penariTarawangsa? Mungkinkah gambaran tubuh-tubuh liminal para wangsa dalam lukisannya berkelindan dengan representasi mengenai hal yang justru tak hadir secara visual? Sederet pertanyaan lanjutan tentu bisa terus hadir dalam ruang apresiasi dan pemaknaan. Istilah inilah yang jadi bagian menarik dan berharga dalam pameran tunggal karya-karya seni lukis yang ditampilkannya di thee huis gallery. Penghayatan dan pengalaman kritis atas subjek matter yang dielaborasinya sangat mungkin mengantar kita pada ingatan atas pengalaman ketubuhan (embodiment) sebagaimana yang diuraikan oleh Ponty (1974) dalam Phenomenology Perception menegaskan bahwa manusia memperoleh pengetahuan dari pengalaman ketubuhannya karena tubuh adalah media paling efektif untuk meresepsi sekaligus merasakan hadirnya sensasi dalam memahami dunia.
![]() |
Dr. Supriatna, tetap berpijak pada tradisi (Foto Asep GP) |
Fenomena tubuh para penari terutama dalam fase “trance” agaknya menjadi aspek yang menjadi landasan konsep representasi lukisan-lukisan Prie. Tubuh-tubuh para penari Tarawangsa yang dimaknai selaku tubuh liminal tersebut merupakan kata kunci dalam memasuki makna representasi yang tercermin dalam karya-karya yang digubahnya. Liminalitas merupakan istilah antropologis yang digunakan untuk menggambarkan fase transisi yang dialami seseorang.menjadi sesuatu yang baru.
“Kesadaran untuk menyerap nilai-nilai lokal (akar budaya) selaku landasan praktik dan manifestasi artistiknya jelas merupakan upaya pelebaran horizon yang membuka ruang bagi tampilnya pluralitas nilai-nilai tradisi di satu sisi sekaligus mencerminkan pula keinginan melepaskan diri dari cengkraman kemutlakan nilai yang bersumber dari ideologi estetik modernisme. Lebih jauh keputusan dirinya untuk menghilangkan jarak, mengaitkan dirinya kembali pada kehidupan tradisi dan arus kehidupan masa kini, menarik dipahami dalam koridor bangkitnya kesadaran atas praktik figurative ekpresif, selain memperlihatkan posisi dirinya sebagai seniman yang terus mencari jalan pembebasan dalam mengungkapkan nilai-nilai ekpresinya,“ demikian kata Kurator pameran, Diyanto saat itu. (Asep GP)***
.jpg)
ISBI Bandung Angkat Budaya Nusantara di Pameran Seni Internasional Bangkok
Suasana Pameran di Bangkok Thailand (Dok. ISBI Bandung) Institut Seni Budaya Inbdonesia (ISBI) Bandung kembali menunjukkan kiprah Internas...
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)