Wednesday, October 23, 2024
Tari Kukupu Karya R. Tjetje Soemantri, Ada Dewi Gita Disini (Foto Asep GP) |
Sebagaimana kita ketahui dalam rangkaian acara Milangkala atau Dies Natalis ke-56 ISBI Bandung, Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ISBI Bandung berkontribusi menggelar Bandung Dance Festival #7, bertajuk “ Body Creates Phenomenon” yang dilaksanakan tanggal tanggal 19-20 Oktober 20204.
Ada berbagai Kegiatan di dalamnya, seperti Coaching Clinic (bimbingan singkat) Pelatihan Tari Kukupu, berlangsung taggal 19 Oktober 2024 di GK. Sunan Ambu ISBI Bandung, dengan Nara Sumber Riyana Rosilawati, S,Sen., M.Sn dan Kustiana, M.Sn, juga Workshop Teknik Tari Kontemporer dengan nara sumber Davit Fitrik pada hari yang sama, di Ruang Gugum Gumbira, Jurusan Seni Tari ISBI Bandung, Jl. Buah Batu No. 212 Bandung.
Selain itu ada Seminar Tari yang digelar Minggu, (20/10/2024) di GK. Sunan Ambu ISBI Bandung, dengan Narasumber: Dr. Sal Murgiyanto, M.A., Agustina Rochyanti, M.Sn, Feriyal Amal Aslam, Ph.D (Pakistan), Prof. Dr. Endang Caturwati, SST.,M.Si, Prof. Dr. Dinny Devi Triana, S.Sn.,M.Pd.
Dan sore harinya sebagai puncak acara, digelar pertunjukan Tari Klasik yang dibawakan langsung oleh para Maestronya dua orang murid tokoh Ibing Sunda R. Tjetje Soemantri. Yaitu Indrawati Lukman (Pimpinan Studio Tari Indra) dan Irawati Durban (pimpinan Sanggar Pusbitari ), serta Prodi Tari Sunda D4 ISBI Bandung. Dengan Bintang Tamu (Guest Star) Dewi Gita. Serta malamnya digelar Pertunjukan Tari Kontemporer. Performance: Hari Gulur STW (Jatim), Davit Fitrik (Jakarta), Tyoba Armey A.P (Dosen ISBI Bandung) dan Aldi Nurkholis (mahasiswa Jurusan Seni Tari ISBI Bandung).
Pemerintah Harus Lebih Serius Lagi Mendukung Pagelaran Tari Klasik Sunda
Usai menarikan Tari Kandagan (sedikit dimodif mengikuti kekinian dan dengan kostum yang lebih menarik) Indrawati Lukman merasa bersyukur mendapat kehormatan bisa menarikan lagi Tari Klasik di ISBI Bandung. Makanya kesempatan itu ia pergunakan untuk ngageuing, menghimbau dan mengingatkan supaya tari klasik lebih diapresiasi lagi oleh mahasiswa ISBI.
Indrawati mencontohkan dirinya, sampai umur 80 tahun tidak pernah bosan menarikan Tari Klasik, dan ini harus ada generasi penerusnya, katanya serius.
“Tari Klasik ini harus lebih banyak dipertunjukan, karena anak-anak muda sekarang lebih ke kontemporer, itu bagus sih. Tapi jangan sampai melupakan tarian klasik yang adiluhung warisan para luluhur ini,“ tandasnya. Sambil berkabar bahwa tanggal 16 November 2024, studio Tari Indra akan mengadakan pergelaran di Majestik Jalan Braga No. 1 (Braga Pendek) Bandung, mulai Pk. 16.00 sampai selesai.
Para Penampil Tari Klasik Sunda (Foto Asep GP) |
Demikian juga dengan Irawati Durban, Pimpinan Pusbitari (Pusat Bina Tari) ini merasa haru dan bangga, karena murid-murid Sanggar Tari Sundanya yang rutin mengadakan latihan tiap Minggu pagi di Museum Sribaduga Bandung, diikutsertakan dalam Bandung Dance Festival #7 ini.
“Saya di kegiatan Bandung Dance Festival ini diminta menari bersama murid-murid saya dari Sanggar Pusbitasari, itu merupakan suatu kebanggaan dan suatu apresasi terhadap Tari Sunda Klasik yang saya jaga agar tidak punah. Saya sudah usia 81 tahun tapi saya masih tetap berusaha mengajar murid-murid saya yang saya percayakan ke Asisten saya Bu Wiwin dan Bu Ipo, karena saya sering keluar kota. Saya sangat berterima kasih karena merekalah yang menjadi penjaga api dari sangar Pusbitari ini,“ katanya haru.
Dalam acara puncak Bandung Dance Festival itu Irawati menarikan Ratu Graeni Makalangan, yang sumbernya diambil dari Tari Suraningpati yang ia ciptakan tahun 1965. Dan pada tanggal 27 November Sanggar Pusbitari akan mengadakan pergelaran di Bumi Sangkuriang, Jalan Kiputih Ciumbuleuit- Bandung, mulai Pk. 20.00 - selesai.
Tari Klasik Dilupakan Jangan (Foto Asep GP) |
Irawati berharap setelah ini, pemerintah tergerak akan kerap mengundang sanggarnya mengadakan pertunjukan Tari Klasik Sunda. “Karena sudah 25 tahun saya tidak diminta. Selain Tari Merak kita tidak pernah menarikan apa-apa lagi. Menari di Istana, sampai presiden Jokowi, masih lah satu kali, tapi seringnya di zaman Presiden Soeharto ratusan kali pergelaran,” katanya serius.
Padahal Tari Klasik Sunda kata Bu Ira (sapaan akrabnya), sangat luhung, banyak mengandung pesan moral dan pendidikan di dalamnya. Dalam Tari Klasik Sunda ada karakter Lenyap menggambarkan kehalusan budi dan karakter Gagah. di Tari Klasik Sunda kami belajar untuk menghormati Allah, bisa dilihat dari gerakan nyembah. Jadi tatakrama kesundaan di tari klasik itu diajarkan secara jelas. Misalnya belajar mengerem/mengedalikan diri, itu bisa dilihat dari tari halus yang geraknya tidak bisa seenaknya sendiri tapi harus melalui pakem-pakem yang ada. Kalau untuk tari klasik level pergelangan di pinggang untuk tari Lenyap, dan agak gagah di ulu hati. Lalu untuk gagah pergelangan tangan boleh di daerah dada dengan gerakan yang lebih keras,” jelasnya.
Sementara itu Dewi Gita yang menjadi Bintang Tamu dalam pergelaran ini menarikan Kukupu (Karya R. Tjetje Soemantri). Masih luwes dan piawai kelihatannya hingga mengundang tepuk tangan meriah para poenonton yang hampir memenuhi ruangan GK. Sunan Ambu. Ketika layar ditutup pun teriakan penonton masih ramai memanggil namanya.
Irawati Durban, Tari Klasik Sunda Mengandung Atikan Moral Yang Luhung (Foto Asep GP) |
Aktris dan Penyanyi terkenal bernama asli Dewi Yuliarti Ningsih ini, memang tak bisa dilepaskan dengan dunia tari klasik yang ia pelajari sejak umur 9 tahun. Ia pernah berguru kepada para Maestro Tari Sunda, seperti Akim Tamil juga ke Aim Salim (Pusat Olah Tari Setialuyu), malah Dewi Gita sempat masuk ASTI (Angkatan 90). Tapi dua tahun kemudian (92) Dewi jadi juara (runner up – juara pertama Krisdayanti) Festival Musik Asia Bagus di Jepang. Disamping menari istrinya Armand aulana (Band Gigi) ini memang penyanyi handal, sering memenangkan kejuaraan lomba nyanyi, seperti Juara Festival Pop Singer Jawa Barat, Juara Keroncong Jawa Barat (88), Bintang Radio dan Televisi Jawa Barat (89) . Teh Dewi pun sering terlihat muncul menjadi aktor film, film pendek, serial televisi dan acara tv.
Prestasinya di Asia bagus itulah yang membuanya hijrah ke Jakarta. Dan sekarang kerinduannya pada dunia tari terbayarkan dengan kembali manggung di almamaternya sendiri. Tapi sebenarmya kata Gita, walau sibuk di bidang lain, dia tetap menyempatkan menari, tahun ini saja sudah ada 4-5 pergelaran tari yang ia ikuti.
Indrawati Lukman, Umur 80 Tak Bosan Menari Tari Klasik Sunda (Foto Asep GP) |
Dewi Gita yang mahir menarikan tarian Klasik Sunda dan Jaipongan ini. Berharap Tari Klasik Sunda harus tumbuh aktif dan disupport oleh masyarakatnya. Kalau pelaku-pelaku seninya sudah sangat berjuang dan konsisten ngamumule (melestarikan) Tari Sunda, berada di panggungnya. “Yang kami butuhkan adalah para penonton. Walau kami sudah mengratiskan tapi sepi penonton. Mungkin karena edukasi dan promonya yang kurang gencar ya. Coba support systemnya kita pertegas lagi, bahwa Tari Klasik Sunda ini warisan adiluhung para karuhun yang wajib kita lestarikan, sebagai kekayaan budaya bangsa yang menjadi marwah ki Sunda dan kebanggaan Indonesia. Tidak usah bisa nari lah, tapi dengan datang menonton bersama anak-cucu pun sudah merupakan suatu kebahagiaan bagi kami, para seniman,“ pungkasnya.
Tari Kontemporer Sebagai Bahan Perbandingan Tari Tradisi
Menurut Ai Mulyani S.Sen., M.Si, Kaprodi Tari, Fakultas Seni Rupa Pertunjukan ISBI Bandung, Pertunjukan Tari Kontemporer yang tampil pada sesi 2 pada acara puncak ini, kegiatan Program Sarjana (S-1) Peminatan Tari Kontemporer dan menampilkan dua seniman tari, Hari Gulur dari Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya (Jatim), dan satu lagi seniman yang berkompeten di bidang Balet Davit Fitrik (Jakarta), dimana David juga sudah melaksanakan workshop pada mahasiswa Semester 5 & 7 unytuk bidang Penciptaan. Sedangkan dari ISBI tampil Tyoba Armey A.P (Dosen ISBI Bandung) dan Aldi Nurkholis (mahasiswa Jurusan Seni Tari ISBI Bandung).
Dewi Gita Sang Bintang Tamu, Seniwati Multi Talenta (Foto Asep GP) |
“Walau gerak dan tema pesannya disampaikan dalam bentuk kontemporer tapi tetap diambil dari tradisi, dan saya harap pertunjukan ini menambah wawasan para mahasiswa, melihat tari kontemporer produk luar kampus itu seperti apa, dan nanti bisa jadi bahan referensi tugas akhir mereka,“ katanya.
Hal Senada juga dikatakan Katua Pelaksana Kegiatan sekaligus dosen Tari ISBI, Devi Supriatna. Baik pertunjukan tari, workshop dan seminar, dari para Maestro, seniman pilihan, dan guru besar, sangat berkualitas dan menjadi stimulus buat ISBI Bandung, terutama Prodi Seni Tari. “Semua ini sangat berkualitas banget bagi kami, tentang bagaimana kreativitas menari, bagaimana mempelajari tari, dan bagaimana pewarisan dan penataan tari itu sendiri, banyak banget hasil yang kita dapat dari semua itu,“ katanya serius.
Sementara itu Kurator Bandung Dance Festival (BDF), Dr. Alvianto menjelaskan, dalam pergelaran Tari Kontemporer ini semua sesuai dengan tema, “Tubuh Mencipta Peristiwa”, masing-masing karya para koreografer terbaik ini, cara mengungkapkan tubuh menghadirkan peristiwa itu beda-beda. Dan beda dengan sebelumnya biasanya para penampil di BDF ini banyak sekali dan tanpa proses kurasi, sapa saja boleh tampil, kalau sekarang dibatasi, 3 penari klasik dan 4 penari kontemporer, para maestro dan koreografer-koreografer muda yang sudah mapan.
Menampilkan Hasil Workshop (Foto Asep GP) |
Dan ini menurut Alvianto, sebuah ruang edukasi dimana mahasiswa bisa membandingkan antara tradisi dengan kontemporer. “Apabila mahasiswa terlena dengan tradisi, dia tidak akan bisa berkembang sehingga harus dikasih apresiasi kreativitas seni kontemporer ini. Apalagi tantangan kini kreativitas itu sangat penting banget. Orang-orang sukses itu punya kreativitas tinggi. Yaitu diawali dengan apresiasi tari kontemporer ini,“ jelasnya.
Seni Itu Bukan Hanya Hiburan Tapi Untuk Mendekatkan Diri Pada Tuhan
Di BDF ini Jurusan Seni tari ISBI juga mengundang kritikus tari nasional Dr. Sal Murgiyanto, M.A., dan menjadi narasumber seminar didampingi Feriyal Amal Aslam, Ph.D (orang Pakistan lulusan UCLA- USA), yang berbicara tentang tari dan tubuh perempuan. Feriyal membandingkan penari Pakistan dan Indonesia yang sama-sama menganut islam yang kuat. Menurutnya di Indonesia penari/ koreografer perempuan punya semacam keleluasaan dalam berkarya, beda dengan di Pakistan terbatas baik kostum dan gerakannya.
Inilah Tari Kontemporer Itu (Foto Asep GP) |
Ketika ditemui wartawan, Sal Murgiyanto mengatakan, sesuai Tema BDF “Body Creates Phenomenon”, memang dalam seni tari, tubuh itu adalah alat yang penting, mediumnya gerakan tubuh itu sendiri. Tapi jangan lupa bahwa di dalam tubuh itu bukan hanya ada tulang dan daging, tapi juga ada otak dan hati. Jadi agar menjadi manusia, seniman yang utuh, ketiganya harus dipadukan sebaik-baiknya. “Tubuh adalah keterampilan nomer satu, tapi jangan lupa orang juga punya otak jadi harus berfikir kritis, kreatif berdasarkan pikiran. Misalnya kalau kita mewarisi tradisi harus selektif mana yang harus diteruskan dan mana yang harus ditinggalkan. Dan ini seringkali tidak semuanya itu bisa diteruskan. Misalnya dalam tradisi Jawa ada pemeo mangan ora mangan ngumpul (makan atau tidak kamu harus berkumpul). Nah ketika kecil saya katakan, saya gak mau begitu, saya harus makan kalau perlu gak usah berkumpul dengan keluarga. Misalnya kalau dulu anak-anak usia 10-12 saja dijodohkan, cepat-cepat dikawinkan tapi anak-anak sekarang berkarirnya di usia 22 lebih. Ini kan tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya, karirnya,“ tandasnya.
Ai Mulyani Kaprodi Seni Tari ISBI, Gerak Kontemporer - Bahan Tradisi (Foto Asep GP) |
Dosen Seni Tari yang pernah ngajar di IKJ dan 18 tahun ngajar Universitas Taipe ini pun menyarankan agar di ISBI mengadakan pertemuan rutin yang skupnya lebih luas lagi, tidak hanya Bandung tapi bersifat Internasional. Lagi pula di ISBI banyak Guru Besar dan dosen bertitel Doktor, ini akan jadi bekal yang baik, katanya, sambil memperekenalkan narasumber dari Pakistan Feriyal Amal Aslam, Ph.D. “Biar semua punya wawasan luas, bukan mana yang lebih baik/jelek tapi untuk perbandingan dan menambah ilmu pengetahuan,” katanya.
Doktor Alvianto, Kreativitas Itu Penting Banget (Foto Asep GP) |
Dosen asal Yogyakarta ini pun mengingatkan, sebuah karya akan bagus kalau karya itu didukung oleh teknik yang bagus, olah gagasan yang baik, tapi jangan lupa juga harus punya rasa sepemikiran, karena sekarang ini banyak profesor, doktor, banyak orang pintar tapi gak punya hati.
“Jadi kalau anda pinter anda punya kekuasaan, anda harus membantu yang lemah. Ini harus diajarkan dari awal ke anak-anak muda. Kalau tidak ketika dewasa mereka akan semena-mena,“ terangnya.
Dr. Sal Murgiyanto Bersama Feriyal Amal Aslam (Pakistan) Ph.D, Seni Itu Untuk Mendekatkan Diri Kepada Tuhan Dan Mencintai Sesama (Foto Asep GP) |
Pak Sal banyak sekali bercerita tentang seni dan kehidupan, tapi intinya kata dia, tujuan akhir dari sebuah penciptaan seni (tari) itu bukan sebagai hiburan, misalnya dalam ketuk tilu orang melihatnya yang bahenol-bahenolnya saja. Tujuan kesenian yang paling fokus itu untuk mendekatkan diri pada Tuhan, untuk mencintai sesama,“ demikian pungkas Doktor lulusan dari Amerika yang pernah mengajak istrinya Endang Trangwesti, yang juga seorang dosen, untuk ngajar praktik Tari Jawa di sana. (Asep GP)***
Tatarjabar.com
October 23, 2024
CB Blogger
IndonesiaMengintip Bandung Dance Festival #7 Tahun 2024 ISBI Bandung
Posted by
Tatarjabar.com on Wednesday, October 23, 2024
Tari Kukupu Karya R. Tjetje Soemantri, Ada Dewi Gita Disini (Foto Asep GP) |
Sebagaimana kita ketahui dalam rangkaian acara Milangkala atau Dies Natalis ke-56 ISBI Bandung, Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ISBI Bandung berkontribusi menggelar Bandung Dance Festival #7, bertajuk “ Body Creates Phenomenon” yang dilaksanakan tanggal tanggal 19-20 Oktober 20204.
Ada berbagai Kegiatan di dalamnya, seperti Coaching Clinic (bimbingan singkat) Pelatihan Tari Kukupu, berlangsung taggal 19 Oktober 2024 di GK. Sunan Ambu ISBI Bandung, dengan Nara Sumber Riyana Rosilawati, S,Sen., M.Sn dan Kustiana, M.Sn, juga Workshop Teknik Tari Kontemporer dengan nara sumber Davit Fitrik pada hari yang sama, di Ruang Gugum Gumbira, Jurusan Seni Tari ISBI Bandung, Jl. Buah Batu No. 212 Bandung.
Selain itu ada Seminar Tari yang digelar Minggu, (20/10/2024) di GK. Sunan Ambu ISBI Bandung, dengan Narasumber: Dr. Sal Murgiyanto, M.A., Agustina Rochyanti, M.Sn, Feriyal Amal Aslam, Ph.D (Pakistan), Prof. Dr. Endang Caturwati, SST.,M.Si, Prof. Dr. Dinny Devi Triana, S.Sn.,M.Pd.
Dan sore harinya sebagai puncak acara, digelar pertunjukan Tari Klasik yang dibawakan langsung oleh para Maestronya dua orang murid tokoh Ibing Sunda R. Tjetje Soemantri. Yaitu Indrawati Lukman (Pimpinan Studio Tari Indra) dan Irawati Durban (pimpinan Sanggar Pusbitari ), serta Prodi Tari Sunda D4 ISBI Bandung. Dengan Bintang Tamu (Guest Star) Dewi Gita. Serta malamnya digelar Pertunjukan Tari Kontemporer. Performance: Hari Gulur STW (Jatim), Davit Fitrik (Jakarta), Tyoba Armey A.P (Dosen ISBI Bandung) dan Aldi Nurkholis (mahasiswa Jurusan Seni Tari ISBI Bandung).
Pemerintah Harus Lebih Serius Lagi Mendukung Pagelaran Tari Klasik Sunda
Usai menarikan Tari Kandagan (sedikit dimodif mengikuti kekinian dan dengan kostum yang lebih menarik) Indrawati Lukman merasa bersyukur mendapat kehormatan bisa menarikan lagi Tari Klasik di ISBI Bandung. Makanya kesempatan itu ia pergunakan untuk ngageuing, menghimbau dan mengingatkan supaya tari klasik lebih diapresiasi lagi oleh mahasiswa ISBI.
Indrawati mencontohkan dirinya, sampai umur 80 tahun tidak pernah bosan menarikan Tari Klasik, dan ini harus ada generasi penerusnya, katanya serius.
“Tari Klasik ini harus lebih banyak dipertunjukan, karena anak-anak muda sekarang lebih ke kontemporer, itu bagus sih. Tapi jangan sampai melupakan tarian klasik yang adiluhung warisan para luluhur ini,“ tandasnya. Sambil berkabar bahwa tanggal 16 November 2024, studio Tari Indra akan mengadakan pergelaran di Majestik Jalan Braga No. 1 (Braga Pendek) Bandung, mulai Pk. 16.00 sampai selesai.
Para Penampil Tari Klasik Sunda (Foto Asep GP) |
Demikian juga dengan Irawati Durban, Pimpinan Pusbitari (Pusat Bina Tari) ini merasa haru dan bangga, karena murid-murid Sanggar Tari Sundanya yang rutin mengadakan latihan tiap Minggu pagi di Museum Sribaduga Bandung, diikutsertakan dalam Bandung Dance Festival #7 ini.
“Saya di kegiatan Bandung Dance Festival ini diminta menari bersama murid-murid saya dari Sanggar Pusbitasari, itu merupakan suatu kebanggaan dan suatu apresasi terhadap Tari Sunda Klasik yang saya jaga agar tidak punah. Saya sudah usia 81 tahun tapi saya masih tetap berusaha mengajar murid-murid saya yang saya percayakan ke Asisten saya Bu Wiwin dan Bu Ipo, karena saya sering keluar kota. Saya sangat berterima kasih karena merekalah yang menjadi penjaga api dari sangar Pusbitari ini,“ katanya haru.
Dalam acara puncak Bandung Dance Festival itu Irawati menarikan Ratu Graeni Makalangan, yang sumbernya diambil dari Tari Suraningpati yang ia ciptakan tahun 1965. Dan pada tanggal 27 November Sanggar Pusbitari akan mengadakan pergelaran di Bumi Sangkuriang, Jalan Kiputih Ciumbuleuit- Bandung, mulai Pk. 20.00 - selesai.
Tari Klasik Dilupakan Jangan (Foto Asep GP) |
Irawati berharap setelah ini, pemerintah tergerak akan kerap mengundang sanggarnya mengadakan pertunjukan Tari Klasik Sunda. “Karena sudah 25 tahun saya tidak diminta. Selain Tari Merak kita tidak pernah menarikan apa-apa lagi. Menari di Istana, sampai presiden Jokowi, masih lah satu kali, tapi seringnya di zaman Presiden Soeharto ratusan kali pergelaran,” katanya serius.
Padahal Tari Klasik Sunda kata Bu Ira (sapaan akrabnya), sangat luhung, banyak mengandung pesan moral dan pendidikan di dalamnya. Dalam Tari Klasik Sunda ada karakter Lenyap menggambarkan kehalusan budi dan karakter Gagah. di Tari Klasik Sunda kami belajar untuk menghormati Allah, bisa dilihat dari gerakan nyembah. Jadi tatakrama kesundaan di tari klasik itu diajarkan secara jelas. Misalnya belajar mengerem/mengedalikan diri, itu bisa dilihat dari tari halus yang geraknya tidak bisa seenaknya sendiri tapi harus melalui pakem-pakem yang ada. Kalau untuk tari klasik level pergelangan di pinggang untuk tari Lenyap, dan agak gagah di ulu hati. Lalu untuk gagah pergelangan tangan boleh di daerah dada dengan gerakan yang lebih keras,” jelasnya.
Sementara itu Dewi Gita yang menjadi Bintang Tamu dalam pergelaran ini menarikan Kukupu (Karya R. Tjetje Soemantri). Masih luwes dan piawai kelihatannya hingga mengundang tepuk tangan meriah para poenonton yang hampir memenuhi ruangan GK. Sunan Ambu. Ketika layar ditutup pun teriakan penonton masih ramai memanggil namanya.
Irawati Durban, Tari Klasik Sunda Mengandung Atikan Moral Yang Luhung (Foto Asep GP) |
Aktris dan Penyanyi terkenal bernama asli Dewi Yuliarti Ningsih ini, memang tak bisa dilepaskan dengan dunia tari klasik yang ia pelajari sejak umur 9 tahun. Ia pernah berguru kepada para Maestro Tari Sunda, seperti Akim Tamil juga ke Aim Salim (Pusat Olah Tari Setialuyu), malah Dewi Gita sempat masuk ASTI (Angkatan 90). Tapi dua tahun kemudian (92) Dewi jadi juara (runner up – juara pertama Krisdayanti) Festival Musik Asia Bagus di Jepang. Disamping menari istrinya Armand aulana (Band Gigi) ini memang penyanyi handal, sering memenangkan kejuaraan lomba nyanyi, seperti Juara Festival Pop Singer Jawa Barat, Juara Keroncong Jawa Barat (88), Bintang Radio dan Televisi Jawa Barat (89) . Teh Dewi pun sering terlihat muncul menjadi aktor film, film pendek, serial televisi dan acara tv.
Prestasinya di Asia bagus itulah yang membuanya hijrah ke Jakarta. Dan sekarang kerinduannya pada dunia tari terbayarkan dengan kembali manggung di almamaternya sendiri. Tapi sebenarmya kata Gita, walau sibuk di bidang lain, dia tetap menyempatkan menari, tahun ini saja sudah ada 4-5 pergelaran tari yang ia ikuti.
Indrawati Lukman, Umur 80 Tak Bosan Menari Tari Klasik Sunda (Foto Asep GP) |
Dewi Gita yang mahir menarikan tarian Klasik Sunda dan Jaipongan ini. Berharap Tari Klasik Sunda harus tumbuh aktif dan disupport oleh masyarakatnya. Kalau pelaku-pelaku seninya sudah sangat berjuang dan konsisten ngamumule (melestarikan) Tari Sunda, berada di panggungnya. “Yang kami butuhkan adalah para penonton. Walau kami sudah mengratiskan tapi sepi penonton. Mungkin karena edukasi dan promonya yang kurang gencar ya. Coba support systemnya kita pertegas lagi, bahwa Tari Klasik Sunda ini warisan adiluhung para karuhun yang wajib kita lestarikan, sebagai kekayaan budaya bangsa yang menjadi marwah ki Sunda dan kebanggaan Indonesia. Tidak usah bisa nari lah, tapi dengan datang menonton bersama anak-cucu pun sudah merupakan suatu kebahagiaan bagi kami, para seniman,“ pungkasnya.
Tari Kontemporer Sebagai Bahan Perbandingan Tari Tradisi
Menurut Ai Mulyani S.Sen., M.Si, Kaprodi Tari, Fakultas Seni Rupa Pertunjukan ISBI Bandung, Pertunjukan Tari Kontemporer yang tampil pada sesi 2 pada acara puncak ini, kegiatan Program Sarjana (S-1) Peminatan Tari Kontemporer dan menampilkan dua seniman tari, Hari Gulur dari Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya (Jatim), dan satu lagi seniman yang berkompeten di bidang Balet Davit Fitrik (Jakarta), dimana David juga sudah melaksanakan workshop pada mahasiswa Semester 5 & 7 unytuk bidang Penciptaan. Sedangkan dari ISBI tampil Tyoba Armey A.P (Dosen ISBI Bandung) dan Aldi Nurkholis (mahasiswa Jurusan Seni Tari ISBI Bandung).
Dewi Gita Sang Bintang Tamu, Seniwati Multi Talenta (Foto Asep GP) |
“Walau gerak dan tema pesannya disampaikan dalam bentuk kontemporer tapi tetap diambil dari tradisi, dan saya harap pertunjukan ini menambah wawasan para mahasiswa, melihat tari kontemporer produk luar kampus itu seperti apa, dan nanti bisa jadi bahan referensi tugas akhir mereka,“ katanya.
Hal Senada juga dikatakan Katua Pelaksana Kegiatan sekaligus dosen Tari ISBI, Devi Supriatna. Baik pertunjukan tari, workshop dan seminar, dari para Maestro, seniman pilihan, dan guru besar, sangat berkualitas dan menjadi stimulus buat ISBI Bandung, terutama Prodi Seni Tari. “Semua ini sangat berkualitas banget bagi kami, tentang bagaimana kreativitas menari, bagaimana mempelajari tari, dan bagaimana pewarisan dan penataan tari itu sendiri, banyak banget hasil yang kita dapat dari semua itu,“ katanya serius.
Sementara itu Kurator Bandung Dance Festival (BDF), Dr. Alvianto menjelaskan, dalam pergelaran Tari Kontemporer ini semua sesuai dengan tema, “Tubuh Mencipta Peristiwa”, masing-masing karya para koreografer terbaik ini, cara mengungkapkan tubuh menghadirkan peristiwa itu beda-beda. Dan beda dengan sebelumnya biasanya para penampil di BDF ini banyak sekali dan tanpa proses kurasi, sapa saja boleh tampil, kalau sekarang dibatasi, 3 penari klasik dan 4 penari kontemporer, para maestro dan koreografer-koreografer muda yang sudah mapan.
Menampilkan Hasil Workshop (Foto Asep GP) |
Dan ini menurut Alvianto, sebuah ruang edukasi dimana mahasiswa bisa membandingkan antara tradisi dengan kontemporer. “Apabila mahasiswa terlena dengan tradisi, dia tidak akan bisa berkembang sehingga harus dikasih apresiasi kreativitas seni kontemporer ini. Apalagi tantangan kini kreativitas itu sangat penting banget. Orang-orang sukses itu punya kreativitas tinggi. Yaitu diawali dengan apresiasi tari kontemporer ini,“ jelasnya.
Seni Itu Bukan Hanya Hiburan Tapi Untuk Mendekatkan Diri Pada Tuhan
Di BDF ini Jurusan Seni tari ISBI juga mengundang kritikus tari nasional Dr. Sal Murgiyanto, M.A., dan menjadi narasumber seminar didampingi Feriyal Amal Aslam, Ph.D (orang Pakistan lulusan UCLA- USA), yang berbicara tentang tari dan tubuh perempuan. Feriyal membandingkan penari Pakistan dan Indonesia yang sama-sama menganut islam yang kuat. Menurutnya di Indonesia penari/ koreografer perempuan punya semacam keleluasaan dalam berkarya, beda dengan di Pakistan terbatas baik kostum dan gerakannya.
Inilah Tari Kontemporer Itu (Foto Asep GP) |
Ketika ditemui wartawan, Sal Murgiyanto mengatakan, sesuai Tema BDF “Body Creates Phenomenon”, memang dalam seni tari, tubuh itu adalah alat yang penting, mediumnya gerakan tubuh itu sendiri. Tapi jangan lupa bahwa di dalam tubuh itu bukan hanya ada tulang dan daging, tapi juga ada otak dan hati. Jadi agar menjadi manusia, seniman yang utuh, ketiganya harus dipadukan sebaik-baiknya. “Tubuh adalah keterampilan nomer satu, tapi jangan lupa orang juga punya otak jadi harus berfikir kritis, kreatif berdasarkan pikiran. Misalnya kalau kita mewarisi tradisi harus selektif mana yang harus diteruskan dan mana yang harus ditinggalkan. Dan ini seringkali tidak semuanya itu bisa diteruskan. Misalnya dalam tradisi Jawa ada pemeo mangan ora mangan ngumpul (makan atau tidak kamu harus berkumpul). Nah ketika kecil saya katakan, saya gak mau begitu, saya harus makan kalau perlu gak usah berkumpul dengan keluarga. Misalnya kalau dulu anak-anak usia 10-12 saja dijodohkan, cepat-cepat dikawinkan tapi anak-anak sekarang berkarirnya di usia 22 lebih. Ini kan tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya, karirnya,“ tandasnya.
Ai Mulyani Kaprodi Seni Tari ISBI, Gerak Kontemporer - Bahan Tradisi (Foto Asep GP) |
Dosen Seni Tari yang pernah ngajar di IKJ dan 18 tahun ngajar Universitas Taipe ini pun menyarankan agar di ISBI mengadakan pertemuan rutin yang skupnya lebih luas lagi, tidak hanya Bandung tapi bersifat Internasional. Lagi pula di ISBI banyak Guru Besar dan dosen bertitel Doktor, ini akan jadi bekal yang baik, katanya, sambil memperekenalkan narasumber dari Pakistan Feriyal Amal Aslam, Ph.D. “Biar semua punya wawasan luas, bukan mana yang lebih baik/jelek tapi untuk perbandingan dan menambah ilmu pengetahuan,” katanya.
Doktor Alvianto, Kreativitas Itu Penting Banget (Foto Asep GP) |
Dosen asal Yogyakarta ini pun mengingatkan, sebuah karya akan bagus kalau karya itu didukung oleh teknik yang bagus, olah gagasan yang baik, tapi jangan lupa juga harus punya rasa sepemikiran, karena sekarang ini banyak profesor, doktor, banyak orang pintar tapi gak punya hati.
“Jadi kalau anda pinter anda punya kekuasaan, anda harus membantu yang lemah. Ini harus diajarkan dari awal ke anak-anak muda. Kalau tidak ketika dewasa mereka akan semena-mena,“ terangnya.
Dr. Sal Murgiyanto Bersama Feriyal Amal Aslam (Pakistan) Ph.D, Seni Itu Untuk Mendekatkan Diri Kepada Tuhan Dan Mencintai Sesama (Foto Asep GP) |
Pak Sal banyak sekali bercerita tentang seni dan kehidupan, tapi intinya kata dia, tujuan akhir dari sebuah penciptaan seni (tari) itu bukan sebagai hiburan, misalnya dalam ketuk tilu orang melihatnya yang bahenol-bahenolnya saja. Tujuan kesenian yang paling fokus itu untuk mendekatkan diri pada Tuhan, untuk mencintai sesama,“ demikian pungkas Doktor lulusan dari Amerika yang pernah mengajak istrinya Endang Trangwesti, yang juga seorang dosen, untuk ngajar praktik Tari Jawa di sana. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment