Home
» Pendidikan
» Warli Haryana Ajarkan Pemanfaatan Smartphone Sebagai Ide Kreatif Untuk Merancang Desain Motif Batik Di Komunitas Remaja Kampung Babakan Sarjambe, Cangkuang Leles, Garut
Friday, September 3, 2021
Sebagaimana diketahui, dimulai bulan Mei sampai dengan akhir Agustus 2020 beberapa dosen Departemen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI didukung Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM UPI), melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat, mengajak masyarakat di kampung Babakan Sarjambe, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles - Garut, untuk ikut peduli melestarikan budaya Nusantara melalui pembelajaran batik dan belajar dasar-dasar perancangan motif batik, yang diharapkan nantinya bermanfaat bagi warga masyarakat sekitar Desa Cangkuang untuk turut aktif dalam mengenalkan daerahnya melalui pembuatan batik dan motif batik yang memiliki ciri khusus daerah tersebut.
Harapan kedepannya kegiatan ini bisa menjadi sebuah komunitas masyarakat kreatif yang mampu membangun industri kreatif, sekaligus sebagai pengenalan daerah atau yang sering disebut dengan istilah brand image daerah Cangkuang Leles Garut, (lihat ”Dosen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI – Ajarkan Teknik Dasar Rancang Motif Batik Berbasis Kelokalan Budaya Bagi Masyarakat Babakan Sarjambe Desa Cangkuang, Leles - Garut”).
Kegiatan yang disambut baik oleh tokoh dan masyarakat setempat termasuk dari UPTD Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Garut yang mengelola Situs Kampung Pulo dan Candi Cangkuang Leles Garut tersebut, diikuti oleh beberapa kelompok usia dari mulai anak usia Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, ibu-ibu rumah tangga, pemuda dan orang tua yang ada di kampung Babakan Sarjambe. Sehingga karya desain motif batik dan batik dari pelatihan ini cukup bervariasi jika dilihat dari hasil yang telah dibuat.
Warli Haryana, Sekretaris Departemen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI dan beberapa orang dosen waktu itu mengajarkan membuat dan mendesain batik dengan cara manual merasa kurang efektif. Oleh karena itu kini Warli mencoba menyasar kaum remaja dan menerapkan teknik digital, memakai hape android/smartphone, dengan harapan masyarakat bimbingannya tidak merasa jenuh dan juga sebagai solusi bagi mereka yang ingin berkarya tapi tidak punya alat-alat membatik.
“Saya lihat anak remaja sekarang rata-rata punya hape. Jadi di saat mereka tidak punya alat bahan, ya mereka tetap bisa berkarya dengan hapenya. Saya harapkan adanya “Generasi Z“ ini lebih bisa mengoptimalkan android/smartphonenya bukan untuk sekedar hiburan seperti maen game. Ya meskipun game itu apabila dikembangkan bisa juga untuk jadi ranah kreativitas terutama membuat gamenya sendiri. Tapi kan anak-anak muda ini cenderung main game. Nah ini yang merusak, anak muda menjadi malas,“ jelas Warli ketika ditemui di rumahnya tempo hari di Jl. Gegerkalong Hilir No. 217 Kel. Sarijadi Kec. Sukasari Bandung.
Pemanfaatan smartphone (hape pintar/canggih) dalam membantu kekaryaan membuat desain motif batik itu pun kata Warli terkait juga dengan masa pandemi ini. “Karena apapun alasannya di masa pandemi ini orang harus memiliki kreativitas dan semangat untuk terus berkarya dan menghasilkan sesuatu karena manusia hidup itu harus tetap makan,“ tegasnya.
Karena pandemi itulah juga para pesertanya dibatasi hanya 10 orang, tidak seperti tahun lalu karena pemerintah sedang gencar-gencarnya membatasi kegiatan untuk mencegah penularan Covid-19 dan berkaitan dengan aplikasi Warli ingin ke-10 orang ini belajar maksimal sehingga bisa mengajarkan ke orang lain. Kalau terlalu banyak dikhawatirkan tidak tepat sasaran dan repot.
Adapun kekaryaannya, diberi kebebasan, karya tidak harus berbentuk realis tetapi lebih mengadopsi kepada desain yang berupa bentuk stilasi atau penggayaan motif batik kontemporer dari tema objek yang ada di sekitar Candi Cakuang, dengan berkarya menggunakan aplikasi grafis yang ada di smartphone ini. Keuntungan bagi komunitas akan memiliki kebebasan berekspresi dan juga dalam teknik pewarnaan desain yang dibuat lebih bisa full color, berbeda dengan saat membatik dengan Teknik canting yang menggunakan bahan lilin dan bahan warna baik warna alam maupun warna sintetis.
“Karena kalau dengan alat membatik kita harus bisa membatasi berapa warna yang akan dibuat, berbeda dengan teknik digital melalui aplikasi grafis yang menggunakan smartphone ini lebih bebas dan tidak dibatasi dalam warna. Kami bebaskan di ranah awal ini dia mencoret-coret bebas belajar mebuat karya motif desain batik. Kami tidak melihat sejauh mana hasilnya, tetapi kami lihat semangat mereka berkarya dan mereka mau belajar, Itu stimulus yang kami terapkan sehingga lambat laun peserta merasa familiar dan tanpa disadari pelan-pelan akan bisa,” tegas Warli.
Hasil karya mereka pun kata Warli, nantinya akan difasilitasi di "print out" kan dalam bentuk media kain hasil akhirnya pengganti bahan kertas. Dengan harapan biar mereka menyadari, bahwa dari smartphone pun mereka bisa membuat desain motif batik.
***
Dalam pelaksanaan pengabdian ini, berhubung masih pandemi, lebih banyak “Tatap Maya”. “Sejauh ini sudah ada beberapa kali pertemuan meskipun di awal masih merasa kesulitan tapi saya lihat di beberapa minggu ini mereka sudah menunjukkan ada kemauan dan ada hasil bisa dilihat di contoh karya yang mereka buat,” terang Warli.
Sempat juga dua kali Warli melakukan luring, mengadakan pertemuan tatap muka dengan kaitan studi kasus, umtuk mengetahui sejauh mana masayarakat komunitas PKM Motif Batik di Kampung Babakan Sarjambe ini memahami seluk-beluk smartphone/hape pintar atau android ini. Terutama sekali apa mereka sudah familiar mengenal aplikasi-aplikasi desain grafis yang akan diterapkan (Pertemuan terakhir ke Babakan Sarjambe Garut tanggal 21 Agustus 2021).
Tapi kelihatannya kata Warli, kemarin saat awal-awal mereka masih belum memahaminya, sehingga Warli sengaja dalam diskusi luring maupun daring mengikutsertakan putri-putrinya Oktafiany Parasya Puspa, Siswa kelas 5 SD, karya gambar digitalnya diikutkan di Pameran “Asean Digital Art Society (ASEDAS) 2021” dan kakak perempuannya Elfira Ayu Puspaningrum yang sering menjuarai lomba desain poster tingkat lokal dan Nasional, menggunakan hape. Keduanya bertugas memberi masukan tentang pembuatan gambar/desain dengan menggunakan aplikasi ibis paint dan sketchbook itu yang biasa mereka gunakan.
Dalam PKM ini pun Warli dibantu oleh 10 orang mahasiswa dengan harapan para mahasiswa juga punya kontribusi buat masyarakat, terutama untuk mendampingi para peserta agar berani tidak takut salah dan tidak minder dalam membuat gambar.
“Nah dengan adanya mahasiswa kami diantaranya Cece Permana, Sintiya Widi, Silmi Munawaroh, Maulana Gandhi, dan kawan-kawan itu, harapan kami masyarakat yang ada di Kampung Babakan Sarjambe itu menjadi lebih dekat dan berani ngobrol secara langsung, karena secara emosional mereka sama-sama muda. Kalau berhadapan dengan saya sendiri yang berstatus dosen mungkin mereka agak sungkan. Tetapi sejatinya selama ini kegiatan mereka selalu kami pantau,” jelas Warli.
Memang Warli hampir satu minggu sekali rutin mengadakan diskusi dengan aplikasi zoom untuk memantau sejauh mana perkembangannya dan di akhir bulan karya terakhir mereka dilihat dan nanti hasilnya dilaporkan ke kampus. Pada pelaksana harian ada ketua kelompok yaitu Cici Cahyati sebagai penggerak komunitas remaja Kampung Babakan Sarjambe.
Dan peserta saya batasi 10-an tidak seperti tahun lau karena kan pemerintah sedang gencarnya membatasi kegitan untuk mencegah penularan dan kedua berkaitan dengan aplikasi saya ingin ke 10 orang ini belajar maksimal sehingga bisa mengajarkan ke orang lain. Kalau terlalu banyak dikhawatirkan tidak tepat sasaran dan repot.
Selain itu Warli juga juga mendapat dukungan dari bapak Agus Sutisna (walau belum terlaksana dengan baik karena kondisi pandemi) dari salah satu pengelola di Wisata Alam dan Budaya Candi Cangkuang, dan dia mengharapkan nanti program PKM dikembangkan dan diajarkan di Masyarakat Adat Kampung Pulo, supaya masyarakat adat pun punya kegiatan pembelajaran batik, dengan harapan mereka punya andil besar dalam pengembangan wisata di Candi Cangkuang.
Demikian juga komunitas yang ada di Kampung Babakan Sarjambe pun nantinya terlibat dalam pengembangan wisata Candi Cangkuang.
Warli berharap Pengabdian Kepada Masyarakat dari Dosen Departemen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI Bandung tahun kedua ini bisa berlanjut sampai 5 tahun ke depan (dari 2020-2024).
“Harapan besar saya mudah-mudahan komunitas di Kampung Babakan Sarjambe Cangkuang, Leles - Garut ini menjadi salah satu contoh binaan masyarakat kreatif,“ pungkasnya. (Asep GP)***
Foto-foto
1. Pengenalan dasar smartphone kepada komunitas remaja Kampung Babakan Sarjambe yang diketuai oleh Cici Cahyati
Sempat juga dua kali Warli melakukan luring, mengadakan pertemuan tatap muka dengan kaitan studi kasus, umtuk mengetahui sejauh mana masayarakat komunitas PKM Motif Batik di Kampung Babakan Sarjambe ini memahami seluk-beluk smartphone/hape pintar atau android ini. Terutama sekali apa mereka sudah familiar mengenal aplikasi-aplikasi desain grafis yang akan diterapkan (Pertemuan terakhir ke Babakan Sarjambe Garut tanggal 21 Agustus 2021).
Tapi kelihatannya kata Warli, kemarin saat awal-awal mereka masih belum memahaminya, sehingga Warli sengaja dalam diskusi luring maupun daring mengikutsertakan putri-putrinya Oktafiany Parasya Puspa, Siswa kelas 5 SD, karya gambar digitalnya diikutkan di Pameran “Asean Digital Art Society (ASEDAS) 2021” dan kakak perempuannya Elfira Ayu Puspaningrum yang sering menjuarai lomba desain poster tingkat lokal dan Nasional, menggunakan hape. Keduanya bertugas memberi masukan tentang pembuatan gambar/desain dengan menggunakan aplikasi ibis paint dan sketchbook itu yang biasa mereka gunakan.
Dalam PKM ini pun Warli dibantu oleh 10 orang mahasiswa dengan harapan para mahasiswa juga punya kontribusi buat masyarakat, terutama untuk mendampingi para peserta agar berani tidak takut salah dan tidak minder dalam membuat gambar.
“Nah dengan adanya mahasiswa kami diantaranya Cece Permana, Sintiya Widi, Silmi Munawaroh, Maulana Gandhi, dan kawan-kawan itu, harapan kami masyarakat yang ada di Kampung Babakan Sarjambe itu menjadi lebih dekat dan berani ngobrol secara langsung, karena secara emosional mereka sama-sama muda. Kalau berhadapan dengan saya sendiri yang berstatus dosen mungkin mereka agak sungkan. Tetapi sejatinya selama ini kegiatan mereka selalu kami pantau,” jelas Warli.
Memang Warli hampir satu minggu sekali rutin mengadakan diskusi dengan aplikasi zoom untuk memantau sejauh mana perkembangannya dan di akhir bulan karya terakhir mereka dilihat dan nanti hasilnya dilaporkan ke kampus. Pada pelaksana harian ada ketua kelompok yaitu Cici Cahyati sebagai penggerak komunitas remaja Kampung Babakan Sarjambe.
Dan peserta saya batasi 10-an tidak seperti tahun lau karena kan pemerintah sedang gencarnya membatasi kegitan untuk mencegah penularan dan kedua berkaitan dengan aplikasi saya ingin ke 10 orang ini belajar maksimal sehingga bisa mengajarkan ke orang lain. Kalau terlalu banyak dikhawatirkan tidak tepat sasaran dan repot.
Selain itu Warli juga juga mendapat dukungan dari bapak Agus Sutisna (walau belum terlaksana dengan baik karena kondisi pandemi) dari salah satu pengelola di Wisata Alam dan Budaya Candi Cangkuang, dan dia mengharapkan nanti program PKM dikembangkan dan diajarkan di Masyarakat Adat Kampung Pulo, supaya masyarakat adat pun punya kegiatan pembelajaran batik, dengan harapan mereka punya andil besar dalam pengembangan wisata di Candi Cangkuang.
Demikian juga komunitas yang ada di Kampung Babakan Sarjambe pun nantinya terlibat dalam pengembangan wisata Candi Cangkuang.
Warli berharap Pengabdian Kepada Masyarakat dari Dosen Departemen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI Bandung tahun kedua ini bisa berlanjut sampai 5 tahun ke depan (dari 2020-2024).
“Harapan besar saya mudah-mudahan komunitas di Kampung Babakan Sarjambe Cangkuang, Leles - Garut ini menjadi salah satu contoh binaan masyarakat kreatif,“ pungkasnya. (Asep GP)***
Foto-foto
1. Pengenalan dasar smartphone kepada komunitas remaja Kampung Babakan Sarjambe yang diketuai oleh Cici Cahyati
2. Pembelajaran dasar 1 melalui daring dengan aplikasi zoom meeting
Contoh pembelajaran 1 oleh mahasiswa Cece Permana |
Contoh tahap demi tahap pembelajaran desain melalui smarphone yang diajarkan oleh Elfira Ayu Puspaningrum |
3. Diskusi secara luring di Komunitas Batik Kampung Babakan Sarjambe
Diskusi praktik menggunakan smarphone oleh komunitas |
4. Hasil Pembelajaran dan Pengembangan berkarya desain motif batik kontemporer melalui smarphone
Karya Oktafiany Parasya Puspa Siswa SD Kelas 6 |
Karya Oktafiany Parasya Puspa Siswi SD Kelas 6 |
Tatarjabar.com September 03, 2021 CB Blogger Indonesia
Warli Haryana Ajarkan Pemanfaatan Smartphone Sebagai Ide Kreatif Untuk Merancang Desain Motif Batik Di Komunitas Remaja Kampung Babakan Sarjambe, Cangkuang Leles, Garut
Posted by
Tatarjabar.com on Friday, September 3, 2021
Sebagaimana diketahui, dimulai bulan Mei sampai dengan akhir Agustus 2020 beberapa dosen Departemen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI didukung Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM UPI), melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat, mengajak masyarakat di kampung Babakan Sarjambe, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles - Garut, untuk ikut peduli melestarikan budaya Nusantara melalui pembelajaran batik dan belajar dasar-dasar perancangan motif batik, yang diharapkan nantinya bermanfaat bagi warga masyarakat sekitar Desa Cangkuang untuk turut aktif dalam mengenalkan daerahnya melalui pembuatan batik dan motif batik yang memiliki ciri khusus daerah tersebut.
Harapan kedepannya kegiatan ini bisa menjadi sebuah komunitas masyarakat kreatif yang mampu membangun industri kreatif, sekaligus sebagai pengenalan daerah atau yang sering disebut dengan istilah brand image daerah Cangkuang Leles Garut, (lihat ”Dosen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI – Ajarkan Teknik Dasar Rancang Motif Batik Berbasis Kelokalan Budaya Bagi Masyarakat Babakan Sarjambe Desa Cangkuang, Leles - Garut”).
Kegiatan yang disambut baik oleh tokoh dan masyarakat setempat termasuk dari UPTD Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Garut yang mengelola Situs Kampung Pulo dan Candi Cangkuang Leles Garut tersebut, diikuti oleh beberapa kelompok usia dari mulai anak usia Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, ibu-ibu rumah tangga, pemuda dan orang tua yang ada di kampung Babakan Sarjambe. Sehingga karya desain motif batik dan batik dari pelatihan ini cukup bervariasi jika dilihat dari hasil yang telah dibuat.
Warli Haryana, Sekretaris Departemen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI dan beberapa orang dosen waktu itu mengajarkan membuat dan mendesain batik dengan cara manual merasa kurang efektif. Oleh karena itu kini Warli mencoba menyasar kaum remaja dan menerapkan teknik digital, memakai hape android/smartphone, dengan harapan masyarakat bimbingannya tidak merasa jenuh dan juga sebagai solusi bagi mereka yang ingin berkarya tapi tidak punya alat-alat membatik.
“Saya lihat anak remaja sekarang rata-rata punya hape. Jadi di saat mereka tidak punya alat bahan, ya mereka tetap bisa berkarya dengan hapenya. Saya harapkan adanya “Generasi Z“ ini lebih bisa mengoptimalkan android/smartphonenya bukan untuk sekedar hiburan seperti maen game. Ya meskipun game itu apabila dikembangkan bisa juga untuk jadi ranah kreativitas terutama membuat gamenya sendiri. Tapi kan anak-anak muda ini cenderung main game. Nah ini yang merusak, anak muda menjadi malas,“ jelas Warli ketika ditemui di rumahnya tempo hari di Jl. Gegerkalong Hilir No. 217 Kel. Sarijadi Kec. Sukasari Bandung.
Pemanfaatan smartphone (hape pintar/canggih) dalam membantu kekaryaan membuat desain motif batik itu pun kata Warli terkait juga dengan masa pandemi ini. “Karena apapun alasannya di masa pandemi ini orang harus memiliki kreativitas dan semangat untuk terus berkarya dan menghasilkan sesuatu karena manusia hidup itu harus tetap makan,“ tegasnya.
Karena pandemi itulah juga para pesertanya dibatasi hanya 10 orang, tidak seperti tahun lalu karena pemerintah sedang gencar-gencarnya membatasi kegiatan untuk mencegah penularan Covid-19 dan berkaitan dengan aplikasi Warli ingin ke-10 orang ini belajar maksimal sehingga bisa mengajarkan ke orang lain. Kalau terlalu banyak dikhawatirkan tidak tepat sasaran dan repot.
Adapun kekaryaannya, diberi kebebasan, karya tidak harus berbentuk realis tetapi lebih mengadopsi kepada desain yang berupa bentuk stilasi atau penggayaan motif batik kontemporer dari tema objek yang ada di sekitar Candi Cakuang, dengan berkarya menggunakan aplikasi grafis yang ada di smartphone ini. Keuntungan bagi komunitas akan memiliki kebebasan berekspresi dan juga dalam teknik pewarnaan desain yang dibuat lebih bisa full color, berbeda dengan saat membatik dengan Teknik canting yang menggunakan bahan lilin dan bahan warna baik warna alam maupun warna sintetis.
“Karena kalau dengan alat membatik kita harus bisa membatasi berapa warna yang akan dibuat, berbeda dengan teknik digital melalui aplikasi grafis yang menggunakan smartphone ini lebih bebas dan tidak dibatasi dalam warna. Kami bebaskan di ranah awal ini dia mencoret-coret bebas belajar mebuat karya motif desain batik. Kami tidak melihat sejauh mana hasilnya, tetapi kami lihat semangat mereka berkarya dan mereka mau belajar, Itu stimulus yang kami terapkan sehingga lambat laun peserta merasa familiar dan tanpa disadari pelan-pelan akan bisa,” tegas Warli.
Hasil karya mereka pun kata Warli, nantinya akan difasilitasi di "print out" kan dalam bentuk media kain hasil akhirnya pengganti bahan kertas. Dengan harapan biar mereka menyadari, bahwa dari smartphone pun mereka bisa membuat desain motif batik.
***
Dalam pelaksanaan pengabdian ini, berhubung masih pandemi, lebih banyak “Tatap Maya”. “Sejauh ini sudah ada beberapa kali pertemuan meskipun di awal masih merasa kesulitan tapi saya lihat di beberapa minggu ini mereka sudah menunjukkan ada kemauan dan ada hasil bisa dilihat di contoh karya yang mereka buat,” terang Warli.
Sempat juga dua kali Warli melakukan luring, mengadakan pertemuan tatap muka dengan kaitan studi kasus, umtuk mengetahui sejauh mana masayarakat komunitas PKM Motif Batik di Kampung Babakan Sarjambe ini memahami seluk-beluk smartphone/hape pintar atau android ini. Terutama sekali apa mereka sudah familiar mengenal aplikasi-aplikasi desain grafis yang akan diterapkan (Pertemuan terakhir ke Babakan Sarjambe Garut tanggal 21 Agustus 2021).
Tapi kelihatannya kata Warli, kemarin saat awal-awal mereka masih belum memahaminya, sehingga Warli sengaja dalam diskusi luring maupun daring mengikutsertakan putri-putrinya Oktafiany Parasya Puspa, Siswa kelas 5 SD, karya gambar digitalnya diikutkan di Pameran “Asean Digital Art Society (ASEDAS) 2021” dan kakak perempuannya Elfira Ayu Puspaningrum yang sering menjuarai lomba desain poster tingkat lokal dan Nasional, menggunakan hape. Keduanya bertugas memberi masukan tentang pembuatan gambar/desain dengan menggunakan aplikasi ibis paint dan sketchbook itu yang biasa mereka gunakan.
Dalam PKM ini pun Warli dibantu oleh 10 orang mahasiswa dengan harapan para mahasiswa juga punya kontribusi buat masyarakat, terutama untuk mendampingi para peserta agar berani tidak takut salah dan tidak minder dalam membuat gambar.
“Nah dengan adanya mahasiswa kami diantaranya Cece Permana, Sintiya Widi, Silmi Munawaroh, Maulana Gandhi, dan kawan-kawan itu, harapan kami masyarakat yang ada di Kampung Babakan Sarjambe itu menjadi lebih dekat dan berani ngobrol secara langsung, karena secara emosional mereka sama-sama muda. Kalau berhadapan dengan saya sendiri yang berstatus dosen mungkin mereka agak sungkan. Tetapi sejatinya selama ini kegiatan mereka selalu kami pantau,” jelas Warli.
Memang Warli hampir satu minggu sekali rutin mengadakan diskusi dengan aplikasi zoom untuk memantau sejauh mana perkembangannya dan di akhir bulan karya terakhir mereka dilihat dan nanti hasilnya dilaporkan ke kampus. Pada pelaksana harian ada ketua kelompok yaitu Cici Cahyati sebagai penggerak komunitas remaja Kampung Babakan Sarjambe.
Dan peserta saya batasi 10-an tidak seperti tahun lau karena kan pemerintah sedang gencarnya membatasi kegitan untuk mencegah penularan dan kedua berkaitan dengan aplikasi saya ingin ke 10 orang ini belajar maksimal sehingga bisa mengajarkan ke orang lain. Kalau terlalu banyak dikhawatirkan tidak tepat sasaran dan repot.
Selain itu Warli juga juga mendapat dukungan dari bapak Agus Sutisna (walau belum terlaksana dengan baik karena kondisi pandemi) dari salah satu pengelola di Wisata Alam dan Budaya Candi Cangkuang, dan dia mengharapkan nanti program PKM dikembangkan dan diajarkan di Masyarakat Adat Kampung Pulo, supaya masyarakat adat pun punya kegiatan pembelajaran batik, dengan harapan mereka punya andil besar dalam pengembangan wisata di Candi Cangkuang.
Demikian juga komunitas yang ada di Kampung Babakan Sarjambe pun nantinya terlibat dalam pengembangan wisata Candi Cangkuang.
Warli berharap Pengabdian Kepada Masyarakat dari Dosen Departemen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI Bandung tahun kedua ini bisa berlanjut sampai 5 tahun ke depan (dari 2020-2024).
“Harapan besar saya mudah-mudahan komunitas di Kampung Babakan Sarjambe Cangkuang, Leles - Garut ini menjadi salah satu contoh binaan masyarakat kreatif,“ pungkasnya. (Asep GP)***
Foto-foto
1. Pengenalan dasar smartphone kepada komunitas remaja Kampung Babakan Sarjambe yang diketuai oleh Cici Cahyati
Sempat juga dua kali Warli melakukan luring, mengadakan pertemuan tatap muka dengan kaitan studi kasus, umtuk mengetahui sejauh mana masayarakat komunitas PKM Motif Batik di Kampung Babakan Sarjambe ini memahami seluk-beluk smartphone/hape pintar atau android ini. Terutama sekali apa mereka sudah familiar mengenal aplikasi-aplikasi desain grafis yang akan diterapkan (Pertemuan terakhir ke Babakan Sarjambe Garut tanggal 21 Agustus 2021).
Tapi kelihatannya kata Warli, kemarin saat awal-awal mereka masih belum memahaminya, sehingga Warli sengaja dalam diskusi luring maupun daring mengikutsertakan putri-putrinya Oktafiany Parasya Puspa, Siswa kelas 5 SD, karya gambar digitalnya diikutkan di Pameran “Asean Digital Art Society (ASEDAS) 2021” dan kakak perempuannya Elfira Ayu Puspaningrum yang sering menjuarai lomba desain poster tingkat lokal dan Nasional, menggunakan hape. Keduanya bertugas memberi masukan tentang pembuatan gambar/desain dengan menggunakan aplikasi ibis paint dan sketchbook itu yang biasa mereka gunakan.
Dalam PKM ini pun Warli dibantu oleh 10 orang mahasiswa dengan harapan para mahasiswa juga punya kontribusi buat masyarakat, terutama untuk mendampingi para peserta agar berani tidak takut salah dan tidak minder dalam membuat gambar.
“Nah dengan adanya mahasiswa kami diantaranya Cece Permana, Sintiya Widi, Silmi Munawaroh, Maulana Gandhi, dan kawan-kawan itu, harapan kami masyarakat yang ada di Kampung Babakan Sarjambe itu menjadi lebih dekat dan berani ngobrol secara langsung, karena secara emosional mereka sama-sama muda. Kalau berhadapan dengan saya sendiri yang berstatus dosen mungkin mereka agak sungkan. Tetapi sejatinya selama ini kegiatan mereka selalu kami pantau,” jelas Warli.
Memang Warli hampir satu minggu sekali rutin mengadakan diskusi dengan aplikasi zoom untuk memantau sejauh mana perkembangannya dan di akhir bulan karya terakhir mereka dilihat dan nanti hasilnya dilaporkan ke kampus. Pada pelaksana harian ada ketua kelompok yaitu Cici Cahyati sebagai penggerak komunitas remaja Kampung Babakan Sarjambe.
Dan peserta saya batasi 10-an tidak seperti tahun lau karena kan pemerintah sedang gencarnya membatasi kegitan untuk mencegah penularan dan kedua berkaitan dengan aplikasi saya ingin ke 10 orang ini belajar maksimal sehingga bisa mengajarkan ke orang lain. Kalau terlalu banyak dikhawatirkan tidak tepat sasaran dan repot.
Selain itu Warli juga juga mendapat dukungan dari bapak Agus Sutisna (walau belum terlaksana dengan baik karena kondisi pandemi) dari salah satu pengelola di Wisata Alam dan Budaya Candi Cangkuang, dan dia mengharapkan nanti program PKM dikembangkan dan diajarkan di Masyarakat Adat Kampung Pulo, supaya masyarakat adat pun punya kegiatan pembelajaran batik, dengan harapan mereka punya andil besar dalam pengembangan wisata di Candi Cangkuang.
Demikian juga komunitas yang ada di Kampung Babakan Sarjambe pun nantinya terlibat dalam pengembangan wisata Candi Cangkuang.
Warli berharap Pengabdian Kepada Masyarakat dari Dosen Departemen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI Bandung tahun kedua ini bisa berlanjut sampai 5 tahun ke depan (dari 2020-2024).
“Harapan besar saya mudah-mudahan komunitas di Kampung Babakan Sarjambe Cangkuang, Leles - Garut ini menjadi salah satu contoh binaan masyarakat kreatif,“ pungkasnya. (Asep GP)***
Foto-foto
1. Pengenalan dasar smartphone kepada komunitas remaja Kampung Babakan Sarjambe yang diketuai oleh Cici Cahyati
2. Pembelajaran dasar 1 melalui daring dengan aplikasi zoom meeting
Contoh pembelajaran 1 oleh mahasiswa Cece Permana |
Contoh tahap demi tahap pembelajaran desain melalui smarphone yang diajarkan oleh Elfira Ayu Puspaningrum |
3. Diskusi secara luring di Komunitas Batik Kampung Babakan Sarjambe
Diskusi praktik menggunakan smarphone oleh komunitas |
4. Hasil Pembelajaran dan Pengembangan berkarya desain motif batik kontemporer melalui smarphone
Karya Oktafiany Parasya Puspa Siswa SD Kelas 6 |
Karya Oktafiany Parasya Puspa Siswi SD Kelas 6 |
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment