Home
» Sosial Politik
» Fadel Muhammad dan Eni Sumarni Dukung Penggantian Nama Jawa Barat Menjadi Tatar Sunda
Monday, October 19, 2020
![]() |
Ganjar Kurnia, monumen administratif Provinsi Tatar Sunda |
Keinginan para inohong (tokoh) Sunda untuk mengganti nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Tatar Sunda, mendapat dukungan dari Wakil Ketua MPR RI, Fadel Muhammad dan Anggota DPD RI Jawa Barat Dra. Ir. Hj. Eni Sumarni, M.Kes.
Hal itu ditegaskan Fadel Muhammad dan Bunda Eni dalam “Dialog Aspirasi Pengembalian Nama Provinsi Jawa Barat Jadi Provinsi Sunda – Tatar Sunda” yang berlangsung di Perpustakaan Ajip Rosidi Jl. Garut No. 2 Kota Bandung, Senin (12/10/2020).
Fadel yang disambut dengan upacara pemakaian Iket Sunda sebagai tanda kesamaan pemikiran dengan para inohong, mengatakan penggantian nama provinsi itu suatu hal yang biasa.
Dahulu, ketika Irian Barat berubah menjadi Papua pun begitu. Fadel sebelumnya bertemu dengan beberapa tokoh Irian yang ingin mengganti nama Irian Barat menjadi Papua. Setelah dibicarakan dengan Gusdur (presiden waktu itu) dan disetujui maka akhirnya sepakat membuat Provinsi Papua. “Saya kira gak ada masalah, kalau ada yang mengatakan Primordial, lalu apa dosa primordial? Gak apa-apa, akhirnya kita sepakat, makanya bikin Provinsi Papua,” tegasnya.
![]() |
Acil Bimbo, urang Sunda dimamana elehan |
Begitu juga ketika berhasil membuat Provinsi Gorontalo di Sulawesi. Tadinya banyak yang menentang karena Gorontalo adalah nama kota, sedangkan provinsi lainnya rata-rata disertai nama Sulawesi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara). Tapi Fadel bersikukuh, masak harus menamakannya sebagai Provinsi Sulawesi Utara – Barat. Dan Alhamdulillah akhirnya (5 Desember 2020) Provinsi Gorontalo berdiri dan ketika itu Sulawesi Barat pun dibentuk. Terbentuknya Provinsi Gorontalo tersebut menginspirasi nama Provinsi Banten.
“Jadi gak apa-apa itu, tidak perlu khawatir, ini hal biasa .Saya besar dan berteman dengan orang Sunda (lama tinggal di Bandung, kuliah di ITB). Jadi menurut saya gak ada salahnya. Tinggal sekarang mengatur strateginya, harus ada yang berani memulai dan kebetulan sekarang saya di MPR, “ katanya, memberi semangat.
![]() |
Fadel Muhammad, mendukung aspirasi tokoh Sunda merubah Prov. Jabar jadi Provinsi Sunda |
Jadi kata Fadel, tidak perlu khawatir dicap primordial, tinggal caranya, tekniknya ke atas, misalnya pendekatan ke Presiden Jokowi atau bisa lewat tokoh Sunda Ginanjar Kartasasmita.
Dalam dialog tersebut hadir Rektor Unpad ke-10, Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA, Aji Esapoetra, Agung Sutrisno, Gunawan Undang, Dina Ahmad, Avi Taufik Hidayat, Andri Perkasa Kantaprawira, Iip D. Yahya, Muhammad Ridlo Eisy, Elvi Slyviadi (Pupuhu Keraton Galuh Pakuan ), Acil Bimbo, Maman Wangsaatmadja, Elan Heryanto, Memet Hamdan, Heny Hernawijaya, Nana Munajat, Mang Nusa, dsb.
Avi Taufik Hidayat sebagai Ketua Kongres Sunda menyatakan terima kasih atas rawuhnya Wakil Ketua MPR yang sudah jauh-jauh datang ke Bandung hanya untuk mendengarkan aspirasi para inohong Sunda, juga kepada Bunda Eni (Anggota DPD RI Jawa Barat Dra. Ir. Hj. Eni Sumarni, M.Kes), yang sudah memfasilitasi acara ini.
![]() |
Fadel mendapat kehormatan memakai Iket Sunda |
Kata Avi, ketika Orde Baru berakhir dan masuk Orde Reformasi, maka seluruh suku bangsa di Indonesia ini bangkit dan yang paling beruntung adalah masyarakat Gorontalo. “Nah kira-kira urang Sunda ini akan bagaimana, apa mampu sehebat orang Gorontalo. Maka jalan satu-satunya kami harus mengadakan Kongres Sunda untuk menetapkan Provinsi Sunda sebagai pengganti Provinsi Jawa Barat. Suku-suku bangsa ini memang harus kembali ke primordialisme sebagai pondasi yang kuat untuk menopang bangunan besar Negara Indonesia. Kami sendiri tidak segan mengakui bahwa kami Suku Sunda tapi tetap bangsa Indonesia, sesuai tujuan Kongres Sunda untuk memperjuangkan Sunda Mulia – Nusantara Jaya, “ tegasnya.
Sementara itu Ketua Pengarah Kongres Sunda, Andri Perkasa Kantraprawira, menyitir perkataan Yudi Latif yang jadi Pemantik di acara Sawalamaya Pra Kongres Sunda bertajuk “Mendorong Masyarakat Sunda Menatap Jauh ke Depan Dalam Menghadapi Perang Modern", di Aula Pikiran Rakyat, (16/7/2020).
Indonesia adalaha rumah besar yang ditopang banyak kaki dan kaki itu dalam bahasa Sunda disebut suku, maka tiap suku itu jangan saling meringkus, biarkan suku-suku itu menancap dalam bumi primordialnya masing-masing tapi sama-sama mengusung rumah besar negara Indonesia.
“Indonesia capaiannya belum banyak, tapi Indonesia itu harus dilihat sebagai anggur tua dalam botol baru. Memang bangsa Indonesia baru tidak bergerak dalam ruang vakum, tapi anggur Sunda, anggur Papua itu mantap, banyak kelebihannya. Jadi kalau Indonesia ingin punya kebanggaan Nasional anggur-anggur tua itu harus dipertahankan,. Local Genius yang disemai oleh suku-suku di Indonesia harus dipertahankan, “ tegas Andri.
Hal yang sama dikatakan Elvi Sliviadi, Ketua Keraton Galuh Pakuan ini tidak mau kehilangan budaya dan kearifan lokal Sunda.
Elvi yang pernah tinggal lama di Gorontalo dan menyaksikan Fadel Muhammad (gubernur) membangun Gorontalo dari awal hingga maju seperti sekarang, membelah gunung, membangun kota dan membangun tatanan pertanian hingga menjadi swasembada pangan, menganggap Fadel putra terbaik Jawa Barat (kuliah di Bandung - ITB) dan itu menjadi inspirasi bagi orang Sunda.
Demkian pula bagi Tim Pengkaji Penggantian nama Provinsi Jawa Barat ke Tatar Sunda, Aji Esapoetra, guru vokal penyanyi ternama Rosa ini tidak mau kehilangan budaya warisan leuluhur Sunda yang sudah terbukti adiluhung. Tapi karena ada perubahan nama Sunda menjadi Jawa Barat oleh Belanda, ada pembunuhan karakter, katanya.
Orang Sunda dari dulu terkenal kompak bersinergi tidak pernah mengganggu kerajaan lain walau angkatan perangnya termasuk hebat waktu itu. Tapi akibat pembunuhan karakter tesebut, budaya Sunda kian musnah, falsafah-falsafah orang Sunda makin ke sini makin hilang.
Karakter Sunda yang cinta damai, guyub, kompak, suka tolong menolong, sabilulungan, sagotongroyong, sareundeuk saigel sabobot sapihanean, sauyunan, kini berubah suka papaseaan (bermusuhan) baik dengan orang lain maupun dengan orang Sundanya sendiri. Untuk itu perlu sebuah ikatan batin yang dapat menyatukan orang Sunda, yaitu tadi dengan menjadikan kembali nama Provinsi Tatar Sunda. “Maka pentinglah kiranya Pak Fadel sebagai wakil Ketua MPR, turun tangan”, pintanya.
Kata Aji, sudah sejak dari 2012 pihaknya beserta 6 Guru Besar melakukan pengkajian bahwa perubahan nama itu sudah terbukti mengakibatkan pembunuhan karakter bagi orang Sunda.
Perubahan nama dari Sunda ke Jabar mematikan daya saing. Tingkat Kemiskinan di Jabar ranking 15, padahal dekat ke ibukota dan penduduknya terbanyak di Indonesia. Lingkungannya juga sangat buruk dan tahun 2013 menjadi Provinsi Terkumuh di Indonesia.
![]() |
Siap sukseskan Kongres Sunda |
“Tokoh-tokoh yang manggung di Nasional pun kalah dengan Makasar yang penduduknya hanya 3 juta, padahal kita 50 juta. Tidak dianggap kita. Perubahan nama Jabar telah merugikan eksistensi orang Sunda. Malah ada akademisi Amerika yang berpendapat orang Sunda etnis yang sangat tidak dikenal di dunia, bahkan dianggap sebagai bagian dari suku Jawa, persis sama kalau kami pergi ke Kalimantan dan daerah lainnya di Indonesia, dianggap dari Jawa,“ kata Aji kesal, sambil berjanji akan memberikan bahan kajiannya yang lengkap kepada Fadel Muhammad.
Sebagai Tim Pengkaji, Aji juga mengetahui, kalau perubahan nama ini terwujud Cirebon akan membuat provinsi baru (memisahkan diri). Ini yang jadi hambatan dan membuat wakil rakyat ketakutan, belum lagi ketakutan para pendatang didominasi mayoritas. “Padahal sampai sekarang orang Sunda tetap someah, sangat welcome ke setiap pendatang. Anggota DPR dari Sunda aja hanya 33%, tidak pernah teriak-teriak marah dan mengganggu. Jadi tidak masuk akal“, tegas Aji.
Tapi seandainya Provinsi Tatar Sunda jadi dan Cirebon, Bekasi, Depok, dsb, membuat provinsi baru, kata Aji, tidak apa-apa, toh Orang Sunda jumlahnya masih 25 juta. Aji pun saat itu menguatkan keinginan orang Sunda dengan Permendagri No. 30 Tahun 2012.
Hambatannya. kata Aji cuma dua, prosedurnya gubernur sama DPRD. Gubernur harus mengusulkan pergantian ke DPRD dan ketika dapat persetujuan DPRD, gubernur harus mengajukan ke Kementrian dalam Negeri.
“Simpel sebenarnya, tapi kami ketika ke Aher dan Emil tidak ditanggapi, itu ajuannya sudah dikasih sebelum Covid. Jadi harus ada Sunda Kultural kaya Pak Fadel yang mendukung, “ pungkas Aji.
Sementara Kang Ganjar (Prof. Ganjar Kurnia), tak bosan-bosannya mendukung, saat itu juga di hadapan Fadel Muhammad dia menegaskan, “Saya ingin bicara bahwa di dunia ini pernah ada nama Sunda, ada Paparan Sunda, Selat Sunda, Kepulauan Sunda Besar (pulau-pulau besar di Indonesia, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Jawa), dan Sunda Kecil (Bali, Papua, Nusa Tenggara, dan pulau kecil lainnya)”.
Tapi kata Ketua Kebudayaan Jawa Barat ini, nama Sunda makin ke sini makin tergerus. Ganjar tidak mengerti alasannya kenapa nama kepulauan Sunda Besar dan Sunda Kecil dihilangkan. Juga kenapa Tanah Sunda dinamakan Jawa Barat.
“Saya ingin menggunakan Sunda sebagai satu nama yang monumental, saya khawatir budaya Sunda semakin lama semakin hilang, yang paham tentang budaya Sunda itu generasi terakhir taun 50-an, kesininya bahasa nama, sudah mulai hilang. Jadi saya ingin mengabadikan saja bahwa di dunia ini pernah ada suatu suku bangsa ada satu wilayah yang namanya Sunda, ya saya kira pantas lah kalau itu dipakai nama provinsi, kalau nama provinsi Sunda tidak ada, ya mungkin paling tidak nama RW lah,“ kelakar Ganjar, disambut riuh tawa hadirin.
Ganjar mengaku tidak punya tendensi, karena kalau bicara sukuisme tetap saja ada nuansa politik. “Saya lebih bersikap netral saja, saya hanya ingin nama Sunda diabadikan, paling tidak pada wilayah“, imbuhnya.
Dan dengan nama itu, kata Ganjar, tidak menggangu teman-teman di Cirebon dsb. Ini hanya satu nama saja dan kadang-kadang ada ketakutan kalau nama Sunda dipakai. “Ya, Biarin aja kalau mereka tidak mau mah jangan pikirkan orang lain, atau jangan-jangan itu mah hanya alasan orang yang tidak mau mendukung. “
Kalau suatu wilayah semakin sempit, nama, bahasa dan budayanya juga akan semakin hilang. “Ya kita sebagai generasi Sunda sekarang harus mewariskan monumen administratif kepada bangsa Sunda, meninggalkan sesuatu yang monumental bernama Provinsi Tatar Sunda. Paling tidak, diketahui bahwa di alam dunia ini ada satu wilayah, satu suku, yang namanya Sunda,“ pungkasnya.
Sementara itu Kang Acil Bimbo menggebrak, menyemangati, ngageuing urang Sunda yang menurutnya selama ini dimana pun elehan (kalah terus). Padahal menurut Acil, susah mencari bangsa yang kaya dengan Sumber Daya Alamnya seperti urang Sunda. Keadaban Sunda pun sangat tinggi, silih asah - silih asih- silih asuh, tapi kenapa orang Sunda selalu kalah dan terpinggirkan. Nah untuk itu kita harus jadi bangsa yang unggul dan tangguh, mulai hari ini mari kita tingkatkan lagi karakter dan kepribadian Sunda yang sebenarnya,“ tegasnya.
Selesai acara, Fadel Muhammad kepada para awak media kembali menegaskan bahwa keinginan para inohong Sunda mengganti nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda atau Tatar Sunda, itu hal biasa seperti yang terjadi pada Provinsi Gorotanlo dan Papua. “Salah satu tugas MPR adalah menyerap aspirasi yang berkembang di Masyarakat dan saatnya nanti akan kita bicarakan ke presiden,” katanya pasti.
“Fadli Zon sudah deklarasi dia ingin Sumatera Barat jadi Provinsi Minang dan tanggapannya luar biasa rame sekali. Jadi saya kira keinginan orang Sunda mengganti nama Provinsi Jabar juga gak apa- apa, itu biasa, tandanya ada spirit-spirit baru muncul, itu bagus supaya budaya masing-masing daerah tidak hilang. Tapi kalau ada yang tidak setuju, komunikasikan lah, “ pungkasnya.
Demikian juga Anggota DPD RI Jawa Barat Eni Sumarni, sangat mengapresiasi keinginan para tokoh Jabar untuk menetapkan Provinsi Tatar Sunda ini. “Secara psikologis demografis nama Sunda sudah ada di peta dunia tapi makin ke sini makin tergerus untuk itu akan dikembalikan. Intinya nama Sunda jangan sampai hilang baik di nasional maupun di dunia internasional”, tegasnya.
Sampai berita ini diturunkan selain banyak dukungan, nada-nada penolakan pun bermunculan, tapi Andri Perkasa Kantaprawira dan panitia dari Kongres Sunda tak lelah berkeliling ke tiap kabupaten/kota untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan hal ini, seperti yang sudah dilakukan ke Bekasi (yang dulu bernama Sundapura), Cirebon (Cirebon Larang, cikal bakal Kesultanan Cirebon adalah bawahan Pajajaran dan yang membuka daerah Cirebon Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana adalah putra Prabu Siliwangi dari Subang Rarang) serta daerah Pantura lainnya sambil terus menggelar Sawala Daerah ke Sumedang (Sunda Mandiri Pangan), Bogor (Kota Pusaka), Purwakarta, Garut, dsb.
Sekilas Tentang Sunda
Sunda (menurut R.W. van Bemmelen ,1949), adalah nama dataran bagian barat laut wilayah India Timur, sedangkan bagian tenggara dinamai dataran Sahul. Dataran Sunda dikelilingi oleh sistem Gunung Sunda yang melingkar (circum, Sunda Mountain System) sepanjang 7.000 km. Dataran Sunda (Circum – Sunda System) terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian utara yang meliputi Kepulauan Filipina dan pulau-pulau karang sepanjang Lautan Pasifik bagian barat serta bagian selatan yang terbentang dari timur ke barat mulai Maluku bagian Selatan hingga Lembah Brahmaputra di Assam (India).
Dengan demikian, bagian selatan dataran Sunda itu dibentuk oleh kawasan mulai Pulau Banda di timur terus ke arah barat melalui pulau-pulau di Kepulauan Sunda Kecil (the Lesser Sunda Islands), Jawa, Sumatera, Kepulauan Andaman, dan Nikobar sampai ke Arakan Yoma di Birma. Selanjutnya dataran ini bersambung dengan kawasan Sistem Gunung Himalaya di barat dan dataran Sahul di timur (Bemmelen, 1949: 2-3). Di samping itu, dalam buku-buku ilmu bumi dikenal pula istilah Sunda Besar dan Sunda Kecil. Sunda Besar adalah himpunan pulau yang berukuran besar, terdiri atas Sumatera, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil adalah pulau-pulau yang berukuran kecil yang termasuk ke dalam Provinsi Bali, Nusa Tenggara, dan Timor (Bemmelen, 1949: 15-16).
Sedangkan istilah Sunda, menurut data sejarah, menunjukkan pengertian wilayah di bagian barat Pulau Jawa dengan segala aktivitas kehidupan manusia di dalamnya, muncul untuk pertama kalinya pada abad ke-11 Masehi. Istilah Sunda tersebut tercatat dalam Prasasti Cibadak (Sukabumi). Dalam prasasti yang berangka tahun 952 Saka (1030 Masehi) tersebut Raja Sri Jayabhupati menyebut dirinya sebagai raja Sunda. Tapi dalam prasasti itu tidak dijelaskan kapan Kerajaan Sunda berdiri.
Hanya dalam sumber sekunder (naskah berbahasa Sunda kuna) dikatakan Kerajaan Sunda didirikan oleh Maharaja Tarusbawa. Menurut naskah Nagarakretabhumi, Maharaja Tarusbawa memerintah dalam kurun waktu 591-645 Saka (669/670 -723/724 Masehi. Tarusbawa adalah penerus raja-raja Tarumanagara. Dengan demikian berarti Kerajaan Sunda berdiri pada akhir abad ke-7 atau ke-8 Masehi.
Istilah Sunda untuk menamai wilayah dan penduduk di bagian barat Pulau Jawa, seperti halnya nama pulau Sumatera, Bali, Bima, Sumbawa, telah dikaitkan dengan kebudayaan Hindu.
Kata suddha dalam bahasa sansekerta dipakai sebagai nama gunung yang menjulang di wilayah ini, yaitu Gunung Sunda (1.850 meter). Gunung ini tampak dari jauh putih bercahaya karena tertutup abu bekas letusan. Selanjutnya, nama Sunda dipakai untuk menamai wilayah tempat gunung tersebut berada.
Selain artinya, Putih Bercahaya, nama Sunda juga terdapat dalam karya sastra Adiparwa, bagian pertama dari kitab Mahabharata yang dianggap suci oleh umat Hindu, di sana diceritakan ada dua orang tokoh raja raksasa bernama Sunda dan Upasunda. Istilah Sunda atau Sonda juga dipakai nama kota di pesisir Barat India, sebelah tenggara Goa dan sebelah timur kota pelabuhan Karwar. Selain itu pernah juga ada Kerajaan Sunda di India dengan ibu kotanya Ponda, dekat Goa.
Istilah Sunda sebagai nama kerajaan atau paling tidak sebagai nama wilayah/tempat, tercatat pula dalam prasasti lain dan 4 buah naskah berbahasa Sunda Kuna dari akhir abad ke-15 atau ke-16 Masehi.
Prasasti tersebut adalah Prasasti Kebantenan yang ditemukan di Bekasi. Diceritakan dalam prasasti tersebut adanya tempat (dayeuhan) bernama Sundasembawa, juga Jayagiri di tempat lainnya. Kedua tempat yang diperkirakan oleh para ahli sejarah sebagai Mandala atau daerah suci tempat keagamaan itu, berada di wilayah Kerajaan Sunda.
Adapun keempat naskah yang memuat istilah Sunda tersebut adalah Carita Parahiyangan, Sanghyang Siksakanda Ng Karesian, Sewaka Darma, dan Bujangga Manik.
Dalam naskah-naskah tersebut nama wilayah Sunda disebut bersama atau dalam hubungan dengan wilayah lain, seperti Jawa, Lampung, Baluk, Cempa. Bahkan dalan naskah Bujangga Manik dijelaskan tentang batas wilayah Sunda dengan wilayah Jawa, yaitu Sungai Cipamali (kini berubah jadi Kali Pemali), dekat Brebes. Dikatakan, “Sadatang ka tungtung Sunda, meu (n) tasing di Cipamali, datang ka alas Jawa,” (setibanya di ujung Sunda, menyeberang di Cipamali. Masuk ke wilayah Jawa.
Batas wilayah Sungai Cipamali ini diabadikan pula dalam cerita Pantun Ciung Wanara, yang kisahnya berakhir dengan sumpah antara dua tokoh utama kakak-beradik, Ciung Wanara dan Hariang Banga, bahwa mereka akan mengakhiri pertengkaran dan sepakat membagi wilayah kekuasaan di Pulau Jawa atas dua bagian, Sunda dan Jawa, dengan batas Sungai Cipamali. Mereka turun-temurun akan memerintah di wilayah kerajaan masing-masing, Ciung Wanara di Kerajaan Pajajaran (Sunda) dan Hariang Banga di Majapahit (Jawa). Selain itu, sebuah naskah yang ditulis di Sumedang tahun 1846 masih menyatakan bahwa batas Kerajaan Sumedanglarang (penerus Kerajaan Sunda) di sebelah timur adalah Lepen (Sungai) Pemali.
(sumber tulisan : Kebudayaan Sunda – Suatu Pendekatan Sejarah, Edi S. Ekadjati, Pustakajaya, 1995). Asep GP***
Fadel Muhammad dan Eni Sumarni Dukung Penggantian Nama Jawa Barat Menjadi Tatar Sunda
Posted by
Tatarjabar.com on Monday, October 19, 2020
![]() |
Ganjar Kurnia, monumen administratif Provinsi Tatar Sunda |
Keinginan para inohong (tokoh) Sunda untuk mengganti nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Tatar Sunda, mendapat dukungan dari Wakil Ketua MPR RI, Fadel Muhammad dan Anggota DPD RI Jawa Barat Dra. Ir. Hj. Eni Sumarni, M.Kes.
Hal itu ditegaskan Fadel Muhammad dan Bunda Eni dalam “Dialog Aspirasi Pengembalian Nama Provinsi Jawa Barat Jadi Provinsi Sunda – Tatar Sunda” yang berlangsung di Perpustakaan Ajip Rosidi Jl. Garut No. 2 Kota Bandung, Senin (12/10/2020).
Fadel yang disambut dengan upacara pemakaian Iket Sunda sebagai tanda kesamaan pemikiran dengan para inohong, mengatakan penggantian nama provinsi itu suatu hal yang biasa.
Dahulu, ketika Irian Barat berubah menjadi Papua pun begitu. Fadel sebelumnya bertemu dengan beberapa tokoh Irian yang ingin mengganti nama Irian Barat menjadi Papua. Setelah dibicarakan dengan Gusdur (presiden waktu itu) dan disetujui maka akhirnya sepakat membuat Provinsi Papua. “Saya kira gak ada masalah, kalau ada yang mengatakan Primordial, lalu apa dosa primordial? Gak apa-apa, akhirnya kita sepakat, makanya bikin Provinsi Papua,” tegasnya.
![]() |
Acil Bimbo, urang Sunda dimamana elehan |
Begitu juga ketika berhasil membuat Provinsi Gorontalo di Sulawesi. Tadinya banyak yang menentang karena Gorontalo adalah nama kota, sedangkan provinsi lainnya rata-rata disertai nama Sulawesi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara). Tapi Fadel bersikukuh, masak harus menamakannya sebagai Provinsi Sulawesi Utara – Barat. Dan Alhamdulillah akhirnya (5 Desember 2020) Provinsi Gorontalo berdiri dan ketika itu Sulawesi Barat pun dibentuk. Terbentuknya Provinsi Gorontalo tersebut menginspirasi nama Provinsi Banten.
“Jadi gak apa-apa itu, tidak perlu khawatir, ini hal biasa .Saya besar dan berteman dengan orang Sunda (lama tinggal di Bandung, kuliah di ITB). Jadi menurut saya gak ada salahnya. Tinggal sekarang mengatur strateginya, harus ada yang berani memulai dan kebetulan sekarang saya di MPR, “ katanya, memberi semangat.
![]() |
Fadel Muhammad, mendukung aspirasi tokoh Sunda merubah Prov. Jabar jadi Provinsi Sunda |
Jadi kata Fadel, tidak perlu khawatir dicap primordial, tinggal caranya, tekniknya ke atas, misalnya pendekatan ke Presiden Jokowi atau bisa lewat tokoh Sunda Ginanjar Kartasasmita.
Dalam dialog tersebut hadir Rektor Unpad ke-10, Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA, Aji Esapoetra, Agung Sutrisno, Gunawan Undang, Dina Ahmad, Avi Taufik Hidayat, Andri Perkasa Kantaprawira, Iip D. Yahya, Muhammad Ridlo Eisy, Elvi Slyviadi (Pupuhu Keraton Galuh Pakuan ), Acil Bimbo, Maman Wangsaatmadja, Elan Heryanto, Memet Hamdan, Heny Hernawijaya, Nana Munajat, Mang Nusa, dsb.
Avi Taufik Hidayat sebagai Ketua Kongres Sunda menyatakan terima kasih atas rawuhnya Wakil Ketua MPR yang sudah jauh-jauh datang ke Bandung hanya untuk mendengarkan aspirasi para inohong Sunda, juga kepada Bunda Eni (Anggota DPD RI Jawa Barat Dra. Ir. Hj. Eni Sumarni, M.Kes), yang sudah memfasilitasi acara ini.
![]() |
Fadel mendapat kehormatan memakai Iket Sunda |
Kata Avi, ketika Orde Baru berakhir dan masuk Orde Reformasi, maka seluruh suku bangsa di Indonesia ini bangkit dan yang paling beruntung adalah masyarakat Gorontalo. “Nah kira-kira urang Sunda ini akan bagaimana, apa mampu sehebat orang Gorontalo. Maka jalan satu-satunya kami harus mengadakan Kongres Sunda untuk menetapkan Provinsi Sunda sebagai pengganti Provinsi Jawa Barat. Suku-suku bangsa ini memang harus kembali ke primordialisme sebagai pondasi yang kuat untuk menopang bangunan besar Negara Indonesia. Kami sendiri tidak segan mengakui bahwa kami Suku Sunda tapi tetap bangsa Indonesia, sesuai tujuan Kongres Sunda untuk memperjuangkan Sunda Mulia – Nusantara Jaya, “ tegasnya.
Sementara itu Ketua Pengarah Kongres Sunda, Andri Perkasa Kantraprawira, menyitir perkataan Yudi Latif yang jadi Pemantik di acara Sawalamaya Pra Kongres Sunda bertajuk “Mendorong Masyarakat Sunda Menatap Jauh ke Depan Dalam Menghadapi Perang Modern", di Aula Pikiran Rakyat, (16/7/2020).
Indonesia adalaha rumah besar yang ditopang banyak kaki dan kaki itu dalam bahasa Sunda disebut suku, maka tiap suku itu jangan saling meringkus, biarkan suku-suku itu menancap dalam bumi primordialnya masing-masing tapi sama-sama mengusung rumah besar negara Indonesia.
“Indonesia capaiannya belum banyak, tapi Indonesia itu harus dilihat sebagai anggur tua dalam botol baru. Memang bangsa Indonesia baru tidak bergerak dalam ruang vakum, tapi anggur Sunda, anggur Papua itu mantap, banyak kelebihannya. Jadi kalau Indonesia ingin punya kebanggaan Nasional anggur-anggur tua itu harus dipertahankan,. Local Genius yang disemai oleh suku-suku di Indonesia harus dipertahankan, “ tegas Andri.
Hal yang sama dikatakan Elvi Sliviadi, Ketua Keraton Galuh Pakuan ini tidak mau kehilangan budaya dan kearifan lokal Sunda.
Elvi yang pernah tinggal lama di Gorontalo dan menyaksikan Fadel Muhammad (gubernur) membangun Gorontalo dari awal hingga maju seperti sekarang, membelah gunung, membangun kota dan membangun tatanan pertanian hingga menjadi swasembada pangan, menganggap Fadel putra terbaik Jawa Barat (kuliah di Bandung - ITB) dan itu menjadi inspirasi bagi orang Sunda.
Demkian pula bagi Tim Pengkaji Penggantian nama Provinsi Jawa Barat ke Tatar Sunda, Aji Esapoetra, guru vokal penyanyi ternama Rosa ini tidak mau kehilangan budaya warisan leuluhur Sunda yang sudah terbukti adiluhung. Tapi karena ada perubahan nama Sunda menjadi Jawa Barat oleh Belanda, ada pembunuhan karakter, katanya.
Orang Sunda dari dulu terkenal kompak bersinergi tidak pernah mengganggu kerajaan lain walau angkatan perangnya termasuk hebat waktu itu. Tapi akibat pembunuhan karakter tesebut, budaya Sunda kian musnah, falsafah-falsafah orang Sunda makin ke sini makin hilang.
Karakter Sunda yang cinta damai, guyub, kompak, suka tolong menolong, sabilulungan, sagotongroyong, sareundeuk saigel sabobot sapihanean, sauyunan, kini berubah suka papaseaan (bermusuhan) baik dengan orang lain maupun dengan orang Sundanya sendiri. Untuk itu perlu sebuah ikatan batin yang dapat menyatukan orang Sunda, yaitu tadi dengan menjadikan kembali nama Provinsi Tatar Sunda. “Maka pentinglah kiranya Pak Fadel sebagai wakil Ketua MPR, turun tangan”, pintanya.
Kata Aji, sudah sejak dari 2012 pihaknya beserta 6 Guru Besar melakukan pengkajian bahwa perubahan nama itu sudah terbukti mengakibatkan pembunuhan karakter bagi orang Sunda.
Perubahan nama dari Sunda ke Jabar mematikan daya saing. Tingkat Kemiskinan di Jabar ranking 15, padahal dekat ke ibukota dan penduduknya terbanyak di Indonesia. Lingkungannya juga sangat buruk dan tahun 2013 menjadi Provinsi Terkumuh di Indonesia.
![]() |
Siap sukseskan Kongres Sunda |
“Tokoh-tokoh yang manggung di Nasional pun kalah dengan Makasar yang penduduknya hanya 3 juta, padahal kita 50 juta. Tidak dianggap kita. Perubahan nama Jabar telah merugikan eksistensi orang Sunda. Malah ada akademisi Amerika yang berpendapat orang Sunda etnis yang sangat tidak dikenal di dunia, bahkan dianggap sebagai bagian dari suku Jawa, persis sama kalau kami pergi ke Kalimantan dan daerah lainnya di Indonesia, dianggap dari Jawa,“ kata Aji kesal, sambil berjanji akan memberikan bahan kajiannya yang lengkap kepada Fadel Muhammad.
Sebagai Tim Pengkaji, Aji juga mengetahui, kalau perubahan nama ini terwujud Cirebon akan membuat provinsi baru (memisahkan diri). Ini yang jadi hambatan dan membuat wakil rakyat ketakutan, belum lagi ketakutan para pendatang didominasi mayoritas. “Padahal sampai sekarang orang Sunda tetap someah, sangat welcome ke setiap pendatang. Anggota DPR dari Sunda aja hanya 33%, tidak pernah teriak-teriak marah dan mengganggu. Jadi tidak masuk akal“, tegas Aji.
Tapi seandainya Provinsi Tatar Sunda jadi dan Cirebon, Bekasi, Depok, dsb, membuat provinsi baru, kata Aji, tidak apa-apa, toh Orang Sunda jumlahnya masih 25 juta. Aji pun saat itu menguatkan keinginan orang Sunda dengan Permendagri No. 30 Tahun 2012.
Hambatannya. kata Aji cuma dua, prosedurnya gubernur sama DPRD. Gubernur harus mengusulkan pergantian ke DPRD dan ketika dapat persetujuan DPRD, gubernur harus mengajukan ke Kementrian dalam Negeri.
“Simpel sebenarnya, tapi kami ketika ke Aher dan Emil tidak ditanggapi, itu ajuannya sudah dikasih sebelum Covid. Jadi harus ada Sunda Kultural kaya Pak Fadel yang mendukung, “ pungkas Aji.
Sementara Kang Ganjar (Prof. Ganjar Kurnia), tak bosan-bosannya mendukung, saat itu juga di hadapan Fadel Muhammad dia menegaskan, “Saya ingin bicara bahwa di dunia ini pernah ada nama Sunda, ada Paparan Sunda, Selat Sunda, Kepulauan Sunda Besar (pulau-pulau besar di Indonesia, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Jawa), dan Sunda Kecil (Bali, Papua, Nusa Tenggara, dan pulau kecil lainnya)”.
Tapi kata Ketua Kebudayaan Jawa Barat ini, nama Sunda makin ke sini makin tergerus. Ganjar tidak mengerti alasannya kenapa nama kepulauan Sunda Besar dan Sunda Kecil dihilangkan. Juga kenapa Tanah Sunda dinamakan Jawa Barat.
“Saya ingin menggunakan Sunda sebagai satu nama yang monumental, saya khawatir budaya Sunda semakin lama semakin hilang, yang paham tentang budaya Sunda itu generasi terakhir taun 50-an, kesininya bahasa nama, sudah mulai hilang. Jadi saya ingin mengabadikan saja bahwa di dunia ini pernah ada suatu suku bangsa ada satu wilayah yang namanya Sunda, ya saya kira pantas lah kalau itu dipakai nama provinsi, kalau nama provinsi Sunda tidak ada, ya mungkin paling tidak nama RW lah,“ kelakar Ganjar, disambut riuh tawa hadirin.
Ganjar mengaku tidak punya tendensi, karena kalau bicara sukuisme tetap saja ada nuansa politik. “Saya lebih bersikap netral saja, saya hanya ingin nama Sunda diabadikan, paling tidak pada wilayah“, imbuhnya.
Dan dengan nama itu, kata Ganjar, tidak menggangu teman-teman di Cirebon dsb. Ini hanya satu nama saja dan kadang-kadang ada ketakutan kalau nama Sunda dipakai. “Ya, Biarin aja kalau mereka tidak mau mah jangan pikirkan orang lain, atau jangan-jangan itu mah hanya alasan orang yang tidak mau mendukung. “
Kalau suatu wilayah semakin sempit, nama, bahasa dan budayanya juga akan semakin hilang. “Ya kita sebagai generasi Sunda sekarang harus mewariskan monumen administratif kepada bangsa Sunda, meninggalkan sesuatu yang monumental bernama Provinsi Tatar Sunda. Paling tidak, diketahui bahwa di alam dunia ini ada satu wilayah, satu suku, yang namanya Sunda,“ pungkasnya.
Sementara itu Kang Acil Bimbo menggebrak, menyemangati, ngageuing urang Sunda yang menurutnya selama ini dimana pun elehan (kalah terus). Padahal menurut Acil, susah mencari bangsa yang kaya dengan Sumber Daya Alamnya seperti urang Sunda. Keadaban Sunda pun sangat tinggi, silih asah - silih asih- silih asuh, tapi kenapa orang Sunda selalu kalah dan terpinggirkan. Nah untuk itu kita harus jadi bangsa yang unggul dan tangguh, mulai hari ini mari kita tingkatkan lagi karakter dan kepribadian Sunda yang sebenarnya,“ tegasnya.
Selesai acara, Fadel Muhammad kepada para awak media kembali menegaskan bahwa keinginan para inohong Sunda mengganti nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda atau Tatar Sunda, itu hal biasa seperti yang terjadi pada Provinsi Gorotanlo dan Papua. “Salah satu tugas MPR adalah menyerap aspirasi yang berkembang di Masyarakat dan saatnya nanti akan kita bicarakan ke presiden,” katanya pasti.
“Fadli Zon sudah deklarasi dia ingin Sumatera Barat jadi Provinsi Minang dan tanggapannya luar biasa rame sekali. Jadi saya kira keinginan orang Sunda mengganti nama Provinsi Jabar juga gak apa- apa, itu biasa, tandanya ada spirit-spirit baru muncul, itu bagus supaya budaya masing-masing daerah tidak hilang. Tapi kalau ada yang tidak setuju, komunikasikan lah, “ pungkasnya.
Demikian juga Anggota DPD RI Jawa Barat Eni Sumarni, sangat mengapresiasi keinginan para tokoh Jabar untuk menetapkan Provinsi Tatar Sunda ini. “Secara psikologis demografis nama Sunda sudah ada di peta dunia tapi makin ke sini makin tergerus untuk itu akan dikembalikan. Intinya nama Sunda jangan sampai hilang baik di nasional maupun di dunia internasional”, tegasnya.
Sampai berita ini diturunkan selain banyak dukungan, nada-nada penolakan pun bermunculan, tapi Andri Perkasa Kantaprawira dan panitia dari Kongres Sunda tak lelah berkeliling ke tiap kabupaten/kota untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan hal ini, seperti yang sudah dilakukan ke Bekasi (yang dulu bernama Sundapura), Cirebon (Cirebon Larang, cikal bakal Kesultanan Cirebon adalah bawahan Pajajaran dan yang membuka daerah Cirebon Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana adalah putra Prabu Siliwangi dari Subang Rarang) serta daerah Pantura lainnya sambil terus menggelar Sawala Daerah ke Sumedang (Sunda Mandiri Pangan), Bogor (Kota Pusaka), Purwakarta, Garut, dsb.
Sekilas Tentang Sunda
Sunda (menurut R.W. van Bemmelen ,1949), adalah nama dataran bagian barat laut wilayah India Timur, sedangkan bagian tenggara dinamai dataran Sahul. Dataran Sunda dikelilingi oleh sistem Gunung Sunda yang melingkar (circum, Sunda Mountain System) sepanjang 7.000 km. Dataran Sunda (Circum – Sunda System) terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian utara yang meliputi Kepulauan Filipina dan pulau-pulau karang sepanjang Lautan Pasifik bagian barat serta bagian selatan yang terbentang dari timur ke barat mulai Maluku bagian Selatan hingga Lembah Brahmaputra di Assam (India).
Dengan demikian, bagian selatan dataran Sunda itu dibentuk oleh kawasan mulai Pulau Banda di timur terus ke arah barat melalui pulau-pulau di Kepulauan Sunda Kecil (the Lesser Sunda Islands), Jawa, Sumatera, Kepulauan Andaman, dan Nikobar sampai ke Arakan Yoma di Birma. Selanjutnya dataran ini bersambung dengan kawasan Sistem Gunung Himalaya di barat dan dataran Sahul di timur (Bemmelen, 1949: 2-3). Di samping itu, dalam buku-buku ilmu bumi dikenal pula istilah Sunda Besar dan Sunda Kecil. Sunda Besar adalah himpunan pulau yang berukuran besar, terdiri atas Sumatera, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil adalah pulau-pulau yang berukuran kecil yang termasuk ke dalam Provinsi Bali, Nusa Tenggara, dan Timor (Bemmelen, 1949: 15-16).
Sedangkan istilah Sunda, menurut data sejarah, menunjukkan pengertian wilayah di bagian barat Pulau Jawa dengan segala aktivitas kehidupan manusia di dalamnya, muncul untuk pertama kalinya pada abad ke-11 Masehi. Istilah Sunda tersebut tercatat dalam Prasasti Cibadak (Sukabumi). Dalam prasasti yang berangka tahun 952 Saka (1030 Masehi) tersebut Raja Sri Jayabhupati menyebut dirinya sebagai raja Sunda. Tapi dalam prasasti itu tidak dijelaskan kapan Kerajaan Sunda berdiri.
Hanya dalam sumber sekunder (naskah berbahasa Sunda kuna) dikatakan Kerajaan Sunda didirikan oleh Maharaja Tarusbawa. Menurut naskah Nagarakretabhumi, Maharaja Tarusbawa memerintah dalam kurun waktu 591-645 Saka (669/670 -723/724 Masehi. Tarusbawa adalah penerus raja-raja Tarumanagara. Dengan demikian berarti Kerajaan Sunda berdiri pada akhir abad ke-7 atau ke-8 Masehi.
Istilah Sunda untuk menamai wilayah dan penduduk di bagian barat Pulau Jawa, seperti halnya nama pulau Sumatera, Bali, Bima, Sumbawa, telah dikaitkan dengan kebudayaan Hindu.
Kata suddha dalam bahasa sansekerta dipakai sebagai nama gunung yang menjulang di wilayah ini, yaitu Gunung Sunda (1.850 meter). Gunung ini tampak dari jauh putih bercahaya karena tertutup abu bekas letusan. Selanjutnya, nama Sunda dipakai untuk menamai wilayah tempat gunung tersebut berada.
Selain artinya, Putih Bercahaya, nama Sunda juga terdapat dalam karya sastra Adiparwa, bagian pertama dari kitab Mahabharata yang dianggap suci oleh umat Hindu, di sana diceritakan ada dua orang tokoh raja raksasa bernama Sunda dan Upasunda. Istilah Sunda atau Sonda juga dipakai nama kota di pesisir Barat India, sebelah tenggara Goa dan sebelah timur kota pelabuhan Karwar. Selain itu pernah juga ada Kerajaan Sunda di India dengan ibu kotanya Ponda, dekat Goa.
Istilah Sunda sebagai nama kerajaan atau paling tidak sebagai nama wilayah/tempat, tercatat pula dalam prasasti lain dan 4 buah naskah berbahasa Sunda Kuna dari akhir abad ke-15 atau ke-16 Masehi.
Prasasti tersebut adalah Prasasti Kebantenan yang ditemukan di Bekasi. Diceritakan dalam prasasti tersebut adanya tempat (dayeuhan) bernama Sundasembawa, juga Jayagiri di tempat lainnya. Kedua tempat yang diperkirakan oleh para ahli sejarah sebagai Mandala atau daerah suci tempat keagamaan itu, berada di wilayah Kerajaan Sunda.
Adapun keempat naskah yang memuat istilah Sunda tersebut adalah Carita Parahiyangan, Sanghyang Siksakanda Ng Karesian, Sewaka Darma, dan Bujangga Manik.
Dalam naskah-naskah tersebut nama wilayah Sunda disebut bersama atau dalam hubungan dengan wilayah lain, seperti Jawa, Lampung, Baluk, Cempa. Bahkan dalan naskah Bujangga Manik dijelaskan tentang batas wilayah Sunda dengan wilayah Jawa, yaitu Sungai Cipamali (kini berubah jadi Kali Pemali), dekat Brebes. Dikatakan, “Sadatang ka tungtung Sunda, meu (n) tasing di Cipamali, datang ka alas Jawa,” (setibanya di ujung Sunda, menyeberang di Cipamali. Masuk ke wilayah Jawa.
Batas wilayah Sungai Cipamali ini diabadikan pula dalam cerita Pantun Ciung Wanara, yang kisahnya berakhir dengan sumpah antara dua tokoh utama kakak-beradik, Ciung Wanara dan Hariang Banga, bahwa mereka akan mengakhiri pertengkaran dan sepakat membagi wilayah kekuasaan di Pulau Jawa atas dua bagian, Sunda dan Jawa, dengan batas Sungai Cipamali. Mereka turun-temurun akan memerintah di wilayah kerajaan masing-masing, Ciung Wanara di Kerajaan Pajajaran (Sunda) dan Hariang Banga di Majapahit (Jawa). Selain itu, sebuah naskah yang ditulis di Sumedang tahun 1846 masih menyatakan bahwa batas Kerajaan Sumedanglarang (penerus Kerajaan Sunda) di sebelah timur adalah Lepen (Sungai) Pemali.
(sumber tulisan : Kebudayaan Sunda – Suatu Pendekatan Sejarah, Edi S. Ekadjati, Pustakajaya, 1995). Asep GP***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment