Home
» Pendidikan
» Kemendikbudristek Dorong Perguruan Tinggi Tetapkan Uang Kuliah Tunggal dengan Bijak dan Berkeadilan
Saturday, May 18, 2024
Hal tersebut disampaikan Pelaksana tugas (Plt.) Sekretaris Ditjen Diktiristek, Tjitjik Srie Tjahjandarie, saat menggelar jumpa pers di Gedung D, Kantor Kemendikbudristek, di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Pada kesempatan tersebut, Tjitjik menjelaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi bersifat inklusif, artinya dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat yang memiliki kemampuan akademis tinggi. Untuk itu dalam penetapan besaran UKT, pemerintah mewajibkan ada dua kelompok UKT yaitu UKT 1 dengan besaran lima ratus ribu rupiah dan UKT 2 dengan besaran satu juta rupiah. Proporsi UKT 1 dan UKT 2 sebesar minum dua puluh persen. Hal ini untuk menjamin masyarakat tidak mampu namun memiliki kemampuan akademik tinggi dapat mengakses pendidikan tinggi (tertiary education) yang berkualitas.
“Dalam penetapan UKT, wajib ada kelompok UKT 1 dan UKT 2 dengan proporsi minimum dua puluh persen. Ini untuk menjamin akses pendidikan tinggi berkualitas bagi masyarakat yang kurang mampu,” jelas Tjitjik.
Lebih lanjut, Tjitjik menjelaskan bahwa perguruan tinggi memiliki kewenangan otonom untuk menetapkan UKT kelompok 3 dan seterusnya. Namun, Tjitjik mengingatkan bahwa penetapan besaran UKT tetap ada batasannya yaitu untuk UKT kelompok paling tinggi maksimal sama dengan besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi mengamanatkan bahwa pemerintah perlu menetapkan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT). SSBOPT merupakan acuan biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi yang secara periodik diriviu dengan mempertimbangkan capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah. SSBOPT menjadi dasar pengalokasian Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan penetapan BKT. BKT merupakan dasar penetapan UKT untuk setiap program studi diploma dan sarjana.
Tjitjik menjelaskan, saat ini intervensi pemerintah melalui BOPTN baru bisa menutup sekitar tiga puluh persen biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi. Untuk itu, perlu peran serta masyarakat bergotong royong melalui mekanisme pendanaan UKT dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI). Selain itu, Tjitjik juga mendorong perguruan tinggi mengoptimalkan pengelolaan aset untuk menambah pendapatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) non-UKT dan IPI.
Tjitjik tegaskan bahwa saat ini Ditjen Diktiristek terus berkoordinasi dengan para pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) agar penyesuaian UKT tidak melebihi batas standar pembiayaan yang telah ditentukan, harus sesuai aturan yang berlaku. Ia juga mengimbau PTN untuk terus melakukan sosialisasi terkait UKT kepada para pemangku kepentingan masing-masing. (Rls.Asep GP)***
Tatarjabar.com
May 18, 2024
CB Blogger
IndonesiaKemendikbudristek Dorong Perguruan Tinggi Tetapkan Uang Kuliah Tunggal dengan Bijak dan Berkeadilan
Posted by
Tatarjabar.com on Saturday, May 18, 2024
Hal tersebut disampaikan Pelaksana tugas (Plt.) Sekretaris Ditjen Diktiristek, Tjitjik Srie Tjahjandarie, saat menggelar jumpa pers di Gedung D, Kantor Kemendikbudristek, di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Pada kesempatan tersebut, Tjitjik menjelaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi bersifat inklusif, artinya dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat yang memiliki kemampuan akademis tinggi. Untuk itu dalam penetapan besaran UKT, pemerintah mewajibkan ada dua kelompok UKT yaitu UKT 1 dengan besaran lima ratus ribu rupiah dan UKT 2 dengan besaran satu juta rupiah. Proporsi UKT 1 dan UKT 2 sebesar minum dua puluh persen. Hal ini untuk menjamin masyarakat tidak mampu namun memiliki kemampuan akademik tinggi dapat mengakses pendidikan tinggi (tertiary education) yang berkualitas.
“Dalam penetapan UKT, wajib ada kelompok UKT 1 dan UKT 2 dengan proporsi minimum dua puluh persen. Ini untuk menjamin akses pendidikan tinggi berkualitas bagi masyarakat yang kurang mampu,” jelas Tjitjik.
Lebih lanjut, Tjitjik menjelaskan bahwa perguruan tinggi memiliki kewenangan otonom untuk menetapkan UKT kelompok 3 dan seterusnya. Namun, Tjitjik mengingatkan bahwa penetapan besaran UKT tetap ada batasannya yaitu untuk UKT kelompok paling tinggi maksimal sama dengan besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi mengamanatkan bahwa pemerintah perlu menetapkan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT). SSBOPT merupakan acuan biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi yang secara periodik diriviu dengan mempertimbangkan capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah. SSBOPT menjadi dasar pengalokasian Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan penetapan BKT. BKT merupakan dasar penetapan UKT untuk setiap program studi diploma dan sarjana.
Tjitjik menjelaskan, saat ini intervensi pemerintah melalui BOPTN baru bisa menutup sekitar tiga puluh persen biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi. Untuk itu, perlu peran serta masyarakat bergotong royong melalui mekanisme pendanaan UKT dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI). Selain itu, Tjitjik juga mendorong perguruan tinggi mengoptimalkan pengelolaan aset untuk menambah pendapatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) non-UKT dan IPI.
Tjitjik tegaskan bahwa saat ini Ditjen Diktiristek terus berkoordinasi dengan para pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) agar penyesuaian UKT tidak melebihi batas standar pembiayaan yang telah ditentukan, harus sesuai aturan yang berlaku. Ia juga mengimbau PTN untuk terus melakukan sosialisasi terkait UKT kepada para pemangku kepentingan masing-masing. (Rls.Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment