Home
» Seni Budaya
» Pergelaran Teater Pangeran Sunten Jaya : Untuk Menghormati Akar (Ketokohan) Saini KM dalam Jagat Teater Indonesia. Untuk Mengingatkan Pemimpin Agar Jujur, Adil , Takwa Kepada Tuhan
Monday, October 28, 2024
Prabu Siliwangi (Tengah Berjubah Putih Diperankan Asep Budiman) Didampingi Nyai Padmawati (Rektor Retno Dwimarwati) Dalam Teater Pangeran Sunten Jaya (Foto Asep GP) |
Menyaksikan pergelaran teater Pangeran Sunten Jaya karya Saini KM disutradarai Fathul A.Husein yang merupakan Gelar Kreativitas 2024 Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ISBI di GK. Sunan Ambu Jl. Buah Batu No. 212 Bandung (24-25/10/2024), bila dibandingkan dengan 24 tahun yang digelar AUL (Actors Unlimited) di Galeri Soenaryo dengan sutradara yang sama tentu saja sangat berbeda. Sekarang seluruh Prodi yang ada di FSP ISBI (Prodi Tari, Karawitan, Musik, Teater, Etnomusikologi, Pedalangan, Angklung dan Musik Bambu) terlibat di dalamnya, hasilnya pun Walau kata sutradara kawakan dari ISBI Fathul A. Husein, hanya berusaha menyempurnakan saja, karena tidak ada yang sempurna. Dengan persiapan 3 bulan, hasilnya hebat. Pa Saini Karnamisastra dan Rektro Unpad ke-10, Prof. Dr. Ganjar Kurnia, DEA, pun terlihat hadir di pergelaran hari pertama.
(Foto Asep GP) |
Dari keaktoran, di sini ada aktor-aktor kawakan wedalan jurusan Teater ASTI/ ISBI Bandung yang memerankan tokoh-tokoh utama, seperti: Asep Budiman yang memerankan Prabu Siliwangi, juga Rektor ISBI Retno Dwimarwati yang memerankan Nyai Padmawati, Ria Ellysa Mifelsa (R.Tejamantri) Yani Mae (Dewi Sukma), M. Wail Irsyad (Batara Lengser), Irwan Jamal (Pangeran Sunten Jaya), Dani Maulana (Pangeran Mundinglaya Di Kusumah) Khevin Lalenoh (Pangeran Gurugantangan), dan Heriyana (Jaya Antea).
(Foto Asep GP) |
Dari tata musik, seperti gamelan dan tembang Sunda (senandung/hariring) juga, langsung Dekan FSP Ismet Ruchimat dan wakil dekan Lili Suparli turun tangan sebagai komposernya, hingga Naskah cerita Sunda berbahasa Indonesia ini pun terasa nyunda. Belum ditambah artistik (Pimpinan Yayat Hadiyat K) dan Tata Lampu: Zamzam Mubarok yang menunjang pergelaran, dsb.
(Foto Asep GP) |
Dan tentu saja ada alasan kenapa Pangeran Sunten Jaya dipergelarkan lagi saat ini. Ya, masalah Kepemimpinan. Seperti dikatakan Bu Rektor usai pergelaran, di sini ada nilai kesundaan yang memperlihatkan bahwa seorang pemimpin itu harus seperti apa dia bersikap. ”Dia harus sederhana dan mau mendengarkan orang lain, jangan pura-pura jujur, integritas itu luar biasa. Dan dalam naskah Pak Saini sekuat apapun orang dalam keburukan akan tetap kalah. Apapun yang dia upayakan, Dunia Atas itu akan tahu, yang baik itu baik, dan itu harus jadi menu,“ katanya.
(Foto Asep GP) |
Sutradara Fathul pun mengiyakan, ini pesan spiritual dari bangsa, Negara dan masyarakat yang masih tetap berpegang pada tali-tali illahiah. Identitas kosmologis, semesta dan Tuhan sebagai pegangan tertinggi yang harus diindahkan dalam kehidupan, terutama dalam hal kepemimpinan.
(Foto Asep GP) |
Kata Fathul, naskah Pangeran Sunten Jaya ini dibuat ketika Pak Saini masih muda dan dari seluruh naskah beliau ini yang paling kurang bisa menahan diri untuk meletup, untuk Pak Saini yang nomer satu dari hal santunnya. Dan pesan aslinya naskah ini untuk menyindir situasi kekerasan politik tahun 60-an, dimana bukan hanya ideologi dan agama yang dijadikan basis untuk saling bantai. “Ini pesan yang tidak bisa kita lupakan sampai kapanpun sebagai bangsa dan Negara yang faktanya kita bertuhan- beragama. Jadi pesan-pesan spiritualitas ini yang menjadi kesan kehidupan kita sampai sekarang, terutama tentang kepemipinan. Mudah-mudahan para pemimpin kita tambah spiritual,“ jelas Sutradara trah Jatitujuh Majalengka yang sudah 12 tahun aktif di Neo Teater dan jadi dosen Teater ISBI Bandung ini.
Berfoto Bersama dengan Pak Saini KM (Foto Asep GP) |
Tentang Lakon
Lakon ‘Pangeran Sunten Jaya’ karya Saini KM, ditulis pada tahun 1973, dan memenangkan Sayembara Penulisan Lakon Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), tahun 1973. Merupakan lakon kearifan lokal 'Manusia Sunda' yang berlandaskan pada cerita pantun 'Mundinglaya Di Kusumah'. Mengungkap dengan bernas tentang perjalanan spiritual yang berliku seorang manusia mencapai 'Jabaning Langit' (Ilahi) yang disimbolkan dengan ‘penemuan kesejatian diri’ melalui ‘Lalayang Salaka Domas’. Sosok manusia itu adalah Mundinglaya Di Kusumah, sang putra mahkota dari Prabu Siliwangi dan Nyai Padmawati, istri Prabu yang bukan Ratu. Mundinglaya adalah manusia pilihan ‘Kahyangan’, ‘Buana Nyungcung’, dan Sanghyang Tunggal dan Sunan Ambu, yang harus berhadapan dengan peringkat-peringkat tantangan, godaan, dan rintangan maha dahsyat menuju kesejatian diri. Tak terkecuali harus berhadapan (dan menjadi korban fitnah) dari sosok-sosok bejat, terutama Sunten Jaya dan Ratu Tejamantri, yang sepenuhnya dilumuri oleh ambisi dan hasrat buta kuasa duniawi yang materialistik dan anti-spiritualitas.
Rektor ISBI Retno Dwimarwati Bersama Sutradara Fathul A. Husein (Foto Asep GP) |
Konsep Pertunjukan
Genre pertunjukan menggunakan pendekatan konseptual ‘kontemporer’: mengambil bagian-bagian inti teks/lakon (hanya sepertiga lakon), mengusung kekuatan dramatik dan kedalaman filosofi (kearifan lokal) yang terkandung di dalamnya; memadukan sekaligus mengkonfrontasikannya dengan simbolisasi gerak/tari/tubuh, pencak-silat, rupa (visual), dan sensitivitas musikal 'auratik' dan senandung (tembang). Sedangkan karakter (tokoh dramatik) yang dimainkan hanya karakter-karakter tertentu saja yang paling dianggap merepresentasikan esensi tema dan peristiwa dramatik lakon dan sekaligus menggulirkan plot dan cerita. Karakter yang ditampilkan hanya sepertiga dari 36 karakter definitif plus sebarisan prajurit, para pengiring, makhluk-makhluk ‘dunia langit', makhluk-makhluk ‘dunia bawah/kelam’, dan lain-lain, seperti yang termaktub dalam lakon. (Asep GP)***
Tatarjabar.com
October 28, 2024
CB Blogger
IndonesiaPergelaran Teater Pangeran Sunten Jaya : Untuk Menghormati Akar (Ketokohan) Saini KM dalam Jagat Teater Indonesia. Untuk Mengingatkan Pemimpin Agar Jujur, Adil , Takwa Kepada Tuhan
Posted by
Tatarjabar.com on Monday, October 28, 2024
Prabu Siliwangi (Tengah Berjubah Putih Diperankan Asep Budiman) Didampingi Nyai Padmawati (Rektor Retno Dwimarwati) Dalam Teater Pangeran Sunten Jaya (Foto Asep GP) |
Menyaksikan pergelaran teater Pangeran Sunten Jaya karya Saini KM disutradarai Fathul A.Husein yang merupakan Gelar Kreativitas 2024 Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ISBI di GK. Sunan Ambu Jl. Buah Batu No. 212 Bandung (24-25/10/2024), bila dibandingkan dengan 24 tahun yang digelar AUL (Actors Unlimited) di Galeri Soenaryo dengan sutradara yang sama tentu saja sangat berbeda. Sekarang seluruh Prodi yang ada di FSP ISBI (Prodi Tari, Karawitan, Musik, Teater, Etnomusikologi, Pedalangan, Angklung dan Musik Bambu) terlibat di dalamnya, hasilnya pun Walau kata sutradara kawakan dari ISBI Fathul A. Husein, hanya berusaha menyempurnakan saja, karena tidak ada yang sempurna. Dengan persiapan 3 bulan, hasilnya hebat. Pa Saini Karnamisastra dan Rektro Unpad ke-10, Prof. Dr. Ganjar Kurnia, DEA, pun terlihat hadir di pergelaran hari pertama.
(Foto Asep GP) |
Dari keaktoran, di sini ada aktor-aktor kawakan wedalan jurusan Teater ASTI/ ISBI Bandung yang memerankan tokoh-tokoh utama, seperti: Asep Budiman yang memerankan Prabu Siliwangi, juga Rektor ISBI Retno Dwimarwati yang memerankan Nyai Padmawati, Ria Ellysa Mifelsa (R.Tejamantri) Yani Mae (Dewi Sukma), M. Wail Irsyad (Batara Lengser), Irwan Jamal (Pangeran Sunten Jaya), Dani Maulana (Pangeran Mundinglaya Di Kusumah) Khevin Lalenoh (Pangeran Gurugantangan), dan Heriyana (Jaya Antea).
(Foto Asep GP) |
Dari tata musik, seperti gamelan dan tembang Sunda (senandung/hariring) juga, langsung Dekan FSP Ismet Ruchimat dan wakil dekan Lili Suparli turun tangan sebagai komposernya, hingga Naskah cerita Sunda berbahasa Indonesia ini pun terasa nyunda. Belum ditambah artistik (Pimpinan Yayat Hadiyat K) dan Tata Lampu: Zamzam Mubarok yang menunjang pergelaran, dsb.
(Foto Asep GP) |
Dan tentu saja ada alasan kenapa Pangeran Sunten Jaya dipergelarkan lagi saat ini. Ya, masalah Kepemimpinan. Seperti dikatakan Bu Rektor usai pergelaran, di sini ada nilai kesundaan yang memperlihatkan bahwa seorang pemimpin itu harus seperti apa dia bersikap. ”Dia harus sederhana dan mau mendengarkan orang lain, jangan pura-pura jujur, integritas itu luar biasa. Dan dalam naskah Pak Saini sekuat apapun orang dalam keburukan akan tetap kalah. Apapun yang dia upayakan, Dunia Atas itu akan tahu, yang baik itu baik, dan itu harus jadi menu,“ katanya.
(Foto Asep GP) |
Sutradara Fathul pun mengiyakan, ini pesan spiritual dari bangsa, Negara dan masyarakat yang masih tetap berpegang pada tali-tali illahiah. Identitas kosmologis, semesta dan Tuhan sebagai pegangan tertinggi yang harus diindahkan dalam kehidupan, terutama dalam hal kepemimpinan.
(Foto Asep GP) |
Kata Fathul, naskah Pangeran Sunten Jaya ini dibuat ketika Pak Saini masih muda dan dari seluruh naskah beliau ini yang paling kurang bisa menahan diri untuk meletup, untuk Pak Saini yang nomer satu dari hal santunnya. Dan pesan aslinya naskah ini untuk menyindir situasi kekerasan politik tahun 60-an, dimana bukan hanya ideologi dan agama yang dijadikan basis untuk saling bantai. “Ini pesan yang tidak bisa kita lupakan sampai kapanpun sebagai bangsa dan Negara yang faktanya kita bertuhan- beragama. Jadi pesan-pesan spiritualitas ini yang menjadi kesan kehidupan kita sampai sekarang, terutama tentang kepemipinan. Mudah-mudahan para pemimpin kita tambah spiritual,“ jelas Sutradara trah Jatitujuh Majalengka yang sudah 12 tahun aktif di Neo Teater dan jadi dosen Teater ISBI Bandung ini.
Berfoto Bersama dengan Pak Saini KM (Foto Asep GP) |
Tentang Lakon
Lakon ‘Pangeran Sunten Jaya’ karya Saini KM, ditulis pada tahun 1973, dan memenangkan Sayembara Penulisan Lakon Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), tahun 1973. Merupakan lakon kearifan lokal 'Manusia Sunda' yang berlandaskan pada cerita pantun 'Mundinglaya Di Kusumah'. Mengungkap dengan bernas tentang perjalanan spiritual yang berliku seorang manusia mencapai 'Jabaning Langit' (Ilahi) yang disimbolkan dengan ‘penemuan kesejatian diri’ melalui ‘Lalayang Salaka Domas’. Sosok manusia itu adalah Mundinglaya Di Kusumah, sang putra mahkota dari Prabu Siliwangi dan Nyai Padmawati, istri Prabu yang bukan Ratu. Mundinglaya adalah manusia pilihan ‘Kahyangan’, ‘Buana Nyungcung’, dan Sanghyang Tunggal dan Sunan Ambu, yang harus berhadapan dengan peringkat-peringkat tantangan, godaan, dan rintangan maha dahsyat menuju kesejatian diri. Tak terkecuali harus berhadapan (dan menjadi korban fitnah) dari sosok-sosok bejat, terutama Sunten Jaya dan Ratu Tejamantri, yang sepenuhnya dilumuri oleh ambisi dan hasrat buta kuasa duniawi yang materialistik dan anti-spiritualitas.
Rektor ISBI Retno Dwimarwati Bersama Sutradara Fathul A. Husein (Foto Asep GP) |
Konsep Pertunjukan
Genre pertunjukan menggunakan pendekatan konseptual ‘kontemporer’: mengambil bagian-bagian inti teks/lakon (hanya sepertiga lakon), mengusung kekuatan dramatik dan kedalaman filosofi (kearifan lokal) yang terkandung di dalamnya; memadukan sekaligus mengkonfrontasikannya dengan simbolisasi gerak/tari/tubuh, pencak-silat, rupa (visual), dan sensitivitas musikal 'auratik' dan senandung (tembang). Sedangkan karakter (tokoh dramatik) yang dimainkan hanya karakter-karakter tertentu saja yang paling dianggap merepresentasikan esensi tema dan peristiwa dramatik lakon dan sekaligus menggulirkan plot dan cerita. Karakter yang ditampilkan hanya sepertiga dari 36 karakter definitif plus sebarisan prajurit, para pengiring, makhluk-makhluk ‘dunia langit', makhluk-makhluk ‘dunia bawah/kelam’, dan lain-lain, seperti yang termaktub dalam lakon. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment