Monday, April 29, 2024
Sejumlah karya dari Komunitas 22 Ibu, karya mahasiswa Universitas Kristen Maranatha, dan karya dari sejumlah Perempuan Perupa dari berbagai kota serta hasil karya para siswa SMP Negeri Cimahi, digelar di SuJiVa Art Space, Jalan Sumur Bandung No. 6 Bandung. Pameran Seni Rupa bertajuk “Mata Perempuan” ini dibuka oleh Heni Smith selaku pemerhati budaya dan pengusaha dalam bidang pariwisata serta café dan resto, Minggu (28/4/2024).
Pembukaan pameran diisi oleh pembacaan puisi oleh Dr. Nuning Damayanti, yang menyuarakan tentang perempuan, dan langsung mendapat sambutan yang meriah dari pengunjung pameran.
![]() |
Heni Smith (berkebaya pink), sedang membuka pameran (Foto Istimewa) |
Menurut Kurator Pameran Arleti Mochtar Apin, pameran ini diselenggarakan dalam rangka hari Kartini dengan mengusung sejumlah 25 perupa. Perupa memiliki persepsi yang terbentuk oleh faktor latar belakang yang bervariasi. Kegiatan, lingkungan, pengetahuan termasuk wawasan merupakan hal yang paling menentukan seseorang membangun sudut pandangnya. Pengalaman atas beragam kegiatan kadang mendatangkan dampak pada perasaan dan sudah pasti akan menyisakan rasa. Lebih lanjut Arleti mengatakan, bahwa tubuh perempuan sebagai wujud makhluk dengan tugas alami tak lepas dari rasa sebagai dampak dari pengalaman dalam hidupnya, fisik maupun secara mental.
Sejumlah tugas tubuh perempuan menjalankan fitrahnya adalah suatu kondisi yang tak dapat ditolak maupun diinginkan. Alam telah mengatur itu dalam suatu keberaturan mutlak dengan hukumnya. Takdir alam memilih tubuh wanita melakukan tugas mengandung, melahirkan hingga menyusui anak. Dalam tubuh itu juga dianugerahi dorongan melindungi, menjaga, membela wilayah beserta isinya dengan segenap kemampuannya.Hingga wajar perempuan dikaitkan dengan urusan domestik. Amat erat kaitannya dengan pengertian istilah matriarki. Kondisi ini akan lebih menjelaskan latar belakang istilah tersebut, senyatanya demikianlah watak alami perempuan.
![]() |
Dr. Nuning Damayanti, membaca puisi dalam acara pembukaan pameran mata perempuan (Foto Istimewa) |
“Jadi wajar bila impresi dari mata perempuan bisa berbeda, karena rasa dari kejadian yang dialaminya juga tidak sama. Tubuh perempuan memang didominasi oleh rasa karena naturalnya memang dibutuhkan demikian. Ruang eksplorasi yang luas tanpa batas dan tidak akan pernah selesai. Perempuan melihat, merespon, meneriakkan pesan dari sisi pribadi mereka. Ruang luas tanpa batas terpampang untuk menyuarakan tiap rasa,” demikian papar kurator.
Kali ini, dalam pameran Mata Perempuan, terlihat sekali minat yang bervariasi dari tiap perempuan memandang kejadian serta bereaksi. Karakter individu dalam berekspresi tertuang selaras dalam karyanya. Suatu objek bisa menjadi karya yang berbeda sekali. Ada perupa mengekspresikan alam dengan sudut pandang keceriaan, kelembutan menuangkan flora dengan pilihan warna merah lembut tetapi ada spirit di dalamnya. Berbeda dengan yang memilih memvisualkan pokok pohon kerontang condong rantingnya kurus tak berdaun di atas tanah tanpa rumput lengkap dengan bayang redup. Sedangkan objek lain yang cukup populer dalam karya perupa adalah objek perempuan dalam berupa variasi ; paras, tubuh, maupun dengan gabungan objek lain. Menampilkan detil wajah yang kontras antara ‘teriak’ dan karakter lembut flora.
![]() |
Arleti Mochtar Apin, Kurator Pameran Mata Perempuan di SuJiVa Art Space (Foto Istimewa) |
Karya lain yang dibuat oleh Cecilia, Ziyi, Margaretha, Eunike, Natasha, dan Tanti, yang bertema figur perempuan dapat ditemui dalam sebuah ruangan, karya yang didisplay dengan rapi menyuguhkan visualisasi torso perempuan berbusana adat dan aksesorisnya. Goresan warna, yang memperlihatkan tahap dalam kehidupannya sangat jujur tersaji. Karya lainnya yang dapat diapresiasi dengan pilihan unik berupa komposisi kolase kertas yang menunjukkan serangkaian karya objek manusia, kucing dan misteri alam semesta, polos tapi menyiratkan pesan yang penuh.
Beberapa perupa menyuguhkan goresan pena dan tinta yang apik dan renik. Gaya ungkap serupa disuguhkan juga berupa sisi wajah perempuan dipadu dengan garis dan flora. Sangat terasa nafas feminin pada karyanya. Sejumlah perupa lain seperti Rina Mariana, Sri Rahayu Saptawati, Sri Nuraeni, Nita Dewi, Luki Lutvia menuangkan penggalan cerita yang digagas dari cerita legenda, cerita binatang, cerita rakyat sebagai gagasan karya dengan ciri khas masing-masing. Sejumlah perupa memilih untuk visualisasi legenda yang dahulu lebih sering disampaikan secara tutur, satu pendekatan lain dari kepedulian perempuan dalam literasi cerita legenda. Menarik sekali sisi upaya perempuan untuk membangun minat dan pengetahuan warisan para leluhur dengan pendekatan yang inovatif. Sedangkan Niken Apriani dan Ariesa lebih memilih tema flora fauna. Para perupa dari Komunitas 22 Ibu ini menggunakan material tamarind yang dimanfaatkan sebagai perintang. Perupa lainnya adalah Mia Syarief yang mengusung tema-tema perempuan yang divisualisasikan dengan berbagai wajah tanpa detail rupa wajah, selain itu juga ada karya dari Belinda Sukapura Dewi yang menampilkan karya drawingnya.
![]() |
Para perupa mahasiswa dari Universitas Kristen Maranatha bersama karya-karyanya (Foto Istimewa) |
Rangkaian karya para perupa ini tentu akan memberikan ruang memahami keresahan, minat, gairah maupun kepekaan terpendam dibalik tubuh perempuan. Pada saat dialog dalam ini dituangkan berupa karya, barulah terungkap gejolak rasa. Pesan tanpa kata ini berbicara lebih banyak bagi orang yang dapat mencerap secara teliti. Para perempuan ini adalah pejuang tanpa keluh kesah ataupun pamrih dalam bentuk apapun, seutuhnya menuangkan kecamuk dialog tanpa butuh lawan. Besar harapan bagi pemirsa dapat menikmati serta mengapresiasi karya perupa untuk mendapatkan pengalaman berharga tentang manusia dan kehidupan. Pameran ini berlangsung selama satu bulan dan dapat diapresiasi ke SuJiVa Artspace Jl. Sumur Bandung No .6, Lb. Siliwangi, Kec. Coblong, Kota Bandung. (Rls/AGP) ***
Tatarjabar.com
April 29, 2024
CB Blogger
IndonesiaMata Perempuan Kartini Bersama Komunitas 22 Ibu Hadir di SuJiVa Art Space
Posted by
Tatarjabar.com on Monday, April 29, 2024
Sejumlah karya dari Komunitas 22 Ibu, karya mahasiswa Universitas Kristen Maranatha, dan karya dari sejumlah Perempuan Perupa dari berbagai kota serta hasil karya para siswa SMP Negeri Cimahi, digelar di SuJiVa Art Space, Jalan Sumur Bandung No. 6 Bandung. Pameran Seni Rupa bertajuk “Mata Perempuan” ini dibuka oleh Heni Smith selaku pemerhati budaya dan pengusaha dalam bidang pariwisata serta café dan resto, Minggu (28/4/2024).
Pembukaan pameran diisi oleh pembacaan puisi oleh Dr. Nuning Damayanti, yang menyuarakan tentang perempuan, dan langsung mendapat sambutan yang meriah dari pengunjung pameran.
![]() |
Heni Smith (berkebaya pink), sedang membuka pameran (Foto Istimewa) |
Menurut Kurator Pameran Arleti Mochtar Apin, pameran ini diselenggarakan dalam rangka hari Kartini dengan mengusung sejumlah 25 perupa. Perupa memiliki persepsi yang terbentuk oleh faktor latar belakang yang bervariasi. Kegiatan, lingkungan, pengetahuan termasuk wawasan merupakan hal yang paling menentukan seseorang membangun sudut pandangnya. Pengalaman atas beragam kegiatan kadang mendatangkan dampak pada perasaan dan sudah pasti akan menyisakan rasa. Lebih lanjut Arleti mengatakan, bahwa tubuh perempuan sebagai wujud makhluk dengan tugas alami tak lepas dari rasa sebagai dampak dari pengalaman dalam hidupnya, fisik maupun secara mental.
Sejumlah tugas tubuh perempuan menjalankan fitrahnya adalah suatu kondisi yang tak dapat ditolak maupun diinginkan. Alam telah mengatur itu dalam suatu keberaturan mutlak dengan hukumnya. Takdir alam memilih tubuh wanita melakukan tugas mengandung, melahirkan hingga menyusui anak. Dalam tubuh itu juga dianugerahi dorongan melindungi, menjaga, membela wilayah beserta isinya dengan segenap kemampuannya.Hingga wajar perempuan dikaitkan dengan urusan domestik. Amat erat kaitannya dengan pengertian istilah matriarki. Kondisi ini akan lebih menjelaskan latar belakang istilah tersebut, senyatanya demikianlah watak alami perempuan.
![]() |
Dr. Nuning Damayanti, membaca puisi dalam acara pembukaan pameran mata perempuan (Foto Istimewa) |
“Jadi wajar bila impresi dari mata perempuan bisa berbeda, karena rasa dari kejadian yang dialaminya juga tidak sama. Tubuh perempuan memang didominasi oleh rasa karena naturalnya memang dibutuhkan demikian. Ruang eksplorasi yang luas tanpa batas dan tidak akan pernah selesai. Perempuan melihat, merespon, meneriakkan pesan dari sisi pribadi mereka. Ruang luas tanpa batas terpampang untuk menyuarakan tiap rasa,” demikian papar kurator.
Kali ini, dalam pameran Mata Perempuan, terlihat sekali minat yang bervariasi dari tiap perempuan memandang kejadian serta bereaksi. Karakter individu dalam berekspresi tertuang selaras dalam karyanya. Suatu objek bisa menjadi karya yang berbeda sekali. Ada perupa mengekspresikan alam dengan sudut pandang keceriaan, kelembutan menuangkan flora dengan pilihan warna merah lembut tetapi ada spirit di dalamnya. Berbeda dengan yang memilih memvisualkan pokok pohon kerontang condong rantingnya kurus tak berdaun di atas tanah tanpa rumput lengkap dengan bayang redup. Sedangkan objek lain yang cukup populer dalam karya perupa adalah objek perempuan dalam berupa variasi ; paras, tubuh, maupun dengan gabungan objek lain. Menampilkan detil wajah yang kontras antara ‘teriak’ dan karakter lembut flora.
![]() |
Arleti Mochtar Apin, Kurator Pameran Mata Perempuan di SuJiVa Art Space (Foto Istimewa) |
Karya lain yang dibuat oleh Cecilia, Ziyi, Margaretha, Eunike, Natasha, dan Tanti, yang bertema figur perempuan dapat ditemui dalam sebuah ruangan, karya yang didisplay dengan rapi menyuguhkan visualisasi torso perempuan berbusana adat dan aksesorisnya. Goresan warna, yang memperlihatkan tahap dalam kehidupannya sangat jujur tersaji. Karya lainnya yang dapat diapresiasi dengan pilihan unik berupa komposisi kolase kertas yang menunjukkan serangkaian karya objek manusia, kucing dan misteri alam semesta, polos tapi menyiratkan pesan yang penuh.
Beberapa perupa menyuguhkan goresan pena dan tinta yang apik dan renik. Gaya ungkap serupa disuguhkan juga berupa sisi wajah perempuan dipadu dengan garis dan flora. Sangat terasa nafas feminin pada karyanya. Sejumlah perupa lain seperti Rina Mariana, Sri Rahayu Saptawati, Sri Nuraeni, Nita Dewi, Luki Lutvia menuangkan penggalan cerita yang digagas dari cerita legenda, cerita binatang, cerita rakyat sebagai gagasan karya dengan ciri khas masing-masing. Sejumlah perupa memilih untuk visualisasi legenda yang dahulu lebih sering disampaikan secara tutur, satu pendekatan lain dari kepedulian perempuan dalam literasi cerita legenda. Menarik sekali sisi upaya perempuan untuk membangun minat dan pengetahuan warisan para leluhur dengan pendekatan yang inovatif. Sedangkan Niken Apriani dan Ariesa lebih memilih tema flora fauna. Para perupa dari Komunitas 22 Ibu ini menggunakan material tamarind yang dimanfaatkan sebagai perintang. Perupa lainnya adalah Mia Syarief yang mengusung tema-tema perempuan yang divisualisasikan dengan berbagai wajah tanpa detail rupa wajah, selain itu juga ada karya dari Belinda Sukapura Dewi yang menampilkan karya drawingnya.
![]() |
Para perupa mahasiswa dari Universitas Kristen Maranatha bersama karya-karyanya (Foto Istimewa) |
Rangkaian karya para perupa ini tentu akan memberikan ruang memahami keresahan, minat, gairah maupun kepekaan terpendam dibalik tubuh perempuan. Pada saat dialog dalam ini dituangkan berupa karya, barulah terungkap gejolak rasa. Pesan tanpa kata ini berbicara lebih banyak bagi orang yang dapat mencerap secara teliti. Para perempuan ini adalah pejuang tanpa keluh kesah ataupun pamrih dalam bentuk apapun, seutuhnya menuangkan kecamuk dialog tanpa butuh lawan. Besar harapan bagi pemirsa dapat menikmati serta mengapresiasi karya perupa untuk mendapatkan pengalaman berharga tentang manusia dan kehidupan. Pameran ini berlangsung selama satu bulan dan dapat diapresiasi ke SuJiVa Artspace Jl. Sumur Bandung No .6, Lb. Siliwangi, Kec. Coblong, Kota Bandung. (Rls/AGP) ***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment