Thursday, October 27, 2022
Prof. Wawan dan sang istri Lilis Nuryati, Garasi 10 tetap bernafaskan seni (foto Asep GP) |
Seniman, budayawan dan Guru Besar FSRD ITB ini memang konsisten dengan arah langkahnya, akan tetap berkesenian selama hayat dikandung badan, dugi ka teu walakaya (sampai tidak berdaya), sesuai tulisan yang ada di kaos hitamnya yang kerap ia pakai, “Berkarya Itu Harus Seperti Helaan Napas” - Berhenti kalau kita mati!
Betul! Hingga ketika sedang tetirah di rumah sakit pun, Sang Maestro Kertas ini sempat menelepon wartawan dengan suara yang serak dan lemah nyaris berbisik dan tersendat, yang intinya mengatakan, berkesenian harus terus berjalan, dan ia tengah menyiapkan buku biografinya.
Setelah sempat dirawat 2 minggu di Rumah Sakit dan berangsur sembuh, dengan siatuasi dan kondisi kesehatan yang ada, ia menegaskan lagi akan merampungkan buku biografinya, karena khawatir banyak yang ikut serta menulis testimoni di dalamnya. “Alhamdulillah selama ini proses pembuatan buku biografi saya lancar dan akan ada tulisan tiga bahasa di dalamnya, Indonesia-Inggris dan Sunda,“ katanya, semangat dan gembira sekali. Buku itu editor dan penyusunnya adalah putranya sendiri, Syarif Maulana.
Semangat berkarya profesor berusia 71 tahun ini memang patut diacungi jempol bahkan mengalahkan anak muda. Baru-baru ini ketika wartawan berkunjung ke rumahnya/Garasi 10, Jalan Rebana 10 Bandung, jemarinya terlihat masih belepotan tinta hitam mungkin juga cat minyak warna hitam, terbukti ketika ada utusan dari Universitas Maranatha, ketika wartawan membantu mengambilkan karya seninya yang berbentuk bat pingpong (terbuat dari kertas dan kain kasa) yang tergeletak di meja warung Kopi Galeri 10, ternyata masih basah dan tinta hitamnya menempel di jari wartawan. Ow dalam keadaan masih sakit pun ternyata Kang Wawan masih sempat berkarya...ya itu adalah karya barunya, bukan main!
Dua karya tersebut “Rotasi” dan Pingpong & Kemanusiaan” akan dihaturkan kepada Rektor Maranatha untuk dipajang di ruangannya, sebagai apresiasi kepada rektor yang suka seni dan suka pingpong. Kang Wawan pun diminta rektor membuat Pusat Studi Kebudayaan Nusantara di Universitas Kristen Maranatha.
Dan kenapa dinamakan Pingpong Kemanusiaan? Sebab dengan pingpong kang Wawan banyak mendapat balad dan baraya (teman dan saudara), pingpong juga telah membawanya ke beberapa Negara.
Selain itu Kang wawan pun pada tanggal 27-28 Oktober 2022 menjadi Pembicara bersama Dr. Tisna Sanjaya, M.Sch dan S Ken Atik, M.Ds, juga Andang (photographer), dalam Seminar “Pelatihan Manajemen Sanggar/Lingkung Seni Kecamatan Buah Batu”. Acara bertajuk “Seni, Tradisi & Promosi Dalam Perspektif Jaman” akan digelar di Fox Harris Hotel MIM Bandung.
Malah seandainya Mantan Dekan FSRD ITB ini sudah jagjag waringkas (sehat, bugar benar), tanggal 29 Okotber 2022 ini ia pun akan ikut istrinya Lilis Nuryati ke acara perhelatan Internasional, “Pengibaran 1001 Ecoprint International Flag” di pelataran Candi Borubudur Magelang, Jawa Tengah.
Ya, kata Lilis 1001 bendera ecoprint dari seluruh Nusantara akan dibentangkan di pelataran Borobudur oleh 250 orang peserta yang berasal dari Sumatera - 7 orang, Banten - 16, DKI -13, Jabar 30, Jateng 43, DIY 85, Jatim 21, Kalimatan 3, Kaltim 2 peserta dan non AEPI (bukan anggota Asosiasi Ecoprinter Indonesia) 15, serta Panitia 6.
Uniknya semua peserta pun berbusana Kebaya Ecopprint untuk dicatat Unesco agar ke depannya lebih gebyar lagi bertaraf Internasional.
Kata Lilis, Kang Wawan juga pernah hadir dalam kegiatan ecoprint di Lembang KBB Jawa Barat dalam rangka Agustusan bertema Merah-Putih.
***
Seperti diketahui Lilis Nuryati adalah seniman otodidak, mulai terjun dalam bidang Ecoprint tahun 2018 setelah sebelumnya selama tiga tahun mendalami Sibhori (membuat motif batik lipet ikat celup, sebuah seni teknik pewarnaan kain dari Jepang atau batik versi Jepang), Lilis belajar langsung ke Empunya dari Jepang yang kebetulan datang ke Indonesia dan memberikan pelatihan di Museum Tekstil Tanah Abang - Jakarta. Lilis saat itu dikenalkan pada Shibori oleh Ibu Kustina di BLC (Bisnis Ladies Club ) Bandung, perkumpulan istri karyawan Telkom. Disanalah Lilis bersama Ibu Ida Tejaweani belajar Sibhori. Setelah sekian lama aktif dan diposisikan sebagai fasilitator di BLC, barulah pada tahun 2018 Lilis dikenalkan Bunda Ida dengan Ecoprint dan merasa tertarik sekali terutama karena menyangkut lingkungan hidup, bahan-bahannya dari alam, ramah lingkungan.
Lilis pun telah beberapa kali pameran di Bandung seperti di Telkom, kawasan Braga, dan sering memberi pelatihan di Telkom Supratman termasuk melatih ibu-ibu di masa pandemi secara virtual sebulan sekali, juga membuka toko bersama klub BLC yang digagas Bu Kus, di Handicraft Market, Jalan Jend A. Yani Bandung (kawasan Cicadas dekat Cicaheum) yang diisi semua karya ibu-ibu bimbingan BLC.
Nah setelah berkeluarga dengan Kang Wawan, Lilis digiring ke kertas oleh Maestro Kertas ini. Jadi ecoprint yang tadinya dia buat di media Kain beralih ke media Kertas. Dan istilah ecoprint oleh Garasi Seni 10 diganti menjadi “Cetak Daun”, jadi punya brand tersendiri.
Hingga sekarang Lilis telah berhasil membuat Ecoprint Kertas dalam bentuk buku sekitar 300 buah dari mulai buku sebesar jempol ibu jari tangan hingga yang ukuran standar. Juga hasilnya telah diikutsertakan dalam pameran bertajuk “Seni Nusantara Cirebon Ajaib dan Gaib”, rangkaian dari gelaran “Jelajah Seni Rupa Nusantara”, 19 September 2019.
Dan hingga sekarang seniwati kelahiran Bandung 11 Desember 1970 ini pun terus berkarya dan menjadi mentor baik online ataupun tatap muka (offline). Karena dia yakin ecoprint ini selain bisa untuk menambah penghasilan keluarga juga menyuarakan agar semua orang tetap menjaga lingkungan hidup. (Asep GP)***
Tatarjabar.com
October 27, 2022
CB Blogger
IndonesiaUniknya semua peserta pun berbusana Kebaya Ecopprint untuk dicatat Unesco agar ke depannya lebih gebyar lagi bertaraf Internasional.
Kata Lilis, Kang Wawan juga pernah hadir dalam kegiatan ecoprint di Lembang KBB Jawa Barat dalam rangka Agustusan bertema Merah-Putih.
***
Seperti diketahui Lilis Nuryati adalah seniman otodidak, mulai terjun dalam bidang Ecoprint tahun 2018 setelah sebelumnya selama tiga tahun mendalami Sibhori (membuat motif batik lipet ikat celup, sebuah seni teknik pewarnaan kain dari Jepang atau batik versi Jepang), Lilis belajar langsung ke Empunya dari Jepang yang kebetulan datang ke Indonesia dan memberikan pelatihan di Museum Tekstil Tanah Abang - Jakarta. Lilis saat itu dikenalkan pada Shibori oleh Ibu Kustina di BLC (Bisnis Ladies Club ) Bandung, perkumpulan istri karyawan Telkom. Disanalah Lilis bersama Ibu Ida Tejaweani belajar Sibhori. Setelah sekian lama aktif dan diposisikan sebagai fasilitator di BLC, barulah pada tahun 2018 Lilis dikenalkan Bunda Ida dengan Ecoprint dan merasa tertarik sekali terutama karena menyangkut lingkungan hidup, bahan-bahannya dari alam, ramah lingkungan.
Lilis pun telah beberapa kali pameran di Bandung seperti di Telkom, kawasan Braga, dan sering memberi pelatihan di Telkom Supratman termasuk melatih ibu-ibu di masa pandemi secara virtual sebulan sekali, juga membuka toko bersama klub BLC yang digagas Bu Kus, di Handicraft Market, Jalan Jend A. Yani Bandung (kawasan Cicadas dekat Cicaheum) yang diisi semua karya ibu-ibu bimbingan BLC.
Nah setelah berkeluarga dengan Kang Wawan, Lilis digiring ke kertas oleh Maestro Kertas ini. Jadi ecoprint yang tadinya dia buat di media Kain beralih ke media Kertas. Dan istilah ecoprint oleh Garasi Seni 10 diganti menjadi “Cetak Daun”, jadi punya brand tersendiri.
Hingga sekarang Lilis telah berhasil membuat Ecoprint Kertas dalam bentuk buku sekitar 300 buah dari mulai buku sebesar jempol ibu jari tangan hingga yang ukuran standar. Juga hasilnya telah diikutsertakan dalam pameran bertajuk “Seni Nusantara Cirebon Ajaib dan Gaib”, rangkaian dari gelaran “Jelajah Seni Rupa Nusantara”, 19 September 2019.
Dan hingga sekarang seniwati kelahiran Bandung 11 Desember 1970 ini pun terus berkarya dan menjadi mentor baik online ataupun tatap muka (offline). Karena dia yakin ecoprint ini selain bisa untuk menambah penghasilan keluarga juga menyuarakan agar semua orang tetap menjaga lingkungan hidup. (Asep GP)***
Prof. Dr. Setiawan Sabana MFA, Sakit Bukan Berarti Berhenti Berkarya
Posted by
Tatarjabar.com on Thursday, October 27, 2022
Prof. Wawan dan sang istri Lilis Nuryati, Garasi 10 tetap bernafaskan seni (foto Asep GP) |
Seniman, budayawan dan Guru Besar FSRD ITB ini memang konsisten dengan arah langkahnya, akan tetap berkesenian selama hayat dikandung badan, dugi ka teu walakaya (sampai tidak berdaya), sesuai tulisan yang ada di kaos hitamnya yang kerap ia pakai, “Berkarya Itu Harus Seperti Helaan Napas” - Berhenti kalau kita mati!
Betul! Hingga ketika sedang tetirah di rumah sakit pun, Sang Maestro Kertas ini sempat menelepon wartawan dengan suara yang serak dan lemah nyaris berbisik dan tersendat, yang intinya mengatakan, berkesenian harus terus berjalan, dan ia tengah menyiapkan buku biografinya.
Setelah sempat dirawat 2 minggu di Rumah Sakit dan berangsur sembuh, dengan siatuasi dan kondisi kesehatan yang ada, ia menegaskan lagi akan merampungkan buku biografinya, karena khawatir banyak yang ikut serta menulis testimoni di dalamnya. “Alhamdulillah selama ini proses pembuatan buku biografi saya lancar dan akan ada tulisan tiga bahasa di dalamnya, Indonesia-Inggris dan Sunda,“ katanya, semangat dan gembira sekali. Buku itu editor dan penyusunnya adalah putranya sendiri, Syarif Maulana.
Semangat berkarya profesor berusia 71 tahun ini memang patut diacungi jempol bahkan mengalahkan anak muda. Baru-baru ini ketika wartawan berkunjung ke rumahnya/Garasi 10, Jalan Rebana 10 Bandung, jemarinya terlihat masih belepotan tinta hitam mungkin juga cat minyak warna hitam, terbukti ketika ada utusan dari Universitas Maranatha, ketika wartawan membantu mengambilkan karya seninya yang berbentuk bat pingpong (terbuat dari kertas dan kain kasa) yang tergeletak di meja warung Kopi Galeri 10, ternyata masih basah dan tinta hitamnya menempel di jari wartawan. Ow dalam keadaan masih sakit pun ternyata Kang Wawan masih sempat berkarya...ya itu adalah karya barunya, bukan main!
Dua karya tersebut “Rotasi” dan Pingpong & Kemanusiaan” akan dihaturkan kepada Rektor Maranatha untuk dipajang di ruangannya, sebagai apresiasi kepada rektor yang suka seni dan suka pingpong. Kang Wawan pun diminta rektor membuat Pusat Studi Kebudayaan Nusantara di Universitas Kristen Maranatha.
Dan kenapa dinamakan Pingpong Kemanusiaan? Sebab dengan pingpong kang Wawan banyak mendapat balad dan baraya (teman dan saudara), pingpong juga telah membawanya ke beberapa Negara.
Selain itu Kang wawan pun pada tanggal 27-28 Oktober 2022 menjadi Pembicara bersama Dr. Tisna Sanjaya, M.Sch dan S Ken Atik, M.Ds, juga Andang (photographer), dalam Seminar “Pelatihan Manajemen Sanggar/Lingkung Seni Kecamatan Buah Batu”. Acara bertajuk “Seni, Tradisi & Promosi Dalam Perspektif Jaman” akan digelar di Fox Harris Hotel MIM Bandung.
Malah seandainya Mantan Dekan FSRD ITB ini sudah jagjag waringkas (sehat, bugar benar), tanggal 29 Okotber 2022 ini ia pun akan ikut istrinya Lilis Nuryati ke acara perhelatan Internasional, “Pengibaran 1001 Ecoprint International Flag” di pelataran Candi Borubudur Magelang, Jawa Tengah.
Ya, kata Lilis 1001 bendera ecoprint dari seluruh Nusantara akan dibentangkan di pelataran Borobudur oleh 250 orang peserta yang berasal dari Sumatera - 7 orang, Banten - 16, DKI -13, Jabar 30, Jateng 43, DIY 85, Jatim 21, Kalimatan 3, Kaltim 2 peserta dan non AEPI (bukan anggota Asosiasi Ecoprinter Indonesia) 15, serta Panitia 6.
Uniknya semua peserta pun berbusana Kebaya Ecopprint untuk dicatat Unesco agar ke depannya lebih gebyar lagi bertaraf Internasional.
Kata Lilis, Kang Wawan juga pernah hadir dalam kegiatan ecoprint di Lembang KBB Jawa Barat dalam rangka Agustusan bertema Merah-Putih.
***
Seperti diketahui Lilis Nuryati adalah seniman otodidak, mulai terjun dalam bidang Ecoprint tahun 2018 setelah sebelumnya selama tiga tahun mendalami Sibhori (membuat motif batik lipet ikat celup, sebuah seni teknik pewarnaan kain dari Jepang atau batik versi Jepang), Lilis belajar langsung ke Empunya dari Jepang yang kebetulan datang ke Indonesia dan memberikan pelatihan di Museum Tekstil Tanah Abang - Jakarta. Lilis saat itu dikenalkan pada Shibori oleh Ibu Kustina di BLC (Bisnis Ladies Club ) Bandung, perkumpulan istri karyawan Telkom. Disanalah Lilis bersama Ibu Ida Tejaweani belajar Sibhori. Setelah sekian lama aktif dan diposisikan sebagai fasilitator di BLC, barulah pada tahun 2018 Lilis dikenalkan Bunda Ida dengan Ecoprint dan merasa tertarik sekali terutama karena menyangkut lingkungan hidup, bahan-bahannya dari alam, ramah lingkungan.
Lilis pun telah beberapa kali pameran di Bandung seperti di Telkom, kawasan Braga, dan sering memberi pelatihan di Telkom Supratman termasuk melatih ibu-ibu di masa pandemi secara virtual sebulan sekali, juga membuka toko bersama klub BLC yang digagas Bu Kus, di Handicraft Market, Jalan Jend A. Yani Bandung (kawasan Cicadas dekat Cicaheum) yang diisi semua karya ibu-ibu bimbingan BLC.
Nah setelah berkeluarga dengan Kang Wawan, Lilis digiring ke kertas oleh Maestro Kertas ini. Jadi ecoprint yang tadinya dia buat di media Kain beralih ke media Kertas. Dan istilah ecoprint oleh Garasi Seni 10 diganti menjadi “Cetak Daun”, jadi punya brand tersendiri.
Hingga sekarang Lilis telah berhasil membuat Ecoprint Kertas dalam bentuk buku sekitar 300 buah dari mulai buku sebesar jempol ibu jari tangan hingga yang ukuran standar. Juga hasilnya telah diikutsertakan dalam pameran bertajuk “Seni Nusantara Cirebon Ajaib dan Gaib”, rangkaian dari gelaran “Jelajah Seni Rupa Nusantara”, 19 September 2019.
Dan hingga sekarang seniwati kelahiran Bandung 11 Desember 1970 ini pun terus berkarya dan menjadi mentor baik online ataupun tatap muka (offline). Karena dia yakin ecoprint ini selain bisa untuk menambah penghasilan keluarga juga menyuarakan agar semua orang tetap menjaga lingkungan hidup. (Asep GP)***
Uniknya semua peserta pun berbusana Kebaya Ecopprint untuk dicatat Unesco agar ke depannya lebih gebyar lagi bertaraf Internasional.
Kata Lilis, Kang Wawan juga pernah hadir dalam kegiatan ecoprint di Lembang KBB Jawa Barat dalam rangka Agustusan bertema Merah-Putih.
***
Seperti diketahui Lilis Nuryati adalah seniman otodidak, mulai terjun dalam bidang Ecoprint tahun 2018 setelah sebelumnya selama tiga tahun mendalami Sibhori (membuat motif batik lipet ikat celup, sebuah seni teknik pewarnaan kain dari Jepang atau batik versi Jepang), Lilis belajar langsung ke Empunya dari Jepang yang kebetulan datang ke Indonesia dan memberikan pelatihan di Museum Tekstil Tanah Abang - Jakarta. Lilis saat itu dikenalkan pada Shibori oleh Ibu Kustina di BLC (Bisnis Ladies Club ) Bandung, perkumpulan istri karyawan Telkom. Disanalah Lilis bersama Ibu Ida Tejaweani belajar Sibhori. Setelah sekian lama aktif dan diposisikan sebagai fasilitator di BLC, barulah pada tahun 2018 Lilis dikenalkan Bunda Ida dengan Ecoprint dan merasa tertarik sekali terutama karena menyangkut lingkungan hidup, bahan-bahannya dari alam, ramah lingkungan.
Lilis pun telah beberapa kali pameran di Bandung seperti di Telkom, kawasan Braga, dan sering memberi pelatihan di Telkom Supratman termasuk melatih ibu-ibu di masa pandemi secara virtual sebulan sekali, juga membuka toko bersama klub BLC yang digagas Bu Kus, di Handicraft Market, Jalan Jend A. Yani Bandung (kawasan Cicadas dekat Cicaheum) yang diisi semua karya ibu-ibu bimbingan BLC.
Nah setelah berkeluarga dengan Kang Wawan, Lilis digiring ke kertas oleh Maestro Kertas ini. Jadi ecoprint yang tadinya dia buat di media Kain beralih ke media Kertas. Dan istilah ecoprint oleh Garasi Seni 10 diganti menjadi “Cetak Daun”, jadi punya brand tersendiri.
Hingga sekarang Lilis telah berhasil membuat Ecoprint Kertas dalam bentuk buku sekitar 300 buah dari mulai buku sebesar jempol ibu jari tangan hingga yang ukuran standar. Juga hasilnya telah diikutsertakan dalam pameran bertajuk “Seni Nusantara Cirebon Ajaib dan Gaib”, rangkaian dari gelaran “Jelajah Seni Rupa Nusantara”, 19 September 2019.
Dan hingga sekarang seniwati kelahiran Bandung 11 Desember 1970 ini pun terus berkarya dan menjadi mentor baik online ataupun tatap muka (offline). Karena dia yakin ecoprint ini selain bisa untuk menambah penghasilan keluarga juga menyuarakan agar semua orang tetap menjaga lingkungan hidup. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment