Home
» Seni Budaya
» Pameran Mengenang Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA “Di Atas Kertas Engkau Masuk Surga” : Itu Adalah Ribuan Doa
Tuesday, May 16, 2023
Syarif Maulana, Papap orang besar dan membuat kita jadi besar (Foto Asep GP) |
Pameran itu berlangsung di Galeri PlaAstro Jl. Haji Kurdi Timur IV No. 14 Bandung, Rabu 10 Mei 2023 yang digelar hingga 5 Juni 2023.
Seusai doa bersama dan mendengarkan kata sambutan jarak jauh dari Ketua Panitia Dr. Supriatna (Murid Prof. Wawan di FSRD ITB yang kini jadi Warek I ISBI Bandung) yang sedang berada di perjalanan dalam tugas ke Yogyakarta, pameran dibuka dengan simbol musik Rahadi dan sebagian yang hadir pun ikut memainkan alat musik bambu yang dihentakan ke bumi.
Acara diisi juga dengan Webinar: Prof. Dr. Endang Tjaturwati, S.S.T, M.S, (Guru Besar ISBI Bandung) dan Prof. Dr. Tjetjep Rohendi Rohidi, MA (Guru Besar Unes), pertunjukan musik Fahdi Hasan, S.Tr.Sn. dan pemutaran video “Sufisme” serta testimoni dari teman, sahabat dan murid-murid mendiang. Selanjutnya acara akan diiisi banyak hal termasuk Deklarasi Kertas Sedunia dan pihak panitia membuka lebar-lebar bagi para seniman, teman, mahasiwa, murid Almarhum yang akan ikut memajang karyanya hingga akhir pameran (5 Juni 2023).
Bu Diana membuka pintu ruang pameran, mari kita teruskan cita-cita Prof. Wawan (Foto Asep GP) |
Kegiatan ini sengaja digelar tanggal 10 Mei karena hari lahir Prof. Wawan 72 tahun yang lalu di Bandung pada 10 Mei 1951. Tanggal 10 Mei juga sekaligus Hari Kertas Sedunia.
Selain itu kata Fahdi acara pameran ini memang sudah direncanakan oleh Almarhum pada tanggal 10 Mei di Galeri PlaAstro – Sekretariat KPAS (Komunitas Peduli Anak Spesial), tapi beliau keburu wafat, “Bapa kan meninggal tanggal 27- satu Minggu sebelumnya kita ada obrolan di rumahnya Jalan Rebana 10 - Bandung - di Garasi 10, membicarakan pameran yang diadakan di sekre KPAS dan beliau bilang sok persiapkan dan ramaikan,” kenang Fahdi.
Tapi kenyataan berkata lain dan dalam keadaan masih berkabung akhirnya setelah dirembukkan dengan pihak keluarga Kang Wawan, akhirnya rencana Almarhum untuk berpameran tanggal 10 Mei 2023, diwujudkan dengan judul “Di Atas Kertas Engkau Masuk Surga” – sebagai sebuah doa.
Lukisan potret diri Sang Maestro Kertas karya Ana Sungkar (Foto Asep GP) |
Kata Konsultan Program dan Pelatih KPAS yang akrab dipanggil Kang Adi, acara mengenang Prof. Wawan ini akan berlanjut lagi di Maranatha di 40 harinya Almarhum, juga di ISBI Bandung.
Adapun karya Almarhum Kang Wawan yang dipamerkan di Galeri PlaAstro, diantaranya Kertas Sejagat Nusantara, Kertas Sejagat, Pingpong dan Kemanusian dan karya religiusitas yang terkenal - Dari Garasi untuk Negeri, Bumi dan Galaksi.
“Karya-karya Prof. Wawan tadi saya beri judul Supis karena menurut saya beliau itu Supis, “tegas kang Adi.
Judul yang sama juga disematkan Adi pada video, sufisme. Berupa film pendek yang mengisahkan para anggota KPAS yang berjalan kaki dari Haji Kurdi Timur (Galeri PlaAstro ) ke Jalan Rebana (Kediaman Kang Wawan - Galeri Seni 10). Sesudah sampai di Rebana 10 mereka mengambil kertas, dsb, lalu dibawa ke Galeri PlaAstro untuk dipamerkan. Terus dalam film tersebut dibuatkan juga soundtrack musik bamboo yang dibuat Adi.
“Itu suatu ungkapan doa dan harapan beliau juga yang meminta saya harus membuat banyak hal termasuk membuat pameran ini. Dan saya cukup lega lumayan terlaksana, Alhamdulillah. Jadi pameran ini tujuannya dedikasi kami pada beliau, mendoakan beliau, juga karena memang sudah tanggung jawab kami yang dititipkan wasiat,” katanya haru.
Adi juga sudah bertekad akan tetap mensupport Garasi Seni 10 yang digagas Almarhum, termasuk akan mengkolaborasikan ekoprint (Cetak Daun yang dikelola Lilis Nuryati - Istri Almarhum) dengan program-program kegiatan KPAS dimana Prof. Wawan semasa hidupnya menjadi penasihat di organisasi ini.
Rektor ISBI (kiri) disambut Lilis Nuryati dan Fahdi (Foto Asep GP) |
Suasana mulai haru ketika putra bungsu Almarhum Syarif Maulana (Ade) memberi sambutan. Syarif mengaku sudah 13 hari ditinggal pergi tapi suasana hatinya masih berkabung. Tapi dia bersyukur di pembukaan pameran itu bisa bercerita banyak.
“Terlalu banyak jasa Papap bagi kehidupan saya, waktu meninggal saya mengalami kehilangan arah, sekarang pun belum pulih,” katanya lirih.
Semua gerak-geriknya selalu dibimbingnya. Kata-kata mutiara Sang Maestro Kertas yang terkenal seperti, “Di Atas Kertas Aku Masuk Surga”, “Berkarya itu Harus Seperti Helaan Napas – Berhenti Kalau Kita Mati”. I’m not getting old I’m getting better. “Jadi Seniman Itu Mudah yang Susah jadi Manusia”, selalu diingatkan sang Papap kepadanya hingga di meja makan.
Syarif juga berterima kasih kepada panitia yang sudah menggelar acara, walau persiapannya istilah Syarif, bak Sangkuriang (mendadak) tapi cepat dan rapi. Lagi pula tempat ini (Sekretariat KPAS - Galeri PlaAstro) sudah sangat familiar dengan Almarhum. “Seandainya Papap masih ada, apa yang beliau inginkan masih bisa diikuti. Disitulah jasa Papap membuka jalan bagi kita semua, sesuai dengan salah satu motonya yang sering diungkapkan, Kalau mau jadi besar besarkanlah orang lain, jadi bukti bahwa Papap itu besar adalah kita semua jadi besar, ikut membangun komunitas, ikut meneruskan cita-citanya,“ harapnya sambil menetapkan hatinya ketika bertanya-tanya dimana kini Papapnya berada,
Bahwa orang yang meninggal itu tidak kemana-mana, tapi dia hidup dalam setiap gelak tawa dan tangis kita, jadi sudah melebur dengan kita.
Hal sedana juga diungkapkan Diana, Ketua komunitas KPAS yang merasa kehilangan sekali. Dengan sedu sedan menitikan air mata dia katakan karena spirit beliau lah yang mebuat KPAS ini berjalan. “Kalau tidak ada beliau KPAS tidak mingkin berjalan hingga sekarang. Untuk itu mari kita teruskan. Beliau ada bersama kita, ada bersama air mata kita. Saya harap beliau hari ini merasa bangga dan suka cita sebab hari ini hari lahir beliau dan Hari Kertas Sedunia. Mari kita teruskan semangatnya,“ katanya sambil meminta hadirin berdiri untuk berdoa, sebagai penghormatan kepada Sang Guru Besar yang selalu memberi dorongan dan inspirasi kepada kita semua.
Rektor ISBI Bandung (kanan), ide dan cita-cita beliau menggali ke-Nusantaraan harus kita wujudkan (Foto Asep GP) |
Endang Tjaturwati dalam webinarnya mengatakan, sudah berkolaborasi dan berbagi hal ilmu dengan Prof. Wawan sejak 2007. Dia juga mengkolaborasikan bidang keahliannya – Seni Tari dengan karya kertas Prof. Wawan (juga dengan dengan Prof. Anis dan Santika), sehingga menjadi karya monumental yang sempat dipertunjukkan di ISBI dan Cirebon.
Menurut Endang, SS (Setiawan Sabana) ini banyak melahirkan inspirasi yang tak terduga bagi dirinya dan murid-muridnya juga teman dan masyarakat seni di Indonesia dan tidak semua orang bisa seperti itu, katanya.
Jadi, pameran mengenang Almarhum, “Di Atas Kertas Engkau Masuk Surga” memiliki filosofi yang sangat berharga. Katanya sambil menutup webinarnya dengan tiga buah puisi.
Tjetjep Rohendi sebagai pemateri kedua dalam webinar mengatakan, dia adalah sahabat almarhum sejak taun 64-65. Ketika Prof. Wawan kelas 1 di SMPN 1 Bandung Jalan Kesatriaan, Kang Tjetjep ketika itu kelas 1 di SMEA 1 – Wastukencana. Keduanya juga punya hobi yang sama olah raga tenis meja/Pingpong.
Hanya ketika masing-masing melanjutkan studi ke perguruan tinggi jadi jarang ketemu, apalagi ketika Prof. Tjetjep ke IKIP Semarang dan Prof. Wawan melanjutkan studi ke Amerika mulai renggang. Hanya ketika taun 98 ketika Kang Tjetjep diminta ngajar di FSRD ITB, dua sahabat ini seperti menemukan kembali sesuatu yang hilang. Segala persoalan baik akademis maupun kehidupan direguk dan dihadapi bersama. “Itu yang membuat kami dekat,” kenang Tjetjep.
Dan akhir-akhir ini Tjetjep tahu sahabatnya kesehatannya memburuk. Tapi kalau diajak seminar tidak pernah menolak. Inilah yang membuat khawatir dan kalau menyempatkan pulang ke sarakannya di bandung Tjetjep selalau mengingatkan sahabatnya untuk tidak terlalu aktif sebab dia sudah melihat gejala-gejala yang tidak biasa pada sahabatnya. Dan Tjetjep sangat menyesal tidak sempat hadir di pemakaman. Tapi, “Mugia nyangking kabagjaan di alam kalanggengan, berada di tempat mulia di sisi Alloh SWT”, ucapnya terbata-bata.
“Beliau adalah sosok orang yang bisa diteladani oleh kita” pungkasnya, sambil berjanji akan membantu penerbitan setiap tulisan mengenai sahabatnya itu.
Sementara itu Rektor ISBI Bandung, Dr. Retno Dwimarwati, S.Sen.,M.Hum, yang juga hadir dan mengikuti setiap langkah acara dengan khidmat, mengatakan Prof. Setiawan Sabana dari awal hingga akhir hayatnya tidak membeda-bedakan Si A dan Si B, kepada siapa pun dia baik dan ingin menjalin kerjasama dan membimbing siapa pun, baik itu muridnya atau siapa pun komunitas manapun tetap diraih, untuk bersama-sama melakukan sesuatu.
Retno berharap apa yang dilakukan Prof. Wawan semasa hidupnya harus diteruskan oleh semua. Beliau pernah mengatakan bahwa kertas ini mengembalikan hutan, artinya beliau mengisyaratkan bahwa kehidupan lingkungan ini harus kita jaga. Retno melihat ada kalanya bagaimana Prof. Wawan berkomunikasi dengan dirinya, dengan alam, dengan sesama, kemudian dengan Tuhan.
“Saya kira itu yang ingin beliau ajarkan kepada kita. Saya kira kita semua baik murid dan teman-teman dekatnya harus meneruskan apa yang dicita-citakan beliau. Saya juga murid Pa Wawan ketika S3 (Program Doktoral), dan beliau sangat gencar untuk menjadikan beberapa Doktor dari ISBI. Dan akhir-akhir ini beliau juga tetap tegar mensupport ISBI, walau dalam keadaan sakit tetap datang menyaksikan pertunjukan ISBI Bandung.
Dalam wawancara khusus, Retno pun kembali menegaskan kepada wartawan, pameran karya terakhir Prof. Wawan (Retno menyebutnya Prof. SS / Setiawan Sabana) ini bukan jadi akhir berkarya bagi teman dan murid beliau. Retno berharap apa yang sudah dijarkan Prof. SS terutama bagaimana beliau menjangkau link dan berkolaborasi dengan siapa pun itu harus diteruskan.
Juga ide-ide cemerlangnya bahwa kita harus menggali budaya Nusanatara (ke-Nusantaraan) harus terus digencarkan dan diwujudkan. Karena Nusantara sangat luar biasa. Kita Negara plural yang sangat kaya dengan persoalan-persoalan seni dan budaya dan itu harus terus digali.
Apalagi, kata Retno, sekarang kita punya pokok panduan dengan UU Pemajuan Kebudayaan N0. 5 tahun 2017. Kita punya potensi besar, potensi luar biasa yang harus terus digali. Seperti hasil penelitian beliau yang sudah dibukukan “Kemasan Tradisional Makanan Tradisonal Sunda, Ungkapan Simbolik & Estetik Seni Rupa Tradisional Sunda”. Sekilas Bungkus/Kemasan daun itu kayaknya gak penting tapi kalau digali banyak terkandung filosofi di dalamnya yang bisa diajarkan ke generasi sekarang. Bayangkan kalau seluruh kemasan tradisional yang ada Nusantara kita teliti atau dijadikan disertasi.
“Dan ISBI tetap akan memberi kontribusi untuk pemajuan kebudayaan. Saya merasa bahwa kita punya tantangan yang cukup potensial. Tantangan sekaligus juga ini harapan besar kita untuk bisa menggali dan menguatkan bahwa Indonesia sebagai Negara Adi Budaya. Hayu kita lakukan bersama-sama jangan hanya dari satu lembaga saja. Kita harus berkolaborasi untuk mewujudkan semua ini,“ demikian pungkas Bu Rektor. (Asep GP)***
Pameran Mengenang Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA “Di Atas Kertas Engkau Masuk Surga” : Itu Adalah Ribuan Doa
Posted by
Tatarjabar.com on Tuesday, May 16, 2023
Syarif Maulana, Papap orang besar dan membuat kita jadi besar (Foto Asep GP) |
Pameran itu berlangsung di Galeri PlaAstro Jl. Haji Kurdi Timur IV No. 14 Bandung, Rabu 10 Mei 2023 yang digelar hingga 5 Juni 2023.
Seusai doa bersama dan mendengarkan kata sambutan jarak jauh dari Ketua Panitia Dr. Supriatna (Murid Prof. Wawan di FSRD ITB yang kini jadi Warek I ISBI Bandung) yang sedang berada di perjalanan dalam tugas ke Yogyakarta, pameran dibuka dengan simbol musik Rahadi dan sebagian yang hadir pun ikut memainkan alat musik bambu yang dihentakan ke bumi.
Acara diisi juga dengan Webinar: Prof. Dr. Endang Tjaturwati, S.S.T, M.S, (Guru Besar ISBI Bandung) dan Prof. Dr. Tjetjep Rohendi Rohidi, MA (Guru Besar Unes), pertunjukan musik Fahdi Hasan, S.Tr.Sn. dan pemutaran video “Sufisme” serta testimoni dari teman, sahabat dan murid-murid mendiang. Selanjutnya acara akan diiisi banyak hal termasuk Deklarasi Kertas Sedunia dan pihak panitia membuka lebar-lebar bagi para seniman, teman, mahasiwa, murid Almarhum yang akan ikut memajang karyanya hingga akhir pameran (5 Juni 2023).
Bu Diana membuka pintu ruang pameran, mari kita teruskan cita-cita Prof. Wawan (Foto Asep GP) |
Kegiatan ini sengaja digelar tanggal 10 Mei karena hari lahir Prof. Wawan 72 tahun yang lalu di Bandung pada 10 Mei 1951. Tanggal 10 Mei juga sekaligus Hari Kertas Sedunia.
Selain itu kata Fahdi acara pameran ini memang sudah direncanakan oleh Almarhum pada tanggal 10 Mei di Galeri PlaAstro – Sekretariat KPAS (Komunitas Peduli Anak Spesial), tapi beliau keburu wafat, “Bapa kan meninggal tanggal 27- satu Minggu sebelumnya kita ada obrolan di rumahnya Jalan Rebana 10 - Bandung - di Garasi 10, membicarakan pameran yang diadakan di sekre KPAS dan beliau bilang sok persiapkan dan ramaikan,” kenang Fahdi.
Tapi kenyataan berkata lain dan dalam keadaan masih berkabung akhirnya setelah dirembukkan dengan pihak keluarga Kang Wawan, akhirnya rencana Almarhum untuk berpameran tanggal 10 Mei 2023, diwujudkan dengan judul “Di Atas Kertas Engkau Masuk Surga” – sebagai sebuah doa.
Lukisan potret diri Sang Maestro Kertas karya Ana Sungkar (Foto Asep GP) |
Kata Konsultan Program dan Pelatih KPAS yang akrab dipanggil Kang Adi, acara mengenang Prof. Wawan ini akan berlanjut lagi di Maranatha di 40 harinya Almarhum, juga di ISBI Bandung.
Adapun karya Almarhum Kang Wawan yang dipamerkan di Galeri PlaAstro, diantaranya Kertas Sejagat Nusantara, Kertas Sejagat, Pingpong dan Kemanusian dan karya religiusitas yang terkenal - Dari Garasi untuk Negeri, Bumi dan Galaksi.
“Karya-karya Prof. Wawan tadi saya beri judul Supis karena menurut saya beliau itu Supis, “tegas kang Adi.
Judul yang sama juga disematkan Adi pada video, sufisme. Berupa film pendek yang mengisahkan para anggota KPAS yang berjalan kaki dari Haji Kurdi Timur (Galeri PlaAstro ) ke Jalan Rebana (Kediaman Kang Wawan - Galeri Seni 10). Sesudah sampai di Rebana 10 mereka mengambil kertas, dsb, lalu dibawa ke Galeri PlaAstro untuk dipamerkan. Terus dalam film tersebut dibuatkan juga soundtrack musik bamboo yang dibuat Adi.
“Itu suatu ungkapan doa dan harapan beliau juga yang meminta saya harus membuat banyak hal termasuk membuat pameran ini. Dan saya cukup lega lumayan terlaksana, Alhamdulillah. Jadi pameran ini tujuannya dedikasi kami pada beliau, mendoakan beliau, juga karena memang sudah tanggung jawab kami yang dititipkan wasiat,” katanya haru.
Adi juga sudah bertekad akan tetap mensupport Garasi Seni 10 yang digagas Almarhum, termasuk akan mengkolaborasikan ekoprint (Cetak Daun yang dikelola Lilis Nuryati - Istri Almarhum) dengan program-program kegiatan KPAS dimana Prof. Wawan semasa hidupnya menjadi penasihat di organisasi ini.
Rektor ISBI (kiri) disambut Lilis Nuryati dan Fahdi (Foto Asep GP) |
Suasana mulai haru ketika putra bungsu Almarhum Syarif Maulana (Ade) memberi sambutan. Syarif mengaku sudah 13 hari ditinggal pergi tapi suasana hatinya masih berkabung. Tapi dia bersyukur di pembukaan pameran itu bisa bercerita banyak.
“Terlalu banyak jasa Papap bagi kehidupan saya, waktu meninggal saya mengalami kehilangan arah, sekarang pun belum pulih,” katanya lirih.
Semua gerak-geriknya selalu dibimbingnya. Kata-kata mutiara Sang Maestro Kertas yang terkenal seperti, “Di Atas Kertas Aku Masuk Surga”, “Berkarya itu Harus Seperti Helaan Napas – Berhenti Kalau Kita Mati”. I’m not getting old I’m getting better. “Jadi Seniman Itu Mudah yang Susah jadi Manusia”, selalu diingatkan sang Papap kepadanya hingga di meja makan.
Syarif juga berterima kasih kepada panitia yang sudah menggelar acara, walau persiapannya istilah Syarif, bak Sangkuriang (mendadak) tapi cepat dan rapi. Lagi pula tempat ini (Sekretariat KPAS - Galeri PlaAstro) sudah sangat familiar dengan Almarhum. “Seandainya Papap masih ada, apa yang beliau inginkan masih bisa diikuti. Disitulah jasa Papap membuka jalan bagi kita semua, sesuai dengan salah satu motonya yang sering diungkapkan, Kalau mau jadi besar besarkanlah orang lain, jadi bukti bahwa Papap itu besar adalah kita semua jadi besar, ikut membangun komunitas, ikut meneruskan cita-citanya,“ harapnya sambil menetapkan hatinya ketika bertanya-tanya dimana kini Papapnya berada,
Bahwa orang yang meninggal itu tidak kemana-mana, tapi dia hidup dalam setiap gelak tawa dan tangis kita, jadi sudah melebur dengan kita.
Hal sedana juga diungkapkan Diana, Ketua komunitas KPAS yang merasa kehilangan sekali. Dengan sedu sedan menitikan air mata dia katakan karena spirit beliau lah yang mebuat KPAS ini berjalan. “Kalau tidak ada beliau KPAS tidak mingkin berjalan hingga sekarang. Untuk itu mari kita teruskan. Beliau ada bersama kita, ada bersama air mata kita. Saya harap beliau hari ini merasa bangga dan suka cita sebab hari ini hari lahir beliau dan Hari Kertas Sedunia. Mari kita teruskan semangatnya,“ katanya sambil meminta hadirin berdiri untuk berdoa, sebagai penghormatan kepada Sang Guru Besar yang selalu memberi dorongan dan inspirasi kepada kita semua.
Rektor ISBI Bandung (kanan), ide dan cita-cita beliau menggali ke-Nusantaraan harus kita wujudkan (Foto Asep GP) |
Endang Tjaturwati dalam webinarnya mengatakan, sudah berkolaborasi dan berbagi hal ilmu dengan Prof. Wawan sejak 2007. Dia juga mengkolaborasikan bidang keahliannya – Seni Tari dengan karya kertas Prof. Wawan (juga dengan dengan Prof. Anis dan Santika), sehingga menjadi karya monumental yang sempat dipertunjukkan di ISBI dan Cirebon.
Menurut Endang, SS (Setiawan Sabana) ini banyak melahirkan inspirasi yang tak terduga bagi dirinya dan murid-muridnya juga teman dan masyarakat seni di Indonesia dan tidak semua orang bisa seperti itu, katanya.
Jadi, pameran mengenang Almarhum, “Di Atas Kertas Engkau Masuk Surga” memiliki filosofi yang sangat berharga. Katanya sambil menutup webinarnya dengan tiga buah puisi.
Tjetjep Rohendi sebagai pemateri kedua dalam webinar mengatakan, dia adalah sahabat almarhum sejak taun 64-65. Ketika Prof. Wawan kelas 1 di SMPN 1 Bandung Jalan Kesatriaan, Kang Tjetjep ketika itu kelas 1 di SMEA 1 – Wastukencana. Keduanya juga punya hobi yang sama olah raga tenis meja/Pingpong.
Hanya ketika masing-masing melanjutkan studi ke perguruan tinggi jadi jarang ketemu, apalagi ketika Prof. Tjetjep ke IKIP Semarang dan Prof. Wawan melanjutkan studi ke Amerika mulai renggang. Hanya ketika taun 98 ketika Kang Tjetjep diminta ngajar di FSRD ITB, dua sahabat ini seperti menemukan kembali sesuatu yang hilang. Segala persoalan baik akademis maupun kehidupan direguk dan dihadapi bersama. “Itu yang membuat kami dekat,” kenang Tjetjep.
Dan akhir-akhir ini Tjetjep tahu sahabatnya kesehatannya memburuk. Tapi kalau diajak seminar tidak pernah menolak. Inilah yang membuat khawatir dan kalau menyempatkan pulang ke sarakannya di bandung Tjetjep selalau mengingatkan sahabatnya untuk tidak terlalu aktif sebab dia sudah melihat gejala-gejala yang tidak biasa pada sahabatnya. Dan Tjetjep sangat menyesal tidak sempat hadir di pemakaman. Tapi, “Mugia nyangking kabagjaan di alam kalanggengan, berada di tempat mulia di sisi Alloh SWT”, ucapnya terbata-bata.
“Beliau adalah sosok orang yang bisa diteladani oleh kita” pungkasnya, sambil berjanji akan membantu penerbitan setiap tulisan mengenai sahabatnya itu.
Sementara itu Rektor ISBI Bandung, Dr. Retno Dwimarwati, S.Sen.,M.Hum, yang juga hadir dan mengikuti setiap langkah acara dengan khidmat, mengatakan Prof. Setiawan Sabana dari awal hingga akhir hayatnya tidak membeda-bedakan Si A dan Si B, kepada siapa pun dia baik dan ingin menjalin kerjasama dan membimbing siapa pun, baik itu muridnya atau siapa pun komunitas manapun tetap diraih, untuk bersama-sama melakukan sesuatu.
Retno berharap apa yang dilakukan Prof. Wawan semasa hidupnya harus diteruskan oleh semua. Beliau pernah mengatakan bahwa kertas ini mengembalikan hutan, artinya beliau mengisyaratkan bahwa kehidupan lingkungan ini harus kita jaga. Retno melihat ada kalanya bagaimana Prof. Wawan berkomunikasi dengan dirinya, dengan alam, dengan sesama, kemudian dengan Tuhan.
“Saya kira itu yang ingin beliau ajarkan kepada kita. Saya kira kita semua baik murid dan teman-teman dekatnya harus meneruskan apa yang dicita-citakan beliau. Saya juga murid Pa Wawan ketika S3 (Program Doktoral), dan beliau sangat gencar untuk menjadikan beberapa Doktor dari ISBI. Dan akhir-akhir ini beliau juga tetap tegar mensupport ISBI, walau dalam keadaan sakit tetap datang menyaksikan pertunjukan ISBI Bandung.
Dalam wawancara khusus, Retno pun kembali menegaskan kepada wartawan, pameran karya terakhir Prof. Wawan (Retno menyebutnya Prof. SS / Setiawan Sabana) ini bukan jadi akhir berkarya bagi teman dan murid beliau. Retno berharap apa yang sudah dijarkan Prof. SS terutama bagaimana beliau menjangkau link dan berkolaborasi dengan siapa pun itu harus diteruskan.
Juga ide-ide cemerlangnya bahwa kita harus menggali budaya Nusanatara (ke-Nusantaraan) harus terus digencarkan dan diwujudkan. Karena Nusantara sangat luar biasa. Kita Negara plural yang sangat kaya dengan persoalan-persoalan seni dan budaya dan itu harus terus digali.
Apalagi, kata Retno, sekarang kita punya pokok panduan dengan UU Pemajuan Kebudayaan N0. 5 tahun 2017. Kita punya potensi besar, potensi luar biasa yang harus terus digali. Seperti hasil penelitian beliau yang sudah dibukukan “Kemasan Tradisional Makanan Tradisonal Sunda, Ungkapan Simbolik & Estetik Seni Rupa Tradisional Sunda”. Sekilas Bungkus/Kemasan daun itu kayaknya gak penting tapi kalau digali banyak terkandung filosofi di dalamnya yang bisa diajarkan ke generasi sekarang. Bayangkan kalau seluruh kemasan tradisional yang ada Nusantara kita teliti atau dijadikan disertasi.
“Dan ISBI tetap akan memberi kontribusi untuk pemajuan kebudayaan. Saya merasa bahwa kita punya tantangan yang cukup potensial. Tantangan sekaligus juga ini harapan besar kita untuk bisa menggali dan menguatkan bahwa Indonesia sebagai Negara Adi Budaya. Hayu kita lakukan bersama-sama jangan hanya dari satu lembaga saja. Kita harus berkolaborasi untuk mewujudkan semua ini,“ demikian pungkas Bu Rektor. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment