Tuesday, November 22, 2022
Pada tanggal 29 Okotber 2022, 1001 Bendera Ekoprint berkibar di acara perhelatan Internasional, “Pengibaran 1001 Ecoprint International Flag” di pelataran Candi Borubudur Magelang, Jawa Tengah.
Bandera Ekoprint dari seluruh Nusantara ini dibentangkan oleh 250 orang peserta yang berasal dari Sumatera, Banten, DKI, Jabar, Jateng, Yogyakarta, Jatim, Kalimatan, Kaltim, ditambah peserta non AEPI (Asosiasi Ecoprinter Indonesia) dan Panitia.
Uniknya semua peserta memakai baju Kebaya Ekoprint agar dicatat Unesco dan kedepannya acara digelar lebih gebyar bertaraf Internasional.
Lilis Nuryati salah seorang wakil dari Jawa Barat (Garasi Seni 10 Bandung), bercerita bahwa dia bersama 3 peserta lainnya dari Bandung, merasa bangga dan puas sekaligus terpana, tak menyangka acara gelaran ekoprint se-Nusantara ini demikian gebyarnya. Sehingga Sandiaga Uno Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun mendukung dan ngasih sambutan walau dari jauh (live streaming). Begitu juga para pejabat Yogya sebagai tuan rumah, mulai dari lurah, camat, bupati, gubenur semua hadir menyaksikan dengan seksama dan menyambut baik serta memberi dukungan. Demikian juga Putut Adianto Ketua AEPI dan para pengurus pusat AEPI juga para sesepuh ekoprint Indonesia hadir, termasuk Ekoprinter dari 11 negara.
Lilis Nuryati dengan hasil karya Ngeconya di Yogya (Foto Dok. Pribadi) |
Ada dua panggung utama berukuran besar, ada acara ngeco (praktik membuat ekoprint) bareng yang seru dan heboh karena dalam setiap grupnya terdiri dari peserta berlainan daerah, jadi selain bisa silaturahmi dan berkarya bisa sorak-sorak berembira plus mendapat pengetahuan baru.
“Pokonya kemarin mah, wah luar biasa. Padahal saya hanya sehari ikut acaranya. Acara lainnya fashion show, pameran, dan ada lelang karya yang hasilnya disumbangkan ke Yayasan Aisiyah Magelang. Saya bersama wakil lainnya dari Bandung, Bu Ratna, Bu Endang, Bu Koes Haryani, ikut ngeco bareng – praktik membuat ekoprint memakai teknik anyar - adumanis teknik Indonesia - Australia. Kan biasanya saya membuat ekoprint pakai plastik, nah kalau kemarin tidak. Terus dalam nge-Mordan juga sama kolaborasi dan hasilnya sangat memuaskan,“ kata Lilis sambil memamerkan hasil karya ekoprint teknik anyar buatannya yang digodog langsung bersama pewarna Jolawe-alami, tidak dikucur/dituangkan seperti praktik di Yogya kemarin yang memakai indigo. Hasilnya adumanis antara cetak daun/ekoprint di tengah dan dipermanis shibori di kedua sisinya.
Di Bawah 1001 Bendera Ekoprint Nusantara |
Kata Lilis, selaku tukang Cetak Daun/Ecoprinter Sejati, memang wajib hukumnya menggunakan bahan-bahan alami, baik pewarna, kain, daun dan sebagainya, tidak boleh memakai sintetis sesuai dengan motto ekoprinter sejati yang ia buat sendiri, “dari alam, kembali ke alam, untuk alam”.
Dari Alam - bahan diambil dari bahan yang ada di alam (daun, getah warna, ranting dan sebaganya). Kembali ke Alam - hasil limbah, sampah daun habis dipakai nyetak bisa dibuat kompos, dikembalikan ke alam jadi pupuk biar alam jadi subur (Untuk Alam). Jadi harus tetap menjaga ekosistem sambil menanam pohon. Itulah sebabnya di Yogya kemarin ada acara reboisasi menanam Kalpataru, Ganitri dan Bodhi.
Dari Alam - bahan diambil dari bahan yang ada di alam (daun, getah warna, ranting dan sebaganya). Kembali ke Alam - hasil limbah, sampah daun habis dipakai nyetak bisa dibuat kompos, dikembalikan ke alam jadi pupuk biar alam jadi subur (Untuk Alam). Jadi harus tetap menjaga ekosistem sambil menanam pohon. Itulah sebabnya di Yogya kemarin ada acara reboisasi menanam Kalpataru, Ganitri dan Bodhi.
“Hal menjaga ekosistem memang sudah jadi kesepakatan para ekoprinter. Jadi ekoprint itu tidak hanya nyetak daun tapi harus dipahami hingga ke dalamnya, daun itu asalnya dari mana, siapa yang menciptakan daun, untuk apa dan akan dikemanakan daun itu. Kalau Garasi 10 mottonya kan “Untuk Negeri, Bumi dan Galaksi”, nah Ekoprint/Cetak Daun mah “Dari Alam, Untuk Alam, Kembali ke Alam”. Jadi ada rasa saling menghargai, tanaman menyediakan oksigen dan bahan pangan, papan, serta bahan seni, nah kita juga harus menjaga dan memelihara mereka dengan cara reboisasi dan menjaga lingkungan hidup. Jadi ada simbioisis mutualisma,“ kata istri Guru Besar FSRD - ITB Prof. Setiawan Sabana ini, serius.
Lilis berharap kedepannya, acara pertemuan para ekoprinter se-Nusantara yang besar kemungkinannya akan digelar di Bali 2 tahun lagi, akan lebih gebyar lagi hingga go-Internasional serta banyak pendukungnya dan akan mendatangkan wisatawan mancanagara serta ekoprint jadi komoditi ekspor ke seluruh dunia. Semoga. (Asep GP)*** Tatarjabar.com November 22, 2022 CB Blogger Indonesia
Agar Ecoprint Nusantara Dikenal Dunia
Posted by
Tatarjabar.com on Tuesday, November 22, 2022
Pada tanggal 29 Okotber 2022, 1001 Bendera Ekoprint berkibar di acara perhelatan Internasional, “Pengibaran 1001 Ecoprint International Flag” di pelataran Candi Borubudur Magelang, Jawa Tengah.
Bandera Ekoprint dari seluruh Nusantara ini dibentangkan oleh 250 orang peserta yang berasal dari Sumatera, Banten, DKI, Jabar, Jateng, Yogyakarta, Jatim, Kalimatan, Kaltim, ditambah peserta non AEPI (Asosiasi Ecoprinter Indonesia) dan Panitia.
Uniknya semua peserta memakai baju Kebaya Ekoprint agar dicatat Unesco dan kedepannya acara digelar lebih gebyar bertaraf Internasional.
Lilis Nuryati salah seorang wakil dari Jawa Barat (Garasi Seni 10 Bandung), bercerita bahwa dia bersama 3 peserta lainnya dari Bandung, merasa bangga dan puas sekaligus terpana, tak menyangka acara gelaran ekoprint se-Nusantara ini demikian gebyarnya. Sehingga Sandiaga Uno Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun mendukung dan ngasih sambutan walau dari jauh (live streaming). Begitu juga para pejabat Yogya sebagai tuan rumah, mulai dari lurah, camat, bupati, gubenur semua hadir menyaksikan dengan seksama dan menyambut baik serta memberi dukungan. Demikian juga Putut Adianto Ketua AEPI dan para pengurus pusat AEPI juga para sesepuh ekoprint Indonesia hadir, termasuk Ekoprinter dari 11 negara.
Lilis Nuryati dengan hasil karya Ngeconya di Yogya (Foto Dok. Pribadi) |
Ada dua panggung utama berukuran besar, ada acara ngeco (praktik membuat ekoprint) bareng yang seru dan heboh karena dalam setiap grupnya terdiri dari peserta berlainan daerah, jadi selain bisa silaturahmi dan berkarya bisa sorak-sorak berembira plus mendapat pengetahuan baru.
“Pokonya kemarin mah, wah luar biasa. Padahal saya hanya sehari ikut acaranya. Acara lainnya fashion show, pameran, dan ada lelang karya yang hasilnya disumbangkan ke Yayasan Aisiyah Magelang. Saya bersama wakil lainnya dari Bandung, Bu Ratna, Bu Endang, Bu Koes Haryani, ikut ngeco bareng – praktik membuat ekoprint memakai teknik anyar - adumanis teknik Indonesia - Australia. Kan biasanya saya membuat ekoprint pakai plastik, nah kalau kemarin tidak. Terus dalam nge-Mordan juga sama kolaborasi dan hasilnya sangat memuaskan,“ kata Lilis sambil memamerkan hasil karya ekoprint teknik anyar buatannya yang digodog langsung bersama pewarna Jolawe-alami, tidak dikucur/dituangkan seperti praktik di Yogya kemarin yang memakai indigo. Hasilnya adumanis antara cetak daun/ekoprint di tengah dan dipermanis shibori di kedua sisinya.
Di Bawah 1001 Bendera Ekoprint Nusantara |
Kata Lilis, selaku tukang Cetak Daun/Ecoprinter Sejati, memang wajib hukumnya menggunakan bahan-bahan alami, baik pewarna, kain, daun dan sebagainya, tidak boleh memakai sintetis sesuai dengan motto ekoprinter sejati yang ia buat sendiri, “dari alam, kembali ke alam, untuk alam”.
Dari Alam - bahan diambil dari bahan yang ada di alam (daun, getah warna, ranting dan sebaganya). Kembali ke Alam - hasil limbah, sampah daun habis dipakai nyetak bisa dibuat kompos, dikembalikan ke alam jadi pupuk biar alam jadi subur (Untuk Alam). Jadi harus tetap menjaga ekosistem sambil menanam pohon. Itulah sebabnya di Yogya kemarin ada acara reboisasi menanam Kalpataru, Ganitri dan Bodhi.
Dari Alam - bahan diambil dari bahan yang ada di alam (daun, getah warna, ranting dan sebaganya). Kembali ke Alam - hasil limbah, sampah daun habis dipakai nyetak bisa dibuat kompos, dikembalikan ke alam jadi pupuk biar alam jadi subur (Untuk Alam). Jadi harus tetap menjaga ekosistem sambil menanam pohon. Itulah sebabnya di Yogya kemarin ada acara reboisasi menanam Kalpataru, Ganitri dan Bodhi.
“Hal menjaga ekosistem memang sudah jadi kesepakatan para ekoprinter. Jadi ekoprint itu tidak hanya nyetak daun tapi harus dipahami hingga ke dalamnya, daun itu asalnya dari mana, siapa yang menciptakan daun, untuk apa dan akan dikemanakan daun itu. Kalau Garasi 10 mottonya kan “Untuk Negeri, Bumi dan Galaksi”, nah Ekoprint/Cetak Daun mah “Dari Alam, Untuk Alam, Kembali ke Alam”. Jadi ada rasa saling menghargai, tanaman menyediakan oksigen dan bahan pangan, papan, serta bahan seni, nah kita juga harus menjaga dan memelihara mereka dengan cara reboisasi dan menjaga lingkungan hidup. Jadi ada simbioisis mutualisma,“ kata istri Guru Besar FSRD - ITB Prof. Setiawan Sabana ini, serius.
Lilis berharap kedepannya, acara pertemuan para ekoprinter se-Nusantara yang besar kemungkinannya akan digelar di Bali 2 tahun lagi, akan lebih gebyar lagi hingga go-Internasional serta banyak pendukungnya dan akan mendatangkan wisatawan mancanagara serta ekoprint jadi komoditi ekspor ke seluruh dunia. Semoga. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment