Thursday, May 25, 2023
Wanoja/Perempuan Sunda memang bukan hanya terkenal cantik parasnya, ramah pembawaannya, lemah lembut tutur katanya. Tapi dari dulu para Wanoja Priangan ini pun kesohor cerdas, pandai, pemberani dan banyak yang menjadi tokoh pembaharu, tokoh pergerakan, tokoh pendidikan, tokoh emansipasi perempuan, dan Pahlawan Nasional, memberi sumbangsih untuk kemajuan bangsa dan Negara.
Sebut saja diantaranya Raden Dewi Sartika, Raden Ayu Laksminingrat, Inggit Garnasih.
Dewi Sartika, dikenal sebagai Pahlawan Nasional Pelopor Pendidikan Wanita dan lebih rill memajukan wanita bangsanya dengan mendirikan sekolah Kautamaan Istri.
Raden Ayu Laksminingrat sudah berkecimpung dalam perjuangan kaum perempuan dalam dunia pendidikan, jauh sebelum Dewi Sartika dan Kartini. Tokoh Wanoja intelektual pertama yang yang menulis buku pelajaran dan besar andilnya dalam sekolah Kautamaan Istri ini lahir tahun 1843 di Garut dan meninggal taun 1948, dan pernah diusulkan diberi gelar pahlawan Nasional oleh Guru Besar Sejarah Unpad, Prof. Nina Herlina Lubis.
Inggit Garnasih dari Desa Kamasan, Banjaran-Kabupaten Bandung (lahir 17 Februari 1988) ini, adalah perempuan tangguh yang tetap mendampingi Bung Karno selama 20 tahun, sosoknya ada dalam setiap langkah perjuangan Bung Karno hingga ke gerbang kemerdekaan Indonesia. Inggit Garnasih sering diusulkan Pahlawan Nasional dan akhirnya diusulkan sebagai Pahlawan Nasional, langsung oleh Mantan Presiden Megawati melalui pesannya kepada Gubernur Jabar Ridwan kamil pada tahun 2023 dan Kang Emil langsung melakukan percepatan dengan menunjuk langsung Tim Pengkaji Gelar Pahlawan Daerah (TP2GD) yang diketuai Guru Besar Sejarah Unpad, Prof. Dr. Reiza Dienaputra, M.Hum.
Atau kita bisa melihat tentang Wanoja Sunda yang digambarkan dalam karya Sastra Lama Sunda yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh wanita yang jadi peran utama, tidak hanya sebagai pelengkap yang menceritakan kisah kaum lelaki. Seperti dalam cerita legenda Sangkuriang, kalau diperhatikan betapa tokoh Dayang Sumbi sama pentingnya dengan tokoh Sangkuriang sebagai pemeran utama. Tanpa tokoh Dayang Sumbi, kisah Sang Kuriang takkan tercipta. Dalam mempertahankan kebenaran keyakinannya, Dayang Sumbi pun meski seorang wanita tapi tidak kalah oleh Sang Kuriang. Setelah segala akalnya buntu menghadapi kesaktian Sang Kuriang, ia tidak menyerah kepada Sang Kuriang, melainkan memilih lari, walaupun Sang Kuriang tetap mengejarnya.
Begitu pun dalam Cerita Pantun “Lutung Kasarung” tokoh utamanya malah perempuan, Nyi Mas Purba Sari Ayu Wangi, bukan Guru Minda yang menjelma jadi Lutung. Putra Sunan Ambu ini diperintahkan ibundanya untuk turun ke Buana Pancatengah (dunia) ketika di dunia terjadi ketidakadilan, Purbasari diperlakukan tidak adil oleh kakaknya Purbararang yang kejam.
Tadi disinggung nama Sunan Ambu, ya menurut beberapa cerita Pantun memang sering disebutkan beliaulah penguasa “Kahiangan”, tempat para hiang di surga. Jadi yang berkuasa di Kahiangan pun menurut kepercayaan Sunda Lama yang dituliskan dalam karya sastra adalah seorang Perempuan/Wanoja.
Dan, seperti yang dikatakan Ajip Rosidi dalam Manusia Sunda, Sunan Ambu di Kahiangan itu tidak dilukiskan sebagai istri dari seseorang, seperti Dewi Durga istri Dewa Siwa. Perkataan Ambu sendiri tidaklah selalu perempuan tapi dia seorang Ibu, sifat perempuan sebagai Lambang Kesuburan. Sedangkan kata Sunan ditujukan untuk orang yang dihormati (susuhunan), yang dijunjung di atas kepala.
Wanoja Sunda Dari Dulu Sudah Biasa Memimpin
Menurut Prof. Dr. Keri Lestari, M.Si, Apt., perempuan atau wanoja Sunda ini memang punya potensi yang kuat. Sekarang pun banyak perempuan Sunda yang mewarnai di Nasional salah satunya Ceu Popong (Popong Otje Djundjunan-Anggota Komisi X DPR RI), Nurul Arifin (Artis Senior, Anggota DPR RI Fraksi Golkar 2004-2009, 2009-2014), Rieke Diah Pitaloka (Aktris, Anggota DPR RI PDI Perjuangan 2014-2019), Desi Ratnasari (Aktris, anggota DPR RI 2019-2024), dsb, di tingkat Jawa Barat pun ada Ataliya Praratya (istri Gubernur Ridwan Kamil), Ineu Purwadewi Sundari (ketua DPRD Jabar 2014-2019, Wakil Ketua DPRD Jabar 2019-2024), Neti Prasetiyani (Istri Mantan Gubernur Jabar Akhmad Heryawan, Anggota DPR RI - PKS), Bupati Karawang Cellica Nurrachadina, Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, dsb.
“Pokoknya kalau bicara kesetaraan gender di Jawa Barat sudah punya kesempatan yang setara dengan laki-laki. Kenapa wanoja Sunda/perempuan Jabar suka nyongcolang (prestasinya melebihi yang lain), karena dari gaya bicara dan penampilannya baik, santun, kemudian intelektualnya tinggi dan kalau bicara diplomasi juga sudah punya tatacara diplomasi yang merenah, terstruktur. Itu memang salah satu keunggulannya, karena kultur Jabar/Sunda yang punya filosofi: Cageur-Bageur-Bener-Pinter, ditambah Singer, Wanter, Teger, Cangker,” kata Keri.
Prof. Keri bersama Ibunda Prof. A Djajasudharma yang juga seorang Guru Besar Profesor (foto istimewa) |
Itulah delapan (8) filosofi keunggulan SDM Jabar baik laki-laki maupun perempuan. Jadi kata Keri, kalau ini dijadikan pegangan apapun tantangan ke depan tidak ada yang sulit.
Cageur (kesehatan itu yang utama), Bageur (harus baik kesemua orang), berbuat baik itu adalah inti kehidupan kita selain beribadah. Bener (berjalan di jalan kebenaran) Pinter (berilmu), dalam agama dinyatakan untuk menyelesaikan masalah atau pekerjaan serahkan segala sesuatau kepada ahlinya/yang punya ilmunya. Singer (tangkas, cekatan dalam bekerja), keunggulan insan Sunda lainnya, Wanter (tidak malu tampil ke depan, berani), Urang Jabar harus berani karena benar, jangan pernah ada lagi cerita “kumeok memeh dipacok” kalah sebelum perang. Kalau wanter nantinya akan teger (tegar) dalam menghadapi setiap tantangan, dan yang terakhir Cangker (gagah, perkasa), kuat dan berani menghadapi segala tantangan.
“Jadi itulah 8 ciri-ciri yang ada pada Manusa Masagi Sunda. Manusia masagi Jabar mah ancrub (turun, berkecimpung) dimana pun siap, di Nasional, regional, atau Internasioanal siap. Contohnya Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja itu kaliber Internasioanal besar jasanya bagi bangsa dan Negara, nya ku putra Sunda eta, sekarang Indonesia memiliki kedaulatan dan hak berdaulat atas 6,4 juta km2 laut teritorial maupun ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia. Tanpa peperangan. Demikian juga dengan Ir. H Djoenda Kartawidjaja (Ir. H. Juanda), Otto Iskandardinata, Mochammmad Toha, dan tokoh wanoja Sunda Laksminingrat bener-benar tokoh perempuan cerdas yang menerjemahkan pelajaran dari bahasa Belanda untuk diajarkeun ke masyarakat Sunda, sehingga membuka wawasan masyarakat Sunda saat itu terhadap wawasan Internasional,“ papar Keri.
Jadi menurut Guru Besar Farmasi Unpad yang menemukan obat diabetes dari ekstak biji Pala ini, sebetulnya perempuan-perempuan Sunda zaman baheula sudah think globally, act locally (berpikir secara global dan bertindak secara lokal).
Termasuk Emansipasi perempuan di tanah Sunda sudah dari baheula/zaman dulu. Keri menuturkan bahwa neneknya (dari pihak ayah) Nini Rukmini dulu pada zaman pendudukan Jepang menjabat Kuwu (Kepala Desa) Desa Cikoneng Majalengka-Jawa Barat.
Jadi intinya kata peraih Inspiring Women Award 2021, di Sunda memilih pemimpin perempuan itu sudah bukan suatu yang istimewa. Demikian juga dengan perempuan berkarir. Ibunda Keri Prof. A Djajasudharma adalah seorang Guru Besar Pertanian Unpad dan Keri pun jadi Guru Besar (profesor) Farmasi Unpad dan pernah menjabat Wakil Rektor Bidang Riset, Pengabdian Pada Masyarakat, Kerjasama, Inovasi dan Koorporasi Akademik Unpad (2015-2020), bahkan jadi kandidat kuat Rektor Unpad 2019-2024, serta pernah menjadi Dekan Fakultas Farmasi Unpad (2014-2015).
“Karir dalam Perempuan Sunda itu suatu hal yang terbuka dan ini tentu saja atas dukungan dan ijin suami, itu yang terpenting. Karena kita berkiprah di luar dan itu perlu dukungan pasangan, dukungan suami, begitu pun sebaliknya suami perlu dukungan istri,“ pungkas pemeran tokoh Ambu dalam Kabayan Milenial yang kini jadi Direktur INJABAR (Institut Pembangunan Jawa Barat). (Asep GP)***
Wanoja Sunda Berpotensi Manggung di Lokal dan Nasional
Posted by
Tatarjabar.com on Thursday, May 25, 2023
Wanoja/Perempuan Sunda memang bukan hanya terkenal cantik parasnya, ramah pembawaannya, lemah lembut tutur katanya. Tapi dari dulu para Wanoja Priangan ini pun kesohor cerdas, pandai, pemberani dan banyak yang menjadi tokoh pembaharu, tokoh pergerakan, tokoh pendidikan, tokoh emansipasi perempuan, dan Pahlawan Nasional, memberi sumbangsih untuk kemajuan bangsa dan Negara.
Sebut saja diantaranya Raden Dewi Sartika, Raden Ayu Laksminingrat, Inggit Garnasih.
Dewi Sartika, dikenal sebagai Pahlawan Nasional Pelopor Pendidikan Wanita dan lebih rill memajukan wanita bangsanya dengan mendirikan sekolah Kautamaan Istri.
Raden Ayu Laksminingrat sudah berkecimpung dalam perjuangan kaum perempuan dalam dunia pendidikan, jauh sebelum Dewi Sartika dan Kartini. Tokoh Wanoja intelektual pertama yang yang menulis buku pelajaran dan besar andilnya dalam sekolah Kautamaan Istri ini lahir tahun 1843 di Garut dan meninggal taun 1948, dan pernah diusulkan diberi gelar pahlawan Nasional oleh Guru Besar Sejarah Unpad, Prof. Nina Herlina Lubis.
Inggit Garnasih dari Desa Kamasan, Banjaran-Kabupaten Bandung (lahir 17 Februari 1988) ini, adalah perempuan tangguh yang tetap mendampingi Bung Karno selama 20 tahun, sosoknya ada dalam setiap langkah perjuangan Bung Karno hingga ke gerbang kemerdekaan Indonesia. Inggit Garnasih sering diusulkan Pahlawan Nasional dan akhirnya diusulkan sebagai Pahlawan Nasional, langsung oleh Mantan Presiden Megawati melalui pesannya kepada Gubernur Jabar Ridwan kamil pada tahun 2023 dan Kang Emil langsung melakukan percepatan dengan menunjuk langsung Tim Pengkaji Gelar Pahlawan Daerah (TP2GD) yang diketuai Guru Besar Sejarah Unpad, Prof. Dr. Reiza Dienaputra, M.Hum.
Atau kita bisa melihat tentang Wanoja Sunda yang digambarkan dalam karya Sastra Lama Sunda yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh wanita yang jadi peran utama, tidak hanya sebagai pelengkap yang menceritakan kisah kaum lelaki. Seperti dalam cerita legenda Sangkuriang, kalau diperhatikan betapa tokoh Dayang Sumbi sama pentingnya dengan tokoh Sangkuriang sebagai pemeran utama. Tanpa tokoh Dayang Sumbi, kisah Sang Kuriang takkan tercipta. Dalam mempertahankan kebenaran keyakinannya, Dayang Sumbi pun meski seorang wanita tapi tidak kalah oleh Sang Kuriang. Setelah segala akalnya buntu menghadapi kesaktian Sang Kuriang, ia tidak menyerah kepada Sang Kuriang, melainkan memilih lari, walaupun Sang Kuriang tetap mengejarnya.
Begitu pun dalam Cerita Pantun “Lutung Kasarung” tokoh utamanya malah perempuan, Nyi Mas Purba Sari Ayu Wangi, bukan Guru Minda yang menjelma jadi Lutung. Putra Sunan Ambu ini diperintahkan ibundanya untuk turun ke Buana Pancatengah (dunia) ketika di dunia terjadi ketidakadilan, Purbasari diperlakukan tidak adil oleh kakaknya Purbararang yang kejam.
Tadi disinggung nama Sunan Ambu, ya menurut beberapa cerita Pantun memang sering disebutkan beliaulah penguasa “Kahiangan”, tempat para hiang di surga. Jadi yang berkuasa di Kahiangan pun menurut kepercayaan Sunda Lama yang dituliskan dalam karya sastra adalah seorang Perempuan/Wanoja.
Dan, seperti yang dikatakan Ajip Rosidi dalam Manusia Sunda, Sunan Ambu di Kahiangan itu tidak dilukiskan sebagai istri dari seseorang, seperti Dewi Durga istri Dewa Siwa. Perkataan Ambu sendiri tidaklah selalu perempuan tapi dia seorang Ibu, sifat perempuan sebagai Lambang Kesuburan. Sedangkan kata Sunan ditujukan untuk orang yang dihormati (susuhunan), yang dijunjung di atas kepala.
Wanoja Sunda Dari Dulu Sudah Biasa Memimpin
Menurut Prof. Dr. Keri Lestari, M.Si, Apt., perempuan atau wanoja Sunda ini memang punya potensi yang kuat. Sekarang pun banyak perempuan Sunda yang mewarnai di Nasional salah satunya Ceu Popong (Popong Otje Djundjunan-Anggota Komisi X DPR RI), Nurul Arifin (Artis Senior, Anggota DPR RI Fraksi Golkar 2004-2009, 2009-2014), Rieke Diah Pitaloka (Aktris, Anggota DPR RI PDI Perjuangan 2014-2019), Desi Ratnasari (Aktris, anggota DPR RI 2019-2024), dsb, di tingkat Jawa Barat pun ada Ataliya Praratya (istri Gubernur Ridwan Kamil), Ineu Purwadewi Sundari (ketua DPRD Jabar 2014-2019, Wakil Ketua DPRD Jabar 2019-2024), Neti Prasetiyani (Istri Mantan Gubernur Jabar Akhmad Heryawan, Anggota DPR RI - PKS), Bupati Karawang Cellica Nurrachadina, Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, dsb.
“Pokoknya kalau bicara kesetaraan gender di Jawa Barat sudah punya kesempatan yang setara dengan laki-laki. Kenapa wanoja Sunda/perempuan Jabar suka nyongcolang (prestasinya melebihi yang lain), karena dari gaya bicara dan penampilannya baik, santun, kemudian intelektualnya tinggi dan kalau bicara diplomasi juga sudah punya tatacara diplomasi yang merenah, terstruktur. Itu memang salah satu keunggulannya, karena kultur Jabar/Sunda yang punya filosofi: Cageur-Bageur-Bener-Pinter, ditambah Singer, Wanter, Teger, Cangker,” kata Keri.
Prof. Keri bersama Ibunda Prof. A Djajasudharma yang juga seorang Guru Besar Profesor (foto istimewa) |
Itulah delapan (8) filosofi keunggulan SDM Jabar baik laki-laki maupun perempuan. Jadi kata Keri, kalau ini dijadikan pegangan apapun tantangan ke depan tidak ada yang sulit.
Cageur (kesehatan itu yang utama), Bageur (harus baik kesemua orang), berbuat baik itu adalah inti kehidupan kita selain beribadah. Bener (berjalan di jalan kebenaran) Pinter (berilmu), dalam agama dinyatakan untuk menyelesaikan masalah atau pekerjaan serahkan segala sesuatau kepada ahlinya/yang punya ilmunya. Singer (tangkas, cekatan dalam bekerja), keunggulan insan Sunda lainnya, Wanter (tidak malu tampil ke depan, berani), Urang Jabar harus berani karena benar, jangan pernah ada lagi cerita “kumeok memeh dipacok” kalah sebelum perang. Kalau wanter nantinya akan teger (tegar) dalam menghadapi setiap tantangan, dan yang terakhir Cangker (gagah, perkasa), kuat dan berani menghadapi segala tantangan.
“Jadi itulah 8 ciri-ciri yang ada pada Manusa Masagi Sunda. Manusia masagi Jabar mah ancrub (turun, berkecimpung) dimana pun siap, di Nasional, regional, atau Internasioanal siap. Contohnya Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja itu kaliber Internasioanal besar jasanya bagi bangsa dan Negara, nya ku putra Sunda eta, sekarang Indonesia memiliki kedaulatan dan hak berdaulat atas 6,4 juta km2 laut teritorial maupun ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia. Tanpa peperangan. Demikian juga dengan Ir. H Djoenda Kartawidjaja (Ir. H. Juanda), Otto Iskandardinata, Mochammmad Toha, dan tokoh wanoja Sunda Laksminingrat bener-benar tokoh perempuan cerdas yang menerjemahkan pelajaran dari bahasa Belanda untuk diajarkeun ke masyarakat Sunda, sehingga membuka wawasan masyarakat Sunda saat itu terhadap wawasan Internasional,“ papar Keri.
Jadi menurut Guru Besar Farmasi Unpad yang menemukan obat diabetes dari ekstak biji Pala ini, sebetulnya perempuan-perempuan Sunda zaman baheula sudah think globally, act locally (berpikir secara global dan bertindak secara lokal).
Termasuk Emansipasi perempuan di tanah Sunda sudah dari baheula/zaman dulu. Keri menuturkan bahwa neneknya (dari pihak ayah) Nini Rukmini dulu pada zaman pendudukan Jepang menjabat Kuwu (Kepala Desa) Desa Cikoneng Majalengka-Jawa Barat.
Jadi intinya kata peraih Inspiring Women Award 2021, di Sunda memilih pemimpin perempuan itu sudah bukan suatu yang istimewa. Demikian juga dengan perempuan berkarir. Ibunda Keri Prof. A Djajasudharma adalah seorang Guru Besar Pertanian Unpad dan Keri pun jadi Guru Besar (profesor) Farmasi Unpad dan pernah menjabat Wakil Rektor Bidang Riset, Pengabdian Pada Masyarakat, Kerjasama, Inovasi dan Koorporasi Akademik Unpad (2015-2020), bahkan jadi kandidat kuat Rektor Unpad 2019-2024, serta pernah menjadi Dekan Fakultas Farmasi Unpad (2014-2015).
“Karir dalam Perempuan Sunda itu suatu hal yang terbuka dan ini tentu saja atas dukungan dan ijin suami, itu yang terpenting. Karena kita berkiprah di luar dan itu perlu dukungan pasangan, dukungan suami, begitu pun sebaliknya suami perlu dukungan istri,“ pungkas pemeran tokoh Ambu dalam Kabayan Milenial yang kini jadi Direktur INJABAR (Institut Pembangunan Jawa Barat). (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment