Home
» Pendidikan
» ISBI Bandung Angkat Lagi Budaya Leluhur Bersarung dan Membawa Gorokan Rantang yang Sarat Makna
Saturday, April 20, 2024
Halal Bihalal Bersarung ISBI Bandung (foto Asep GP) |
Ada yang menarik dan unik di acara Halal Bihalal Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, yang berlangsung Rabu, 17 April 2024 di Gedung Kesenian Sunan Ambu, Jl. Buah Batu No. 212 Cijagra Kec. Lengkong - Kota Bandung. Kebanyakan semua yang datang ke acara tersebut memakai kain “sarung”. Tak hanya itu banyak juga yang membawa gorokan rantang.
Matak waas, ras ka mangsa nu lawas (jadi teringat masa lalu). Tradisi memakai sarung dan saling mengirim makanan dalam rantang ke sanak-saudara dan tetangga memang sudah dilakukan sejak dulu oleh para luluhur kita.
Acara Hala Bihalal kali ini memang bertajuk Bersarung dan Gorokan Rantang, dan ini kata Rektor ISBI Dr. Retno Dwimarwati, S.Sen., M.Hum, adalah salah satu cara untuk menguatkan hastag ISBI Bandung sebagai agen pemajuan kebudayaan.
Bersarung (bersilaturahmi sambil ngariung) ini merupakan penguatan tali persaudaraan. Dengan bersilaturahmi semoga dapat menambah rizki dan menambah panjang umur.
Guru Besar ISBI pun Bersarung (foto Asep GP) |
Bersarung dalam kebudayaan kita, merupakan langkah untuk menguatkan identitas kolektif, selain sarung sebagai pelindung tubuh dan alat komunikasi, di Indonesia ini terlihat dari motif yang memiliki makna khusus termasuk aturan penggunaannya.
Bagi muslim sarung adalah busana formal para ulama, santri dan tokoh penting keagamaan. Motif sarung untuk laki-laki biasanya geometris dan bagi perempuan sarung batik. Di NTT sarung/kain tenun ikat dijadikan pakaian resmi ASN setiap hari selasa dan Jumat. Daerah lain, juga daerah lainnya seperti Betawi, jawa, Sunda, Madura, Makasar, Tajong Samarinda dan tenun Gedokan, Sarung Ulos dari SUMUT dan sarung Poleng dari Bali. Bahkan mulai tanggal 3 Maret 2019 dijadikan Hari sarung Nasional.
“Kolaborantang, sebagai bentuk tradisi nganteuran, berbagi pada setiap munggahan dan lebaran di masyarakat dijadikan bentuk kegotong-royongan sejak tahun kemarin tetap dipertahankan untuk menguatkan rasa empati dan rereongan dalam meringankan beban acara bersama, akur jeung dulur. Tahun ini ditambah dengan penguatan budaya dengan mengenalkan gastronomi/kuliner di 27 kab/kota yang ada di Jawa Barat,“ demikian kata bu rektor.
Acara selain mengundang Ustadz Nana Gerhana, dimeriahkan juga dengan saling memberikan hadiah diantara civitas akademika ISBI, sebagai bentuk kerukunan. Kolaborasi gift (hadiah) ini adalah bentuk kerukunan warga ISBI Bandung untuk berpartisipasi berbagi pada seluruh keluarga besar kita tercinta dengan berkontribusi memberikan hadiah, baik satu, dua, tiga sepuluh bahkan 15 hadiah dari individu maupun unit untuk memeriahkan acara.
Lebih jauh Retno menjelaskan pada wartawan, bahwa kesenian dan kebudayaan selama ini hanya dipandang sebelah mata. Padahal kesenian adalah penghalus jiwa, begitu pula yang dilakukan ISBI selama ini adalah menjadikan karakter yang penting dan luar biasa. “Segala sesuatu yang kita lakukan itu untuk menjadikan manusia-manusia yang berkarakter terutama integritas jujur dan kerjasama ditanamkan di sini. Jadi kalau ada karakter Pancasila yang disiapkan yang didalamnya ada kreativitas dan gotong-royong, itu semuanya ada di dalam kesenian dan kebudayaan,“ tegasnya.
Warek Supriatna juga Bersarung (Foto Asep GP) |
ISBI Bandung yang punya hastag pemajuan kebudayaan, selama ini terus menggali kembali (seni budaya tradisional) lalu mensosialisasikan ke masyarakat yang lebih luas. Ketika ISBI membuat berbagai bentuk tarian kreasi yang digali dari tarian tradisi, lalu disebarkan ke masyarakat luas, itu adalah usaha untuk mengembangkan karakter, imbuh Retno.
Seperti halnya dalam halal bihalal sekarang dengan tema Bersarung, sebetulnya itu tradisi nenek moyang yang ada di beberapa daerah di indoneisa. Mungkin orang sekarang kalau memakai sarung itu asa teu gaya , udik, kampungan. Padahal Sarung itu sebagai identitas kolektif dan ternyata dari sarung dan motifnya pun sarat akan makna dan pemakaian sarung itu ada tata cara dan aturan-aturannya yang luar biasa.
Rantang Sebagai Simbol Gotong-royong dan Bermasyarakat (foto Asep GP) |
Retno mencontohkan di Sumatera Utara (Batak) kain Ulos adalah simbol penghormatan terhadap perempuan ketika dia bisa menjaga anak, menjaga keluarga dan bisa menjaga masyarakatnya. Ini harus dilestarikan, dan disosialisasikan ke generasi sekarang, bahwa sarung yang kita punya itu luar biasa.
“Jadi kesenian dan kebudayaan warisan nenek moyang kita itu adiluhung. Sarat dengan makna dan karakter yang luar biasa dan itu relevan di segala zaman, bisa ditanamkan pada generasi sekarang dengan cara-cara yang baru, disesuaikan dengan zamannya.
“Apa yang dilahirkan oleh leluhur kita banyak mengandung makna luar biasa dan relevan disegala zaman, bisa ngindung ka waktu ngabapa ka zaman, bisa terus di-update, bisa terus dilakukan dan bisa kita laksanakan, disebarkan dengan cara-cara baru, baik dari tekad, ucap, dan lampah, itu sudah dilakukan oleh leluhur-leluhur kita,“ pungkas rektor.
***
Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA, (Rektor Unpad ke-10) pernah mengatakan, keberadaan sekolah dan kampus seni di Bandung (SMKI & ISBI Bandung) sangat berperan aktif melahirkan seniman-seniman Sunda, tiap tahunnya. Jelas keberadaanya sebagai garda terdepan pelestari seni-budaya Sunda.
(foto Asep GP) |
Tapi seiring waktu dalam perkembangannya, dengan bertambahnya peminat mahasiswa dan fakultas, ISBI Bandung merasa kesulitan. Terutama untuk pengembangan kampus. Kampus Buah Batu 212 sekarang sudah penuh sesak dengan fasilitas ajar seadanya.
Memang sejak tahun 2018, ISBI Bandung telah mendapat hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) berupa tanah seluas 8,7 hektare di Cikamuning, Desa Bojongkoneng, Kecamatan Ngamprah. Namun, hingga saat ini tanah tersebut belum bisa dibangun karena masih dalam proses penyelesaian sertifikat tanah.
Kata rektor, "Sudah lima tahun dari 2018 sampai 2023 ini belum bersertifikat. Kami berusaha di tahun ini harus selesai. Karena keinginan di tahun-tahun berikutnya, DED (Detail Engineering Design), masterplan harus disiapkan. Kalau kita punya tanah tapi tidak bersertifikat siapapun yang akan membantu pasti sulit. Makanya hal itu dulu yang harus selesai."
Rektor ISBI Retno Dwimarwati bersama Dewan Penyantun Ipong Witono, Siap Bermitra Memajukan ISBI Bandung (foto Asep GP) |
Terkait hal ini, Dewan Penyantun Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Ipong Witono, yang hadir pada saat halal bihalal menegaskan kepada wartawan, akan terus berikhtiar untuk mewujudkan perluasan kampus II di Kabupaten Bandung Barat (KBB) tersebut. Dan dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan pertemuan khusus, untuk membahas lahan kampus II ISBI Bandung di Cikamuning, KBB.
"Ya, dalam waktu dekat ini kita akan melakukan pertemuan, pertama dengan pemilik kampus ini yaitu Pak Dirjen, juga kepada Gubernur dan mungkin minggu ini akan berkirim surat, mendiskusikan banyak hal, bukan hanya masalah tanah tapi juga banyak hal yang strategis," katanya.
Ipong juga melihat ISBI Bandung sudah memberi banyak kepada masyarakat. Seperti dalam halal bihal ini, ISBI mengingatkan agar kita kembali kepada jatidiri kita. “Jadi hari ini ISBI berangkat dari titik-nya melakukan navigasi budaya. Karena begitu kuat perubahan tidak hanya perubahan di dunia tapi di luar pagar ISBI ini sudah sangat cepat, apakah itu konteksnya kepada korupsi, hal etika, atau hal-hal lain terhadap kekuasaan yang dilakukan, kita kehilangan arah,” kata Ipong.
Ustadz Nana Gerhana Warisan Budaya Leluhur Kita Sarat Akan Makna yang Luar Biasa (foto Asep GP) |
Nah makanya Dewan Penyantun sebagai mitra sahabat dari ISBI Bandung, beberapa kali telah bertukar pikiran untuk melihat ke depan bagaimana arah perjalanan ISBI ini bisa didorong oleh Dewan Penyantun.
“Rektor pun, sudah memberi arahan banyak dan kita sedang mengelaborasikan untuk bisa melakukan upaya-upaya maksimal berkomunikasi, bersilaturahmi yang selama ini dianggap kurang pada semua pihak, tidak hanya pemerintah tapi juga menampilkan karakter-karakter. Jadi orang akan tahu bagaimana karakter lulusan ISBI di masyarakat yang memang berbeda dengan kompetensinya dalam bidang seni dan budaya. Oleh karena itu perjumpaan hari ini sangat penting untuk kembali kepada jadi diri kita, kembali ke akar kita,” pungkas putra mantan Pangdam III Siliwangi, Letjen Witono (Alm). (Asep GP)***
Tatarjabar.com
April 20, 2024
CB Blogger
IndonesiaISBI Bandung Angkat Lagi Budaya Leluhur Bersarung dan Membawa Gorokan Rantang yang Sarat Makna
Posted by
Tatarjabar.com on Saturday, April 20, 2024
Halal Bihalal Bersarung ISBI Bandung (foto Asep GP) |
Ada yang menarik dan unik di acara Halal Bihalal Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, yang berlangsung Rabu, 17 April 2024 di Gedung Kesenian Sunan Ambu, Jl. Buah Batu No. 212 Cijagra Kec. Lengkong - Kota Bandung. Kebanyakan semua yang datang ke acara tersebut memakai kain “sarung”. Tak hanya itu banyak juga yang membawa gorokan rantang.
Matak waas, ras ka mangsa nu lawas (jadi teringat masa lalu). Tradisi memakai sarung dan saling mengirim makanan dalam rantang ke sanak-saudara dan tetangga memang sudah dilakukan sejak dulu oleh para luluhur kita.
Acara Hala Bihalal kali ini memang bertajuk Bersarung dan Gorokan Rantang, dan ini kata Rektor ISBI Dr. Retno Dwimarwati, S.Sen., M.Hum, adalah salah satu cara untuk menguatkan hastag ISBI Bandung sebagai agen pemajuan kebudayaan.
Bersarung (bersilaturahmi sambil ngariung) ini merupakan penguatan tali persaudaraan. Dengan bersilaturahmi semoga dapat menambah rizki dan menambah panjang umur.
Guru Besar ISBI pun Bersarung (foto Asep GP) |
Bersarung dalam kebudayaan kita, merupakan langkah untuk menguatkan identitas kolektif, selain sarung sebagai pelindung tubuh dan alat komunikasi, di Indonesia ini terlihat dari motif yang memiliki makna khusus termasuk aturan penggunaannya.
Bagi muslim sarung adalah busana formal para ulama, santri dan tokoh penting keagamaan. Motif sarung untuk laki-laki biasanya geometris dan bagi perempuan sarung batik. Di NTT sarung/kain tenun ikat dijadikan pakaian resmi ASN setiap hari selasa dan Jumat. Daerah lain, juga daerah lainnya seperti Betawi, jawa, Sunda, Madura, Makasar, Tajong Samarinda dan tenun Gedokan, Sarung Ulos dari SUMUT dan sarung Poleng dari Bali. Bahkan mulai tanggal 3 Maret 2019 dijadikan Hari sarung Nasional.
“Kolaborantang, sebagai bentuk tradisi nganteuran, berbagi pada setiap munggahan dan lebaran di masyarakat dijadikan bentuk kegotong-royongan sejak tahun kemarin tetap dipertahankan untuk menguatkan rasa empati dan rereongan dalam meringankan beban acara bersama, akur jeung dulur. Tahun ini ditambah dengan penguatan budaya dengan mengenalkan gastronomi/kuliner di 27 kab/kota yang ada di Jawa Barat,“ demikian kata bu rektor.
Acara selain mengundang Ustadz Nana Gerhana, dimeriahkan juga dengan saling memberikan hadiah diantara civitas akademika ISBI, sebagai bentuk kerukunan. Kolaborasi gift (hadiah) ini adalah bentuk kerukunan warga ISBI Bandung untuk berpartisipasi berbagi pada seluruh keluarga besar kita tercinta dengan berkontribusi memberikan hadiah, baik satu, dua, tiga sepuluh bahkan 15 hadiah dari individu maupun unit untuk memeriahkan acara.
Lebih jauh Retno menjelaskan pada wartawan, bahwa kesenian dan kebudayaan selama ini hanya dipandang sebelah mata. Padahal kesenian adalah penghalus jiwa, begitu pula yang dilakukan ISBI selama ini adalah menjadikan karakter yang penting dan luar biasa. “Segala sesuatu yang kita lakukan itu untuk menjadikan manusia-manusia yang berkarakter terutama integritas jujur dan kerjasama ditanamkan di sini. Jadi kalau ada karakter Pancasila yang disiapkan yang didalamnya ada kreativitas dan gotong-royong, itu semuanya ada di dalam kesenian dan kebudayaan,“ tegasnya.
Warek Supriatna juga Bersarung (Foto Asep GP) |
ISBI Bandung yang punya hastag pemajuan kebudayaan, selama ini terus menggali kembali (seni budaya tradisional) lalu mensosialisasikan ke masyarakat yang lebih luas. Ketika ISBI membuat berbagai bentuk tarian kreasi yang digali dari tarian tradisi, lalu disebarkan ke masyarakat luas, itu adalah usaha untuk mengembangkan karakter, imbuh Retno.
Seperti halnya dalam halal bihalal sekarang dengan tema Bersarung, sebetulnya itu tradisi nenek moyang yang ada di beberapa daerah di indoneisa. Mungkin orang sekarang kalau memakai sarung itu asa teu gaya , udik, kampungan. Padahal Sarung itu sebagai identitas kolektif dan ternyata dari sarung dan motifnya pun sarat akan makna dan pemakaian sarung itu ada tata cara dan aturan-aturannya yang luar biasa.
Rantang Sebagai Simbol Gotong-royong dan Bermasyarakat (foto Asep GP) |
Retno mencontohkan di Sumatera Utara (Batak) kain Ulos adalah simbol penghormatan terhadap perempuan ketika dia bisa menjaga anak, menjaga keluarga dan bisa menjaga masyarakatnya. Ini harus dilestarikan, dan disosialisasikan ke generasi sekarang, bahwa sarung yang kita punya itu luar biasa.
“Jadi kesenian dan kebudayaan warisan nenek moyang kita itu adiluhung. Sarat dengan makna dan karakter yang luar biasa dan itu relevan di segala zaman, bisa ditanamkan pada generasi sekarang dengan cara-cara yang baru, disesuaikan dengan zamannya.
“Apa yang dilahirkan oleh leluhur kita banyak mengandung makna luar biasa dan relevan disegala zaman, bisa ngindung ka waktu ngabapa ka zaman, bisa terus di-update, bisa terus dilakukan dan bisa kita laksanakan, disebarkan dengan cara-cara baru, baik dari tekad, ucap, dan lampah, itu sudah dilakukan oleh leluhur-leluhur kita,“ pungkas rektor.
***
Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA, (Rektor Unpad ke-10) pernah mengatakan, keberadaan sekolah dan kampus seni di Bandung (SMKI & ISBI Bandung) sangat berperan aktif melahirkan seniman-seniman Sunda, tiap tahunnya. Jelas keberadaanya sebagai garda terdepan pelestari seni-budaya Sunda.
(foto Asep GP) |
Tapi seiring waktu dalam perkembangannya, dengan bertambahnya peminat mahasiswa dan fakultas, ISBI Bandung merasa kesulitan. Terutama untuk pengembangan kampus. Kampus Buah Batu 212 sekarang sudah penuh sesak dengan fasilitas ajar seadanya.
Memang sejak tahun 2018, ISBI Bandung telah mendapat hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) berupa tanah seluas 8,7 hektare di Cikamuning, Desa Bojongkoneng, Kecamatan Ngamprah. Namun, hingga saat ini tanah tersebut belum bisa dibangun karena masih dalam proses penyelesaian sertifikat tanah.
Kata rektor, "Sudah lima tahun dari 2018 sampai 2023 ini belum bersertifikat. Kami berusaha di tahun ini harus selesai. Karena keinginan di tahun-tahun berikutnya, DED (Detail Engineering Design), masterplan harus disiapkan. Kalau kita punya tanah tapi tidak bersertifikat siapapun yang akan membantu pasti sulit. Makanya hal itu dulu yang harus selesai."
Rektor ISBI Retno Dwimarwati bersama Dewan Penyantun Ipong Witono, Siap Bermitra Memajukan ISBI Bandung (foto Asep GP) |
Terkait hal ini, Dewan Penyantun Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Ipong Witono, yang hadir pada saat halal bihalal menegaskan kepada wartawan, akan terus berikhtiar untuk mewujudkan perluasan kampus II di Kabupaten Bandung Barat (KBB) tersebut. Dan dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan pertemuan khusus, untuk membahas lahan kampus II ISBI Bandung di Cikamuning, KBB.
"Ya, dalam waktu dekat ini kita akan melakukan pertemuan, pertama dengan pemilik kampus ini yaitu Pak Dirjen, juga kepada Gubernur dan mungkin minggu ini akan berkirim surat, mendiskusikan banyak hal, bukan hanya masalah tanah tapi juga banyak hal yang strategis," katanya.
Ipong juga melihat ISBI Bandung sudah memberi banyak kepada masyarakat. Seperti dalam halal bihal ini, ISBI mengingatkan agar kita kembali kepada jatidiri kita. “Jadi hari ini ISBI berangkat dari titik-nya melakukan navigasi budaya. Karena begitu kuat perubahan tidak hanya perubahan di dunia tapi di luar pagar ISBI ini sudah sangat cepat, apakah itu konteksnya kepada korupsi, hal etika, atau hal-hal lain terhadap kekuasaan yang dilakukan, kita kehilangan arah,” kata Ipong.
Ustadz Nana Gerhana Warisan Budaya Leluhur Kita Sarat Akan Makna yang Luar Biasa (foto Asep GP) |
Nah makanya Dewan Penyantun sebagai mitra sahabat dari ISBI Bandung, beberapa kali telah bertukar pikiran untuk melihat ke depan bagaimana arah perjalanan ISBI ini bisa didorong oleh Dewan Penyantun.
“Rektor pun, sudah memberi arahan banyak dan kita sedang mengelaborasikan untuk bisa melakukan upaya-upaya maksimal berkomunikasi, bersilaturahmi yang selama ini dianggap kurang pada semua pihak, tidak hanya pemerintah tapi juga menampilkan karakter-karakter. Jadi orang akan tahu bagaimana karakter lulusan ISBI di masyarakat yang memang berbeda dengan kompetensinya dalam bidang seni dan budaya. Oleh karena itu perjumpaan hari ini sangat penting untuk kembali kepada jadi diri kita, kembali ke akar kita,” pungkas putra mantan Pangdam III Siliwangi, Letjen Witono (Alm). (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment