Thursday, August 21, 2025
![]() |
Gatotkaca (Dok. ISBI Bandung) |
Pergelaran tersebut akan berlangsung Sabtu, 23 Agustus 2025 : Pukul 19.00 WIB – selesai dan gratis, terbuka untuk umum. Catat tempatnya di Pendopo Kota Bandung, Seberang Selatan Alun-alun Bandung, Jl. Dalem Kaum No. 56, Balonggede, Kec. Regol, Kota Bandung.
Silakan bagi masyarakat Bandung khususnya atau wisatawan lokal dan internasional yang kebetulan sedang menikmati malam mingguan di kota Bandung, dengan dihimbau tertib dan tidak menginjak tanaman disekitar Pendopo, bisa menyaksian sajian seni tradisi yang langka ini dengan nyaman bersama keluarga.
Ya dalam pergelaran ini orang tua selain bisa tahu seni tradisi Wayang Wong Priangan, juga bisa mengenalkan kepada anak-anaknya, di kita juga ada tokoh super hero yang gagah perkasa, urat kawat balung (tulang) besi, pembela kebenaran yang bernama Gatotkaca, Satria Pringgadani. Ya cerita ini menggambarkan lahirnya Gatotkaca yang ketika kecil bernama Jabang Tutuka.
Pementasan dalam rangka pelestarian dan pengembangan seni budaya tradisional Jawa Barat, serta hasil kegiatan Pelatihan Wayang Wong Priangan: Inovasi Seni Budaya untuk Industri Kreatif Berkelanjutan dengan judul garapan “Jabang Tutuka” ini, digarap oleh ‘Tim Produksi Jabang Tutuka’, sebuah kolaborasi lintas generasi yang terdiri dari seniman tari, musik, teater, penata artistik, akademisi seni, dan pengelola produksi. Berawal dari gagasan Prof. Een Herdiani dalam Program Revitalisasi Wayang Wong tahun 2019, tim ini berupaya menjembatani kekuatan pakem tradisi dengan kreativitas masa kini agar tetap relevan dan dapat dinikmati oleh generasi muda.
Wayang Wong Priangan: Inovasi Seni Budaya Untuk Industri Kreatif Berkelanjutan
Wayang Wong Priangan merupakan seni pertunjukan tradisional dari Jawa Barat yang memadukan tarian dan drama dengan elemen cerita klasik. Seni ini tidak hanya mencerminkan kearifan lokal, tetapi juga menjadi cerminan identitas budaya yang penting bagi masyarakat Jawa Barat. Di era kejayaannya, Wayang Wong Priangan mendapatkan tempat di hati masyarakat sebagai hiburan yang mendidik, memperkenalkan nilai-nilai luhur, dan memberikan wawasan sejarah melalui kisah-kisah yang diperankan. Namun, seiring perkembangan zaman dan modernisasi, seni ini mulai kehilangan popularitas, terutama di kalangan generasi muda yang lebih akrab dengan budaya populer dan teknologi.
Saat ini, Wayang Wong Priangan nyaris dilupakan, bahkan oleh masyarakat setempat. Generasi muda cenderung tidak familiar dengan seni ini dan jarang memiliki kesempatan untuk menyaksikannya secara langsung. Hal ini menjadi tantangan serius dalam pelestarian Wayang Wong Priangan sebagai bagian dari warisan budaya yang bernilai. Mengingat pentingnya seni ini, upaya pelestarian harus dilakukan dengan pendekatan
Sebagai kota kreatif, Bandung memiliki banyak ruang publik yang berpotensi untuk menghidupkan kembali seni Wayang Wong Priangan. Pemanfaatan ruang publik memungkinkan akses yang lebih luas dan menciptakan interaksi langsung antara seni dan masyarakat. Dengan menggelar pertunjukan di lokasi-lokasi terbuka yang strategis, kegiatan ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media edukasi dan promosi budaya yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
Selain itu, dukungan dari pemerintah daerah, komunitas seni, dan sektor swasta menjadi elemen penting untuk mewujudkan kegiatan pelestarian ini. Dengan adanya kolaborasi berbagai pihak, diharapkan kegiatan ini dapat berjalan secara berkesinambungan dan memberikan dampak positif dalam jangka panjang, baik dari segi budaya maupun ekonomi. Wayang Wong Priangan dapat menjadi bagian 3 dari industri kreatif yang berkelanjutan dan memberikan peluang ekonomi melalui penjualan tiket, merchandise, dan kolaborasi kreatif lainnya.
Oleh karena itu, kegiatan ini diharapkan mampu memperkenalkan kembali Wayang Wong Priangan kepada generasi muda dan masyarakat luas, memanfaatkan ruang publik sebagai pusat apresiasi seni budaya, serta mendorong pengembangan industri kreatif berbasis budaya lokal di Bandung.
Tentang Poduksi Jabang Tutuka
Lakon Jabang Tutuka pertama kali diwujudkan dalam bentuk dramatari film dan diputar di Gedung Sunan Ambu ISBI Bandung tahun 2020. Kemudian pada tahun 2022, atas inisiasi kembali dari Prof. Een, lakon ini dipentaskan di atas panggung, dengan penyesuaian naskah dan garapan visual yang diselaraskan untuk media pertunjukan langsung. Pementasan tersebut berhasil membawa kembali ruh Wayang Wong ke publik Bandung, khususnya di kalangan muda dan akademisi seni.
Gagasan untuk mengangkat lakon ini dalam konteks Wayang Wong Priangan bermula dari Program Revitalisasi Wayang Wong tahun 2019 yang dipimpin oleh Prof. Een Herdiani bersama tim peneliti dari berbagai institusi seni di Indonesia: IKJ (Jakarta), ISBI Bandung, ISI Surakarta, dan ISI Denpasar. Dalam proses tersebut, Prof. Een memberi kepercayaan kepada Mughni Munggaran untuk menciptakan karya Wayang Wong gaya Priangan yang bisa menjembatani nilai tradisional dengan semangat anak muda masa kini.
Wayang Wong Priangan: Jabang Tutuka
Lakon Jabang Tutuka merupakan kisah awal dari tokoh Gatotkaca, salah satu kesatria paling populer dalam jagad pewayangan Mahabharata. Dalam versi Wayang Golek Sunda, cerita ini berfokus pada masa kecil Gatotkaca ketika ia masih bernama Jabang Tutuka, seorang anak yang terlahir dengan kekuatan luar biasa namun belum menyadari jati dirinya. Tali ari-arinya tidak bisa diputus oleh senjata apapun kecuali oleh sarangka Konta Wijaya, pusaka Dewa Indra, yang kemudian justru menyatu dalam tubuhnya. Hal ini menjadi pertanda bahwa Jabang Tutuka bukan anak biasa.
Alur cerita Jabang Tutuka mengikuti perjalanan transformasi dari anak polos menjadi kesatria, melalui berbagai ujian berat, termasuk kematian dan kelahiran kembali di Kawah Candradimuka — sebuah simbol penyucian dan pembentukan jati diri. Di sana, ia ditempa oleh para Dewa dan lahir kembali sebagai Gatotkaca, simbol kekuatan, keteguhan, dan pengabdian kepada kebenaran.
Lakon Jabang Tutuka ini sangat sesuai untuk dipentaskan kembali di ruang publik. Selain karena kekuatan naratif dan filosofinya, juga karena Gatotkaca adalah tokoh wayang yang paling ikonik dan dikenal luas oleh masyarakat, lintas generasi dan budaya. Ia menjadi jembatan antara kisah klasik dan imajinasi publik modern.
Adapun tujuan dari kegiatan ini kata Prof. Een Herdiani, untuk Memperkenalkan Wayang Wong Priangan kepada Publik secara Luas: Dengan menyelenggarakan pertunjukan di Pendopo Kota Bandung, diharapkan Wayang Wong Priangan dapat dikenalkan kepada masyarakat luas, termasuk mereka yang belum pernah menyaksikan seni tradisional ini sebelumnya.
![]() |
Prof. Een Herdiani (tengah) bersama para pendukung pergelaran 'Jabang Tutuka' (Asep GP) |
Selain itu, untuk meningkatkan Akses dan Apresiasi Seni Tradisional di Kalangan Generasi Muda: Menggelar pertunjukan di ruang publik dan lokasi strategis bertujuan untuk menjangkau generasi muda secara lebih efektif, menginspirasi mereka untuk mengenal dan mengapresiasi Wayang Wong sebagai bagian dari warisan budaya lokal yang relevan dengan kehidupan mereka.
Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang Publik sebagai Sarana Interaksi Budaya: Menggunakan ruang publik memungkinkan masyarakat untuk terlibat secara langsung dengan seni pertunjukan tradisional, menjadikan lokasi publik ini sebagai pusat interaksi dan apresiasi budaya yang inklusif dan mudah diakses.
Menyediakan Pelatihan dan Pembelajaran Seni Budaya secara Berkelanjutan: Melalui pelatihan di ruang tertutup, peserta, khususnya generasi muda, dapat memperoleh keterampilan dasar dalam seni Wayang Wong, menjamin keberlanjutan dan regenerasi seni ini melalui pembekalan yang terarah dan intensif.
Serta, mendukung Pengembangan Ekonomi Kreatif Melalui Industri Seni dan Budaya: Kegiatan ini diharapkan dapat membuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam industri kreatif, baik melalui produksi merchandise, maupun kerjasama dengan sektor usaha lokal untuk mendukung keberlanjutan kegiatan budaya di masa depan.
Kegiatan ini merupakan proses regenerasi pengenalan Wayang Wong Priangan dengan cara memberikan pelatihan (Latihan Intensif : 1 Juli 2025 s/d 22 Agustus 2025), seminar (Seminar Umum : 22 Agustus 2025, dengan Pembicara para pakar ternama dalam sejarah seni pertunjukan Jawa Barat dan pelaku Wayang Wong Priangan secara langsung, seperti Etnomusikolog Endo Suanda dan Maestro Tari Muhamad Aim Salim), serta pertunjukan yang digelar di ruang publik Pergelaran Jabang Tutuka (Pendopo Kota Bandung, 23 Agustus 2025).
“Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi proses berbagi pengetahuan mengenai Wayang Wong Priangan kepada masyarakat luas di Jawa Barat, khususnya di Kota Bandung dan generasi muda. Peserta pelatihan akan melalui tahap audisi untuk dapat berlatih peran dan menari sebagai tokoh-tokoh utama dalam pertunjukan Wayang Wong Priangan ini. Selain melibatkan masyarakat umum dan generasi muda untuk berperan dalam pertunjukan, kegiatan seminar juga melibatkan para pakar ternama dalam sejarah seni pertunjukan Jawa Barat dan pelaku Wayang Wong Priangan secara langsung,” demikian dikatakan Prof. Een Herdiani kepada para awak media yang saat itu didampingi Muhammad Mughni Munggaran (Sutradara), Tyoba Armey A. P., Deri Ardi (Koreografer), dan Ipin Pian (Komposer).
Para Pendukung Selengkapnya: Lighting Zamzam, Stage Manager Najmi Isep, Dokumentasi Rizky Mulyana.
Tim Produksi Prof. Een Herdiani, Ferry C. Nugroho, Shafira Rhamadhan, Maharani Kaeksi, Mala Eisia Agwi, Salsabila Maulida, Rizky Paramarta, M. Rezky Maulana.
Para Pemain: Danish Zikri Rochman sebagai Jabang Tutuka, Iman Faturrohman sebagai Gatotkaca, Devi Supriatna sebagai Naga Percona, Aldini Dwi Rahma Maulud sebagai Arimbi, Nugie Casya Agustin sebagai Bima, Yudi Permana (Batara Narada), Rasendrya Yanuar Rachman (Batara Guru), Khasmar Arsy
Sanyasin (Batara Brahma), Muhammad Ridwan Sulaeman (Batara Bayu), Reza Akbar Ramadan (Batara Indra), Elna Purnama Sari (Pamayang Putri), Lusi Alfiyah (Pamayang), Nur Yasni Robiul Sani (Pamayang), Nadya Vianca Humayra (Pamayang), Shaffira Amelia Putri (Pamayang), Nisrina Zahrah Nur Hasna (Pamayang), Muhammad Bangun Prasetyo Widodo (Prajurit), Rizky Haeruman Rustam (Prajurit), dan Dilan Ardiansyah (Prajurit). (Asep GP)***
Ayo Nonton Wayang Wong Priangan “Jabang Tutuka” 2025 di Pendopo Kota Bandung
Posted by
Tatarjabar.com on Thursday, August 21, 2025
![]() |
Gatotkaca (Dok. ISBI Bandung) |
Pergelaran tersebut akan berlangsung Sabtu, 23 Agustus 2025 : Pukul 19.00 WIB – selesai dan gratis, terbuka untuk umum. Catat tempatnya di Pendopo Kota Bandung, Seberang Selatan Alun-alun Bandung, Jl. Dalem Kaum No. 56, Balonggede, Kec. Regol, Kota Bandung.
Silakan bagi masyarakat Bandung khususnya atau wisatawan lokal dan internasional yang kebetulan sedang menikmati malam mingguan di kota Bandung, dengan dihimbau tertib dan tidak menginjak tanaman disekitar Pendopo, bisa menyaksian sajian seni tradisi yang langka ini dengan nyaman bersama keluarga.
Ya dalam pergelaran ini orang tua selain bisa tahu seni tradisi Wayang Wong Priangan, juga bisa mengenalkan kepada anak-anaknya, di kita juga ada tokoh super hero yang gagah perkasa, urat kawat balung (tulang) besi, pembela kebenaran yang bernama Gatotkaca, Satria Pringgadani. Ya cerita ini menggambarkan lahirnya Gatotkaca yang ketika kecil bernama Jabang Tutuka.
Pementasan dalam rangka pelestarian dan pengembangan seni budaya tradisional Jawa Barat, serta hasil kegiatan Pelatihan Wayang Wong Priangan: Inovasi Seni Budaya untuk Industri Kreatif Berkelanjutan dengan judul garapan “Jabang Tutuka” ini, digarap oleh ‘Tim Produksi Jabang Tutuka’, sebuah kolaborasi lintas generasi yang terdiri dari seniman tari, musik, teater, penata artistik, akademisi seni, dan pengelola produksi. Berawal dari gagasan Prof. Een Herdiani dalam Program Revitalisasi Wayang Wong tahun 2019, tim ini berupaya menjembatani kekuatan pakem tradisi dengan kreativitas masa kini agar tetap relevan dan dapat dinikmati oleh generasi muda.
Wayang Wong Priangan: Inovasi Seni Budaya Untuk Industri Kreatif Berkelanjutan
Wayang Wong Priangan merupakan seni pertunjukan tradisional dari Jawa Barat yang memadukan tarian dan drama dengan elemen cerita klasik. Seni ini tidak hanya mencerminkan kearifan lokal, tetapi juga menjadi cerminan identitas budaya yang penting bagi masyarakat Jawa Barat. Di era kejayaannya, Wayang Wong Priangan mendapatkan tempat di hati masyarakat sebagai hiburan yang mendidik, memperkenalkan nilai-nilai luhur, dan memberikan wawasan sejarah melalui kisah-kisah yang diperankan. Namun, seiring perkembangan zaman dan modernisasi, seni ini mulai kehilangan popularitas, terutama di kalangan generasi muda yang lebih akrab dengan budaya populer dan teknologi.
Saat ini, Wayang Wong Priangan nyaris dilupakan, bahkan oleh masyarakat setempat. Generasi muda cenderung tidak familiar dengan seni ini dan jarang memiliki kesempatan untuk menyaksikannya secara langsung. Hal ini menjadi tantangan serius dalam pelestarian Wayang Wong Priangan sebagai bagian dari warisan budaya yang bernilai. Mengingat pentingnya seni ini, upaya pelestarian harus dilakukan dengan pendekatan
Sebagai kota kreatif, Bandung memiliki banyak ruang publik yang berpotensi untuk menghidupkan kembali seni Wayang Wong Priangan. Pemanfaatan ruang publik memungkinkan akses yang lebih luas dan menciptakan interaksi langsung antara seni dan masyarakat. Dengan menggelar pertunjukan di lokasi-lokasi terbuka yang strategis, kegiatan ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media edukasi dan promosi budaya yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
Selain itu, dukungan dari pemerintah daerah, komunitas seni, dan sektor swasta menjadi elemen penting untuk mewujudkan kegiatan pelestarian ini. Dengan adanya kolaborasi berbagai pihak, diharapkan kegiatan ini dapat berjalan secara berkesinambungan dan memberikan dampak positif dalam jangka panjang, baik dari segi budaya maupun ekonomi. Wayang Wong Priangan dapat menjadi bagian 3 dari industri kreatif yang berkelanjutan dan memberikan peluang ekonomi melalui penjualan tiket, merchandise, dan kolaborasi kreatif lainnya.
Oleh karena itu, kegiatan ini diharapkan mampu memperkenalkan kembali Wayang Wong Priangan kepada generasi muda dan masyarakat luas, memanfaatkan ruang publik sebagai pusat apresiasi seni budaya, serta mendorong pengembangan industri kreatif berbasis budaya lokal di Bandung.
Tentang Poduksi Jabang Tutuka
Lakon Jabang Tutuka pertama kali diwujudkan dalam bentuk dramatari film dan diputar di Gedung Sunan Ambu ISBI Bandung tahun 2020. Kemudian pada tahun 2022, atas inisiasi kembali dari Prof. Een, lakon ini dipentaskan di atas panggung, dengan penyesuaian naskah dan garapan visual yang diselaraskan untuk media pertunjukan langsung. Pementasan tersebut berhasil membawa kembali ruh Wayang Wong ke publik Bandung, khususnya di kalangan muda dan akademisi seni.
Gagasan untuk mengangkat lakon ini dalam konteks Wayang Wong Priangan bermula dari Program Revitalisasi Wayang Wong tahun 2019 yang dipimpin oleh Prof. Een Herdiani bersama tim peneliti dari berbagai institusi seni di Indonesia: IKJ (Jakarta), ISBI Bandung, ISI Surakarta, dan ISI Denpasar. Dalam proses tersebut, Prof. Een memberi kepercayaan kepada Mughni Munggaran untuk menciptakan karya Wayang Wong gaya Priangan yang bisa menjembatani nilai tradisional dengan semangat anak muda masa kini.
Wayang Wong Priangan: Jabang Tutuka
Lakon Jabang Tutuka merupakan kisah awal dari tokoh Gatotkaca, salah satu kesatria paling populer dalam jagad pewayangan Mahabharata. Dalam versi Wayang Golek Sunda, cerita ini berfokus pada masa kecil Gatotkaca ketika ia masih bernama Jabang Tutuka, seorang anak yang terlahir dengan kekuatan luar biasa namun belum menyadari jati dirinya. Tali ari-arinya tidak bisa diputus oleh senjata apapun kecuali oleh sarangka Konta Wijaya, pusaka Dewa Indra, yang kemudian justru menyatu dalam tubuhnya. Hal ini menjadi pertanda bahwa Jabang Tutuka bukan anak biasa.
Alur cerita Jabang Tutuka mengikuti perjalanan transformasi dari anak polos menjadi kesatria, melalui berbagai ujian berat, termasuk kematian dan kelahiran kembali di Kawah Candradimuka — sebuah simbol penyucian dan pembentukan jati diri. Di sana, ia ditempa oleh para Dewa dan lahir kembali sebagai Gatotkaca, simbol kekuatan, keteguhan, dan pengabdian kepada kebenaran.
Lakon Jabang Tutuka ini sangat sesuai untuk dipentaskan kembali di ruang publik. Selain karena kekuatan naratif dan filosofinya, juga karena Gatotkaca adalah tokoh wayang yang paling ikonik dan dikenal luas oleh masyarakat, lintas generasi dan budaya. Ia menjadi jembatan antara kisah klasik dan imajinasi publik modern.
Adapun tujuan dari kegiatan ini kata Prof. Een Herdiani, untuk Memperkenalkan Wayang Wong Priangan kepada Publik secara Luas: Dengan menyelenggarakan pertunjukan di Pendopo Kota Bandung, diharapkan Wayang Wong Priangan dapat dikenalkan kepada masyarakat luas, termasuk mereka yang belum pernah menyaksikan seni tradisional ini sebelumnya.
![]() |
Prof. Een Herdiani (tengah) bersama para pendukung pergelaran 'Jabang Tutuka' (Asep GP) |
Selain itu, untuk meningkatkan Akses dan Apresiasi Seni Tradisional di Kalangan Generasi Muda: Menggelar pertunjukan di ruang publik dan lokasi strategis bertujuan untuk menjangkau generasi muda secara lebih efektif, menginspirasi mereka untuk mengenal dan mengapresiasi Wayang Wong sebagai bagian dari warisan budaya lokal yang relevan dengan kehidupan mereka.
Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang Publik sebagai Sarana Interaksi Budaya: Menggunakan ruang publik memungkinkan masyarakat untuk terlibat secara langsung dengan seni pertunjukan tradisional, menjadikan lokasi publik ini sebagai pusat interaksi dan apresiasi budaya yang inklusif dan mudah diakses.
Menyediakan Pelatihan dan Pembelajaran Seni Budaya secara Berkelanjutan: Melalui pelatihan di ruang tertutup, peserta, khususnya generasi muda, dapat memperoleh keterampilan dasar dalam seni Wayang Wong, menjamin keberlanjutan dan regenerasi seni ini melalui pembekalan yang terarah dan intensif.
Serta, mendukung Pengembangan Ekonomi Kreatif Melalui Industri Seni dan Budaya: Kegiatan ini diharapkan dapat membuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam industri kreatif, baik melalui produksi merchandise, maupun kerjasama dengan sektor usaha lokal untuk mendukung keberlanjutan kegiatan budaya di masa depan.
Kegiatan ini merupakan proses regenerasi pengenalan Wayang Wong Priangan dengan cara memberikan pelatihan (Latihan Intensif : 1 Juli 2025 s/d 22 Agustus 2025), seminar (Seminar Umum : 22 Agustus 2025, dengan Pembicara para pakar ternama dalam sejarah seni pertunjukan Jawa Barat dan pelaku Wayang Wong Priangan secara langsung, seperti Etnomusikolog Endo Suanda dan Maestro Tari Muhamad Aim Salim), serta pertunjukan yang digelar di ruang publik Pergelaran Jabang Tutuka (Pendopo Kota Bandung, 23 Agustus 2025).
“Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi proses berbagi pengetahuan mengenai Wayang Wong Priangan kepada masyarakat luas di Jawa Barat, khususnya di Kota Bandung dan generasi muda. Peserta pelatihan akan melalui tahap audisi untuk dapat berlatih peran dan menari sebagai tokoh-tokoh utama dalam pertunjukan Wayang Wong Priangan ini. Selain melibatkan masyarakat umum dan generasi muda untuk berperan dalam pertunjukan, kegiatan seminar juga melibatkan para pakar ternama dalam sejarah seni pertunjukan Jawa Barat dan pelaku Wayang Wong Priangan secara langsung,” demikian dikatakan Prof. Een Herdiani kepada para awak media yang saat itu didampingi Muhammad Mughni Munggaran (Sutradara), Tyoba Armey A. P., Deri Ardi (Koreografer), dan Ipin Pian (Komposer).
Para Pendukung Selengkapnya: Lighting Zamzam, Stage Manager Najmi Isep, Dokumentasi Rizky Mulyana.
Tim Produksi Prof. Een Herdiani, Ferry C. Nugroho, Shafira Rhamadhan, Maharani Kaeksi, Mala Eisia Agwi, Salsabila Maulida, Rizky Paramarta, M. Rezky Maulana.
Para Pemain: Danish Zikri Rochman sebagai Jabang Tutuka, Iman Faturrohman sebagai Gatotkaca, Devi Supriatna sebagai Naga Percona, Aldini Dwi Rahma Maulud sebagai Arimbi, Nugie Casya Agustin sebagai Bima, Yudi Permana (Batara Narada), Rasendrya Yanuar Rachman (Batara Guru), Khasmar Arsy
Sanyasin (Batara Brahma), Muhammad Ridwan Sulaeman (Batara Bayu), Reza Akbar Ramadan (Batara Indra), Elna Purnama Sari (Pamayang Putri), Lusi Alfiyah (Pamayang), Nur Yasni Robiul Sani (Pamayang), Nadya Vianca Humayra (Pamayang), Shaffira Amelia Putri (Pamayang), Nisrina Zahrah Nur Hasna (Pamayang), Muhammad Bangun Prasetyo Widodo (Prajurit), Rizky Haeruman Rustam (Prajurit), dan Dilan Ardiansyah (Prajurit). (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment