Home
» Seni Budaya
» Jala Bumi Kultura & DC Corner Gelar “Refleksi Akhir Tahun 2025 & Harapan 2026”: Seni sebagai Ruang Ingatan, Kritik, dan Optimisme
Sunday, December 28, 2025
![]() |
| Hermana HMT membacakan beberapa puisinya didampingi Risma dalam “Refleksi Akhir Tahun 2025 & Harapan 2026”, di DC Corner Dago, Bandung. (Foto: Asep GP) |
Bandung — Akhir tahun selalu menjadi momen penting untuk berhenti sejenak, menengok ke belakang, sekaligus menata harapan ke depan. Dalam semangat itulah Jala Bhumi Kultura (JBK) bersama DC Corner menghadirkan sebuah perhelatan seni bertajuk “Refleksi Akhir Tahun 2025 + Harapan Tahun 2026”. Kegiatan tersebut digelar pada Sabtu sore, (27/12/2025), di DC Corner, Jl. Ranggamalela No. 11, Dago, Kota Bandung.
Kata panitia, acara ini dirancang sebagai ruang temu antara seni, pengalaman hidup, dan kesadaran sosial. Bukan sekadar pertunjukan hiburan, melainkan sebuah upaya menghadirkan seni sebagai medium refleksi kolektif atas berbagai peristiwa yang mewarnai perjalanan tahun 2025—baik pada level personal, sosial, maupun kultural—serta sebagai penanda harapan dan sikap kritis menyongsong tahun 2026.
Melalui tema refleksi akhir tahun, para penggagas acara ingin mengajak publik untuk kembali memberi makna pada waktu, ingatan, dan pengalaman. Seni dipilih sebagai bahasa utama karena ia memiliki daya ungkap yang jujur, lentur, dan mampu menembus batas-batas rasionalitas. Dalam konteks ini, panggung menjadi ruang dialog, sementara tubuh, suara, dan gerak menjadi medium penyampai pesan.
Beragam bentuk seni pertunjukan dihadirkan dalam acara ini. Herman HMT usai memimpin doa, membuka ruang perenungan melalui sajian puisi-puisinya, menghadirkan refleksi personal yang berkelindan dengan realitas sosial. Suara individu yang sekaligus merepresentasikan kegelisahan dan harapan banyak orang di tengah dinamika zaman yang terus bergerak cepat. Hermana dalam kesempatan tersebut membacakan puisi karyanya, Senandung Sunyi 1, Senandung Sunyi 2, dan Petaka. Pimpinan Longser Bandoengmooi ini pun berkolaborasi sepanggung dengan Risma yang melantunkan lagu Aneuk Yatim (karya: Rafly Kande) tentang musibah Tsunami Aceh.
Beragam bentuk seni pertunjukan dihadirkan dalam acara ini. Herman HMT usai memimpin doa, membuka ruang perenungan melalui sajian puisi-puisinya, menghadirkan refleksi personal yang berkelindan dengan realitas sosial. Suara individu yang sekaligus merepresentasikan kegelisahan dan harapan banyak orang di tengah dinamika zaman yang terus bergerak cepat. Hermana dalam kesempatan tersebut membacakan puisi karyanya, Senandung Sunyi 1, Senandung Sunyi 2, dan Petaka. Pimpinan Longser Bandoengmooi ini pun berkolaborasi sepanggung dengan Risma yang melantunkan lagu Aneuk Yatim (karya: Rafly Kande) tentang musibah Tsunami Aceh.
![]() |
| Rektor ISBI, Retno Dwimarwati: Sebagai manusia kita harus taat pada Tuhan, menghormati sesama manusia dan alam, agar terhindar dari segala bencana. (Foto: Asep GP) |
Ada lagi, seni pantomim dibawakan oleh ISMIME & Jos Dumber-Dumbers, yang mengekspresikan realitas kehidupan melalui bahasa tubuh tanpa kata. Dengan gestur, mimik, dan simbol-simbol visual, serta diringi musik jaipong Sunda, pantomim ini ingin menyampaikan kritik sosial secara lugas namun tetap puitis, mengajak penonton membaca ulang berbagai fenomena yang sering luput dari perhatian.
Sementara itu, Aendra Medita menyampaikan orasi media, yang merefleksikan peran media dan media sosial di Indonesia sepanjang tahun 2025. Orasi ini menjadi penting di tengah derasnya arus informasi, perubahan pola konsumsi media, serta tantangan etika dan literasi digital. Melalui sudut pandang kritis, orasi ini mengajak audiens untuk lebih sadar, bijak, dan bertanggung jawab dalam memaknai informasi di era digital.
Selain itu, dipertunjukkan juga sajian Tari 50+ yang dibawakan oleh Enung, Lina, Indri, dan Risma. Pertunjukan ini menjadi pernyataan bahwa seni tidak mengenal batas usia. Pengalaman hidup, ketekunan, dan kedewasaan justru menjadi kekuatan utama dalam menafsirkan gerak. Tari 50+ tidak hanya menghadirkan estetika, tetapi juga pesan tentang keberlanjutan, ketahanan, dan keberanian untuk tetap berkarya di setiap fase kehidupan.
Di sela-sela sajian seni, tampil juga ke depan beberapa orang tokoh aktivis dan akademisi, di antaranya Paskah Irianto dan Rektor ISBI Retno Dwimarwati.
Paskah Irianto mengajak berpikir keras mencari solusi agar bangsa ini jadi maju tidak dimiskinkan. Bagaimana supaya bangsa Indonesia sejahtera ekonominya dan rakyatnya maju. Aktivis hukum dan kasus tanah ini pun menyoroti program MBG (Makan Bergizi Gratis) yang harus ditata ulang, agar anak bangsa mendapat gizi yang benar serta MBG tidak jadi arena korupsi dan pemborosan anggaran. Selain itu, alumni Sastra Rusia Unpad ini juga menyoroti bencana alam Sumatera yang menurutnya dibuat oleh ulah manusia. Dan Paskah mengingatkan, “Di dunia ini tidak ada yang gratis, kalau berbuat baik kita dibayar Tuhan dengan kebaikan begitu juga sebaliknya, kalau berbuat jahat dan lalim dibayar dengan keburukan,” tegasnya.
Retno pun sama menyoroti bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini di Pulau Sumatera. Jadi menurutnya, Refleksi 2025 ini merupakan cara berpikir ulang bagi kita bahwa dengan adanya bencana ini, kita harus lebih mencintai alam. Bagaimana kita sebagai manusia taat kepada Tuhan dan menghormati sesama manusia, juga menghormati alam itu jadi penting, karena bagaimanapun apa yang diberikan Tuhan melalui alam ini adalah sebuah berkah.
Tapi ketika kita tidak memelihara alam dengan baik akhirnya menjadikan bencana. Jadi sebenarnya menurut Retno, bencana ini bukan dari Tuhan tapi kesalahan manusia. Hal inilah yang harus dijadikan resolusi di 2026 untuk kita berpikir kembali mencintai alam, “Karena leluhur kita selalu menganggap bahwa alam adalah manifestasi dari Tuhan, jadi perwujudan Tuhan itu ada di alam. Jadi kita harus benar-benar menghormati alam, dan kebudayaan Sunda mengajarkan bahwa kita harus mencintai alam, karena manusia, alam, dan Tuhan itu tidak terpisahkan,” tandasnya.
![]() |
| Paskah Irianto, Bagaimana caranya agar negara maju dan rakyat tidak dimiskinkan (Foto: Asep GP) |
“Jadi ketika kita melihat alam itu adalah bagian dari kita, semua makhluk itu adalah bagian dari kita, kita harus berusaha saling menghormati dan menghargai antara manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan, semuanya harus satu kesatuan,” pungkasnya.
Untuk itulah Bu Rektor dalam program Pengabdian kepada Masyarakatnya, getol menggali potensi yang ada di masyarakat kemudian memberikan solusi, termasuk dalam menjaga lingkungan alam. Di antaranya mencoba menanam 10 ribu mangrove di Cibalong - Garut Selatan, juga 15 ribu cemara laut dan ketapang serta pohon damar yang dikerjakan Pramuka di satu kecamatan itu pada tahun 2021.
Untuk itulah Bu Rektor dalam program Pengabdian kepada Masyarakatnya, getol menggali potensi yang ada di masyarakat kemudian memberikan solusi, termasuk dalam menjaga lingkungan alam. Di antaranya mencoba menanam 10 ribu mangrove di Cibalong - Garut Selatan, juga 15 ribu cemara laut dan ketapang serta pohon damar yang dikerjakan Pramuka di satu kecamatan itu pada tahun 2021.
![]() |
| (Foto: Asep GP) |
Secara keseluruhan, rangkaian sajian ini dihadirkan sebagai mozaik refleksi: tentang manusia, masyarakat, media, tubuh, dan waktu. Setiap penampil membawa perspektifnya masing-masing, namun bertemu dalam satu semangat yang sama—menjadikan seni sebagai ruang berpikir, merasakan, dan berbagi makna.
Acara ini juga menjadi bagian dari upaya membangun ekosistem seni dan budaya yang inklusif, lintas generasi, dan berakar pada kesadaran sosial. DC Corner dipilih sebagai lokasi karena komitmennya sebagai ruang alternatif bagi dialog kreatif dan ekspresi seni di Bandung.
“Dengan menghadirkan seni sebagai cermin dan penanda zaman, acara ini diharapkan menjadi penutup tahun yang bermakna sekaligus pembuka langkah menuju tahun 2026 dengan kesadaran, empati, dan optimisme baru,” demikian disampaikan panitia kepada wartawan. (Asep GP)***
Jala Bumi Kultura & DC Corner Gelar “Refleksi Akhir Tahun 2025 & Harapan 2026”: Seni sebagai Ruang Ingatan, Kritik, dan Optimisme
Posted by
Tatarjabar.com on Sunday, December 28, 2025
![]() |
| Hermana HMT membacakan beberapa puisinya didampingi Risma dalam “Refleksi Akhir Tahun 2025 & Harapan 2026”, di DC Corner Dago, Bandung. (Foto: Asep GP) |
Bandung — Akhir tahun selalu menjadi momen penting untuk berhenti sejenak, menengok ke belakang, sekaligus menata harapan ke depan. Dalam semangat itulah Jala Bhumi Kultura (JBK) bersama DC Corner menghadirkan sebuah perhelatan seni bertajuk “Refleksi Akhir Tahun 2025 + Harapan Tahun 2026”. Kegiatan tersebut digelar pada Sabtu sore, (27/12/2025), di DC Corner, Jl. Ranggamalela No. 11, Dago, Kota Bandung.
Kata panitia, acara ini dirancang sebagai ruang temu antara seni, pengalaman hidup, dan kesadaran sosial. Bukan sekadar pertunjukan hiburan, melainkan sebuah upaya menghadirkan seni sebagai medium refleksi kolektif atas berbagai peristiwa yang mewarnai perjalanan tahun 2025—baik pada level personal, sosial, maupun kultural—serta sebagai penanda harapan dan sikap kritis menyongsong tahun 2026.
Melalui tema refleksi akhir tahun, para penggagas acara ingin mengajak publik untuk kembali memberi makna pada waktu, ingatan, dan pengalaman. Seni dipilih sebagai bahasa utama karena ia memiliki daya ungkap yang jujur, lentur, dan mampu menembus batas-batas rasionalitas. Dalam konteks ini, panggung menjadi ruang dialog, sementara tubuh, suara, dan gerak menjadi medium penyampai pesan.
Beragam bentuk seni pertunjukan dihadirkan dalam acara ini. Herman HMT usai memimpin doa, membuka ruang perenungan melalui sajian puisi-puisinya, menghadirkan refleksi personal yang berkelindan dengan realitas sosial. Suara individu yang sekaligus merepresentasikan kegelisahan dan harapan banyak orang di tengah dinamika zaman yang terus bergerak cepat. Hermana dalam kesempatan tersebut membacakan puisi karyanya, Senandung Sunyi 1, Senandung Sunyi 2, dan Petaka. Pimpinan Longser Bandoengmooi ini pun berkolaborasi sepanggung dengan Risma yang melantunkan lagu Aneuk Yatim (karya: Rafly Kande) tentang musibah Tsunami Aceh.
Beragam bentuk seni pertunjukan dihadirkan dalam acara ini. Herman HMT usai memimpin doa, membuka ruang perenungan melalui sajian puisi-puisinya, menghadirkan refleksi personal yang berkelindan dengan realitas sosial. Suara individu yang sekaligus merepresentasikan kegelisahan dan harapan banyak orang di tengah dinamika zaman yang terus bergerak cepat. Hermana dalam kesempatan tersebut membacakan puisi karyanya, Senandung Sunyi 1, Senandung Sunyi 2, dan Petaka. Pimpinan Longser Bandoengmooi ini pun berkolaborasi sepanggung dengan Risma yang melantunkan lagu Aneuk Yatim (karya: Rafly Kande) tentang musibah Tsunami Aceh.
![]() |
| Rektor ISBI, Retno Dwimarwati: Sebagai manusia kita harus taat pada Tuhan, menghormati sesama manusia dan alam, agar terhindar dari segala bencana. (Foto: Asep GP) |
Ada lagi, seni pantomim dibawakan oleh ISMIME & Jos Dumber-Dumbers, yang mengekspresikan realitas kehidupan melalui bahasa tubuh tanpa kata. Dengan gestur, mimik, dan simbol-simbol visual, serta diringi musik jaipong Sunda, pantomim ini ingin menyampaikan kritik sosial secara lugas namun tetap puitis, mengajak penonton membaca ulang berbagai fenomena yang sering luput dari perhatian.
Sementara itu, Aendra Medita menyampaikan orasi media, yang merefleksikan peran media dan media sosial di Indonesia sepanjang tahun 2025. Orasi ini menjadi penting di tengah derasnya arus informasi, perubahan pola konsumsi media, serta tantangan etika dan literasi digital. Melalui sudut pandang kritis, orasi ini mengajak audiens untuk lebih sadar, bijak, dan bertanggung jawab dalam memaknai informasi di era digital.
Selain itu, dipertunjukkan juga sajian Tari 50+ yang dibawakan oleh Enung, Lina, Indri, dan Risma. Pertunjukan ini menjadi pernyataan bahwa seni tidak mengenal batas usia. Pengalaman hidup, ketekunan, dan kedewasaan justru menjadi kekuatan utama dalam menafsirkan gerak. Tari 50+ tidak hanya menghadirkan estetika, tetapi juga pesan tentang keberlanjutan, ketahanan, dan keberanian untuk tetap berkarya di setiap fase kehidupan.
Di sela-sela sajian seni, tampil juga ke depan beberapa orang tokoh aktivis dan akademisi, di antaranya Paskah Irianto dan Rektor ISBI Retno Dwimarwati.
Paskah Irianto mengajak berpikir keras mencari solusi agar bangsa ini jadi maju tidak dimiskinkan. Bagaimana supaya bangsa Indonesia sejahtera ekonominya dan rakyatnya maju. Aktivis hukum dan kasus tanah ini pun menyoroti program MBG (Makan Bergizi Gratis) yang harus ditata ulang, agar anak bangsa mendapat gizi yang benar serta MBG tidak jadi arena korupsi dan pemborosan anggaran. Selain itu, alumni Sastra Rusia Unpad ini juga menyoroti bencana alam Sumatera yang menurutnya dibuat oleh ulah manusia. Dan Paskah mengingatkan, “Di dunia ini tidak ada yang gratis, kalau berbuat baik kita dibayar Tuhan dengan kebaikan begitu juga sebaliknya, kalau berbuat jahat dan lalim dibayar dengan keburukan,” tegasnya.
Retno pun sama menyoroti bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini di Pulau Sumatera. Jadi menurutnya, Refleksi 2025 ini merupakan cara berpikir ulang bagi kita bahwa dengan adanya bencana ini, kita harus lebih mencintai alam. Bagaimana kita sebagai manusia taat kepada Tuhan dan menghormati sesama manusia, juga menghormati alam itu jadi penting, karena bagaimanapun apa yang diberikan Tuhan melalui alam ini adalah sebuah berkah.
Tapi ketika kita tidak memelihara alam dengan baik akhirnya menjadikan bencana. Jadi sebenarnya menurut Retno, bencana ini bukan dari Tuhan tapi kesalahan manusia. Hal inilah yang harus dijadikan resolusi di 2026 untuk kita berpikir kembali mencintai alam, “Karena leluhur kita selalu menganggap bahwa alam adalah manifestasi dari Tuhan, jadi perwujudan Tuhan itu ada di alam. Jadi kita harus benar-benar menghormati alam, dan kebudayaan Sunda mengajarkan bahwa kita harus mencintai alam, karena manusia, alam, dan Tuhan itu tidak terpisahkan,” tandasnya.
![]() |
| Paskah Irianto, Bagaimana caranya agar negara maju dan rakyat tidak dimiskinkan (Foto: Asep GP) |
“Jadi ketika kita melihat alam itu adalah bagian dari kita, semua makhluk itu adalah bagian dari kita, kita harus berusaha saling menghormati dan menghargai antara manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan, semuanya harus satu kesatuan,” pungkasnya.
Untuk itulah Bu Rektor dalam program Pengabdian kepada Masyarakatnya, getol menggali potensi yang ada di masyarakat kemudian memberikan solusi, termasuk dalam menjaga lingkungan alam. Di antaranya mencoba menanam 10 ribu mangrove di Cibalong - Garut Selatan, juga 15 ribu cemara laut dan ketapang serta pohon damar yang dikerjakan Pramuka di satu kecamatan itu pada tahun 2021.
Untuk itulah Bu Rektor dalam program Pengabdian kepada Masyarakatnya, getol menggali potensi yang ada di masyarakat kemudian memberikan solusi, termasuk dalam menjaga lingkungan alam. Di antaranya mencoba menanam 10 ribu mangrove di Cibalong - Garut Selatan, juga 15 ribu cemara laut dan ketapang serta pohon damar yang dikerjakan Pramuka di satu kecamatan itu pada tahun 2021.
![]() |
| (Foto: Asep GP) |
Secara keseluruhan, rangkaian sajian ini dihadirkan sebagai mozaik refleksi: tentang manusia, masyarakat, media, tubuh, dan waktu. Setiap penampil membawa perspektifnya masing-masing, namun bertemu dalam satu semangat yang sama—menjadikan seni sebagai ruang berpikir, merasakan, dan berbagi makna.
Acara ini juga menjadi bagian dari upaya membangun ekosistem seni dan budaya yang inklusif, lintas generasi, dan berakar pada kesadaran sosial. DC Corner dipilih sebagai lokasi karena komitmennya sebagai ruang alternatif bagi dialog kreatif dan ekspresi seni di Bandung.
“Dengan menghadirkan seni sebagai cermin dan penanda zaman, acara ini diharapkan menjadi penutup tahun yang bermakna sekaligus pembuka langkah menuju tahun 2026 dengan kesadaran, empati, dan optimisme baru,” demikian disampaikan panitia kepada wartawan. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)













No comments :
Post a Comment