Thursday, February 9, 2023
Ya itulah Prof.Dr. Setiawan Sabana MFA, (71) Guru Besar FSRD ITB yang akrab disapa Kang Wawan itu, tiap bertemu selalu mengatakan kepada wartawan, “Berkarya itu harus seperti helaan napas – berhenti kalau kita mati”. I’m not getting old I’m getting better. Makin gaek makin bersemangat berkesenian.
Sang Maestro Kertas ini memang konsisten, tetap berkesenian selama hayat dikandung badan. Contohnya sekarang, walau sedang ririwit (sakit-sakitan), tapi bulan 11 Maret 2023 akan berpameran tunggal di Universitas Maranatha bertema “Seni Rupa Pingpong dan Kemanusiaan”.
Ketika tempo hari wartawan berkunjung ke rumahnya di Jalan Rebana 10 Kota Bandung, terlihat di Garasi Seni 10 (garasi disulap jadi studio seni) banyak karya seni bertebaran disana-sini, seperti lukisan dari kertas dan puluhan bet pingpong dari bahan kertas berbalut kain kasa dengan beragam nuansa warna artistik dari yang ukuran kecil hingga besar, komplit dengan bola pingpong bolongnya yang berwarna orange, akan diikutsertakan dalam pameran tunggal di Maranatha nanti.
Persiapan Pameran Pingpong dan Kemanusiaan (foto Asep GP) |
Kang Wawan mengatakan Pingpong atau Tenis Meja yang ia gemari sejak di SD memang sudah banyak mewarnai hidupnya. Pingpong itu telah membawa dirinya jadi sehat, jadi atlet, banyak mengenal/silaturahim dengan banyak teman dan orang-orang istimewa, di ITB pun ia mendirikan perkumpulan pingpong bahkan pernah dua kali mengikuti turnamen tenis meja di Amerika Serikat (Chicago Open & US Open). Itulah, Pingpong dan Kemanusiaan!
Dalam pameran tunggal di Maranatha nanti, kata Kang Wawan, akan didukung juga oleh 16 perupa dari seluruh Nusantara dan Mancanagara. Ada seniman dari Tomohon (Manado), Bali, Yogya, Solo, Semarang, Cirebon, Jakarta, Bandung, Cianjur dan Australia. Para seniman tersebut akan memamerkan karya-karyanya berupa seni rupa, instalasi, dan akan dimeriahkan Perengkel Jahe /seni rupa pertunjukan / performance Kang Wawan di Kursi Roda Oranyeu–nya. Dalam pameran ini juga akan diluncurkan buku “Garasi Seni 10 Kini, Dulu dan Esok”. Selain itu ada tema buku, “Berguru pada buku”.
Dalam pameran tunggal di Maranatha nanti, kata Kang Wawan, akan didukung juga oleh 16 perupa dari seluruh Nusantara dan Mancanagara. Ada seniman dari Tomohon (Manado), Bali, Yogya, Solo, Semarang, Cirebon, Jakarta, Bandung, Cianjur dan Australia. Para seniman tersebut akan memamerkan karya-karyanya berupa seni rupa, instalasi, dan akan dimeriahkan Perengkel Jahe /seni rupa pertunjukan / performance Kang Wawan di Kursi Roda Oranyeu–nya. Dalam pameran ini juga akan diluncurkan buku “Garasi Seni 10 Kini, Dulu dan Esok”. Selain itu ada tema buku, “Berguru pada buku”.
Dengan Kursi Roda ini Kang Wawan Melakukan jeprut (foto Asep GP) |
“Tanpa disadari kita mendapat banyak ilmu dari buku, buku itu wakil dari zaman. Dengan membaca buku kita bisa ,membaca pengalaman orang lain, dari buku bisa memberi ilmu, hanya sekarang jarang orang baca di buku (kertas), tapi di e-book,“ kata Kang Wawan.
Kang Wawan juga menegaskan, lewat karyanya ia akan terus mengibarkan ke-Nusantaraan termasuk di ITB, Maranatha dan tempat lainnya. Karena (budaya) Nusantara belum digali dengan baik. Padahal Nusantara itu sangat kaya budayanya, katanya.
Foto Asep GP |
Dan nenek moyang kita bukan cuma orang pelaut seperti yang kerap dinyanyikan, tapi Nenek Moyangku juga seorang “Perupa”. Kita bisa lihat dari peninggalan-peninggalan mereka yang berupa batu tulis, arca/patung, candi, punden berundak, lukisan-lukisan di gua. Dia bisa jadi Perupa (pelukis, pematung bahkan pegrafis/sablon), seperti yang mereka lakukan pada dinding-dinding gua. Telapak tangan mereka disembur dengan bahan warna tertentu dan jadilah lukisan tangan di gua / cap tangan.
Oleh karena itu pula, seniman-budayawan trah menak Karangsari Leuwigoong – Garut ini tidak bergantung ke teori Barat, tapi menciptakan konsep Estetika Sundawi, lihat saja “Estetika Kumaha Aing / Kumaha Dewek (sesuka hati/suka-sukanya saya), Estetika Kagok Selon (hancur-hancuran), Cik Atuh, dsb, yang kini kerap dipakai seniman-seniman akademisi ISBI Bandung, demikian kata Kang Wawan yang sudah berkesenian ke seluruh Nusantara (kecuali Papua) dan melanglangbuana 57 kali ke 47 Negara ini. Perjalanannya ini akan dikisahkan kepada publik seni dalam satu gelaran webinar nanti.
Bersama Alif dan Aldi59 (bertopi) |
Kebetulan dalam percakapan sore di tepas Garasi Seni itu selain ditemani Alif (asisten Kang Wawan) hadir juga Aldi 59, seniman/perupa muda dari Komunitas Cianjur Kolase dan Collage.ID yang akan mengikutsertakan karya Kolase manualnya dari majalah bekas di pameran nanti.
Aldi yang berkiprah di kolase sejak 2020 baru-baru ini sudah bikin workshop kolase dengan Rumah Bintang dan lelang karya serta hasilnya disumbangkan untuk korban gempa Cugenang–Cianjur.
Sebagai seniman muda, Aldi juga banyak diberi petuah oleh Kang Wawan agar tidak melupakan seni-budaya daerah sebagai jatidiri bangsa. “Di Cianjur ada musik tradisi yang indah dan sudah kesohor ke mancanagara - Tembang Cianjuran juga situs punden berundak terbesar di Asia-Tenggara - Gunung Padang dan konon umurnya lebih tua dari piramida Mesir dan peradaban Yunani, ini tugas generasi muda untuk meneliti dan ngamumule, melestarikannya. Anak muda boleh ikut zaman, tapi jangan cuma main musik brang..breng ..brong saja, tapi juga harus melestarikan kesenian daerah, atau mengembangkannya, ngigelan jaman, hingga mendunia,“ tegasnya.
Kang Wawan juga berharap dalam membuat konsep karya seni tidak hanya curat-coret belaka, tapi bagaimana ia bersenandung dengan renungan-renungan kehidupan sehingga bisa menjadi cermin untuk berkaca bagi diri sendiri dan syukur-syukur jadi ilmu bagi orang lain.
Ya perhatikan saja motto Garasi Seni 10 nya: “Dari Garasi untuk Negeri (Indonesia), Bumi (Dunia, internasional) dan Galaksi (langitan, renungan spiritual tentang kehidupan )“ – Di Atas Kertas Aku Masuk Surga (di atas kertas selain memang karya-karyanya berbahan kertas/Maestro Kertas, ia juga berharap di atas kertas bisa masuk surga).
Selain itu Kang Wawan juga membuat kata-kata mutiara (quote) yang ia tuangkan dalam kalender, komplit dengan potret perjalanan keseniannya ke beberapa Negara. (Asep GP)***
Prof. Setiawan Sabana Maret Nanti Akan Pameran Tunggal di Maranatha
Posted by
Tatarjabar.com on Thursday, February 9, 2023
Ya itulah Prof.Dr. Setiawan Sabana MFA, (71) Guru Besar FSRD ITB yang akrab disapa Kang Wawan itu, tiap bertemu selalu mengatakan kepada wartawan, “Berkarya itu harus seperti helaan napas – berhenti kalau kita mati”. I’m not getting old I’m getting better. Makin gaek makin bersemangat berkesenian.
Sang Maestro Kertas ini memang konsisten, tetap berkesenian selama hayat dikandung badan. Contohnya sekarang, walau sedang ririwit (sakit-sakitan), tapi bulan 11 Maret 2023 akan berpameran tunggal di Universitas Maranatha bertema “Seni Rupa Pingpong dan Kemanusiaan”.
Ketika tempo hari wartawan berkunjung ke rumahnya di Jalan Rebana 10 Kota Bandung, terlihat di Garasi Seni 10 (garasi disulap jadi studio seni) banyak karya seni bertebaran disana-sini, seperti lukisan dari kertas dan puluhan bet pingpong dari bahan kertas berbalut kain kasa dengan beragam nuansa warna artistik dari yang ukuran kecil hingga besar, komplit dengan bola pingpong bolongnya yang berwarna orange, akan diikutsertakan dalam pameran tunggal di Maranatha nanti.
Persiapan Pameran Pingpong dan Kemanusiaan (foto Asep GP) |
Kang Wawan mengatakan Pingpong atau Tenis Meja yang ia gemari sejak di SD memang sudah banyak mewarnai hidupnya. Pingpong itu telah membawa dirinya jadi sehat, jadi atlet, banyak mengenal/silaturahim dengan banyak teman dan orang-orang istimewa, di ITB pun ia mendirikan perkumpulan pingpong bahkan pernah dua kali mengikuti turnamen tenis meja di Amerika Serikat (Chicago Open & US Open). Itulah, Pingpong dan Kemanusiaan!
Dalam pameran tunggal di Maranatha nanti, kata Kang Wawan, akan didukung juga oleh 16 perupa dari seluruh Nusantara dan Mancanagara. Ada seniman dari Tomohon (Manado), Bali, Yogya, Solo, Semarang, Cirebon, Jakarta, Bandung, Cianjur dan Australia. Para seniman tersebut akan memamerkan karya-karyanya berupa seni rupa, instalasi, dan akan dimeriahkan Perengkel Jahe /seni rupa pertunjukan / performance Kang Wawan di Kursi Roda Oranyeu–nya. Dalam pameran ini juga akan diluncurkan buku “Garasi Seni 10 Kini, Dulu dan Esok”. Selain itu ada tema buku, “Berguru pada buku”.
Dalam pameran tunggal di Maranatha nanti, kata Kang Wawan, akan didukung juga oleh 16 perupa dari seluruh Nusantara dan Mancanagara. Ada seniman dari Tomohon (Manado), Bali, Yogya, Solo, Semarang, Cirebon, Jakarta, Bandung, Cianjur dan Australia. Para seniman tersebut akan memamerkan karya-karyanya berupa seni rupa, instalasi, dan akan dimeriahkan Perengkel Jahe /seni rupa pertunjukan / performance Kang Wawan di Kursi Roda Oranyeu–nya. Dalam pameran ini juga akan diluncurkan buku “Garasi Seni 10 Kini, Dulu dan Esok”. Selain itu ada tema buku, “Berguru pada buku”.
Dengan Kursi Roda ini Kang Wawan Melakukan jeprut (foto Asep GP) |
“Tanpa disadari kita mendapat banyak ilmu dari buku, buku itu wakil dari zaman. Dengan membaca buku kita bisa ,membaca pengalaman orang lain, dari buku bisa memberi ilmu, hanya sekarang jarang orang baca di buku (kertas), tapi di e-book,“ kata Kang Wawan.
Kang Wawan juga menegaskan, lewat karyanya ia akan terus mengibarkan ke-Nusantaraan termasuk di ITB, Maranatha dan tempat lainnya. Karena (budaya) Nusantara belum digali dengan baik. Padahal Nusantara itu sangat kaya budayanya, katanya.
Foto Asep GP |
Dan nenek moyang kita bukan cuma orang pelaut seperti yang kerap dinyanyikan, tapi Nenek Moyangku juga seorang “Perupa”. Kita bisa lihat dari peninggalan-peninggalan mereka yang berupa batu tulis, arca/patung, candi, punden berundak, lukisan-lukisan di gua. Dia bisa jadi Perupa (pelukis, pematung bahkan pegrafis/sablon), seperti yang mereka lakukan pada dinding-dinding gua. Telapak tangan mereka disembur dengan bahan warna tertentu dan jadilah lukisan tangan di gua / cap tangan.
Oleh karena itu pula, seniman-budayawan trah menak Karangsari Leuwigoong – Garut ini tidak bergantung ke teori Barat, tapi menciptakan konsep Estetika Sundawi, lihat saja “Estetika Kumaha Aing / Kumaha Dewek (sesuka hati/suka-sukanya saya), Estetika Kagok Selon (hancur-hancuran), Cik Atuh, dsb, yang kini kerap dipakai seniman-seniman akademisi ISBI Bandung, demikian kata Kang Wawan yang sudah berkesenian ke seluruh Nusantara (kecuali Papua) dan melanglangbuana 57 kali ke 47 Negara ini. Perjalanannya ini akan dikisahkan kepada publik seni dalam satu gelaran webinar nanti.
Bersama Alif dan Aldi59 (bertopi) |
Kebetulan dalam percakapan sore di tepas Garasi Seni itu selain ditemani Alif (asisten Kang Wawan) hadir juga Aldi 59, seniman/perupa muda dari Komunitas Cianjur Kolase dan Collage.ID yang akan mengikutsertakan karya Kolase manualnya dari majalah bekas di pameran nanti.
Aldi yang berkiprah di kolase sejak 2020 baru-baru ini sudah bikin workshop kolase dengan Rumah Bintang dan lelang karya serta hasilnya disumbangkan untuk korban gempa Cugenang–Cianjur.
Sebagai seniman muda, Aldi juga banyak diberi petuah oleh Kang Wawan agar tidak melupakan seni-budaya daerah sebagai jatidiri bangsa. “Di Cianjur ada musik tradisi yang indah dan sudah kesohor ke mancanagara - Tembang Cianjuran juga situs punden berundak terbesar di Asia-Tenggara - Gunung Padang dan konon umurnya lebih tua dari piramida Mesir dan peradaban Yunani, ini tugas generasi muda untuk meneliti dan ngamumule, melestarikannya. Anak muda boleh ikut zaman, tapi jangan cuma main musik brang..breng ..brong saja, tapi juga harus melestarikan kesenian daerah, atau mengembangkannya, ngigelan jaman, hingga mendunia,“ tegasnya.
Kang Wawan juga berharap dalam membuat konsep karya seni tidak hanya curat-coret belaka, tapi bagaimana ia bersenandung dengan renungan-renungan kehidupan sehingga bisa menjadi cermin untuk berkaca bagi diri sendiri dan syukur-syukur jadi ilmu bagi orang lain.
Ya perhatikan saja motto Garasi Seni 10 nya: “Dari Garasi untuk Negeri (Indonesia), Bumi (Dunia, internasional) dan Galaksi (langitan, renungan spiritual tentang kehidupan )“ – Di Atas Kertas Aku Masuk Surga (di atas kertas selain memang karya-karyanya berbahan kertas/Maestro Kertas, ia juga berharap di atas kertas bisa masuk surga).
Selain itu Kang Wawan juga membuat kata-kata mutiara (quote) yang ia tuangkan dalam kalender, komplit dengan potret perjalanan keseniannya ke beberapa Negara. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment