Home
» Seni Budaya
» Pameran Bersama Komunitas Garasi & K-PAS : Bersandingnya Karya Seni Rupa Anak-Anak Special dengan Sang Guru Besar
Sunday, August 14, 2022
Guru Besar Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA, pernah menegaskan bahwa, “Berkarya seni apapun harus sampai pada dimensi kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan harus diusung semua pihak yang bergerak apakah itu sebagai pendidik desain, pendidik seni, pendidik kriya dan sebagainya, kalau tidak mengusung itu buat apa ada pendidikan.“
Maka salahsatu buktinya, Kang Wawan pada tanggal 24-30 Juli menggelar “Pameran Bersama Komunitas Garasi & K-PAS”. Pameran seni rupa gabungan antara seniman berkebutuhan khusus dari kelompok KPAS (Komunitas Peduli Anak Spesial) dengan seniman normal, komunitas Garasi Seni 10.
Menurut Kang Wawan, ini adalah sebuah peristiwa yang sebelumnya belum pernah terjadi. Pameran ini untuk menyandingkan karya mereka yang spesial berkebutuhan khusus dengan yang normal. Tapi Normal dan “Tidak Normal” di sini kata Kang Wawan dalam tanda kutip. “Seniman pun kata orang nyentrik, jelas teu jelas, mahiwal, orang suka maklum melihat tingkah seniman yang mahiwal, aneh, unik dan nyentrik, lalu mereka berkata Ah dasar seniman we eta mah. Jadi karyanya dicoba disatukan supaya ada pemahaman antara komunitas anak-anak spesial dengan komunitas Garasi Seni demi pembaruan apresiasi kedua bela pihak, demi kemanusiaan bagi mereka yanga bergerak sebagai seniman yang normal dan spesialis,” terangnya.
Hasil karya unit usaha anak-anak KPAS (foto Asep GP) |
Pameran bersama bertajuk “Kapasitas Kertas” ini juga menyuguhkan webinar pada tanggal 25 Juli 2022. Kang Wawan dalam kegiatan ini berperan sebagai Pembicara Kunci (keynote speaker). Pematerinya : Dr. Supriatna, M.Sn, Fahdi Hasan, S.Tr.Sn, Nur Fajrin Ratna Ayu dan Moderator Diana Sofian.
Sementara Fahdi Hasan (Kang Adi, Konsultan Program dan Pelatih KPAS) yang ditemui wartawan secara terpisah, merasa bersyukur karena dalam pameran “Kapasitas Kertas” ini terjadi kolaborasi yang luar biasa antara KPAS, flaAstro dan Prof. Setiawan Sabana (Garasi Seni 10) yang punya ide gagasannya. “Ini satu momentum yang sangat luar biasa dimana Prof. Wawan mampu menempatkan posisinya dengan perupa dari kami - Komunitas Peduli Anak Spesial. Dan pameran bertajuk Kapasitas Kertas ini menarik sekali, ini pilihan ide yang tepat dari Prof. Wawan, yang saya tafsirkan adalah sebuah daya serap bagaimana kertas bisa menyerap dari berbagai perspektif, menembus batas antara normal dan tidak normal. Karya-karya disini tidak melihat latar belakangnya ini siapa dan siapa, yang penting ini adalah proses bersama, ruang makin terbuka bagi siapapun bahwa siapapun bisa melakukan pameran,“ katanya haru.
Kang Adi (ujung kanan bertopi) diantara Anak-anak KPAS (foto Asep GP) |
Dan terobosan yang dilakukan Pak Wawan ini menurut Adi, membuat Kota Bandung lebih maju setingkat lagi. Karena menghadirkan konsep pameran bersama antara seniman berkebutuhan khusus dan normal, yang sebelumnya tidak pernah ada.
“Belum ada sosok seniman yang nyentil. Kami selama ini baru menemukan ada sosok senimann seperti Pak Wawan, guru besar yang mau terjun. Artinya dengan pameran bersama ini kesetaraan itu tercipta. Karya sekelas Pak Wawan bersanding dengan mereka ini kan satu hal yang sangat romantis untuk kemanusiaan dan bagi kami menarik banget," kata Adi, jujur memuji.
“Karya Garasi Seni 10 ini adalah karya tunggal dari seorang seniman serta budayawan Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA. Gelar acara ini secara nyata, memperlihatkan betapa kekaryaan para anak cerdas KPAS-PlaAstro mewakili seluruh individu spesial lainnya bisa layak diapresiasi dalam ruang kekaryaan bersama seorang budayawan dan akademisi,“ imbuhnya
Sebagai Konsultan Program dan Pelatih di KPAS, manakala ada karya apapun dari mereka (anak didiknya) dibuat media menjadi sesuatu. Diciptakannya media tersebut sebagai terapan untuk mengangkat harkat martabat mereka dengan konsep program presentasi individu dan kelompok yang dilakukan di lokasi itu sendiri, langsung terjun di ruang publik Kota Bandung, di pinggir rel kereta api, di ruang-ruang pasar presentasi, baik monolog atau bermain musik termasuk di Garasi Seni ini, mereka turun ke masyarakat mensosialisasikan karyanya, kabisanya. “Jadi kita tidak lagi mengharapkan dalam romantisme dalam artian menunggu bantuan dan sebagainya, tidak. Kita langsung turun menginformasikan ke publik keberadaan kami dan karya kami,“ terang Adi.
Ditanya peran pemerintah terhadap anak-anak spesial, Adi mengatakan Pemerintah secara kebijakan di UU Tahun 2016 disabilitas itu ada dan tindakan-tindakan pemerintah untuk menuju ke kota inklusi itu ada perencanaan. “Ada aja terasa kami tidak bisa bilang kurang, tapi itu mungkin lebih tepat tugas pemerintah dan apa yang kita lakukan kita sebagai masyarakat tidak perlu saling menyalahkan, tapi alangkah baiknya kolaborasi. Mereka terjun dengan ukuran meraka, ya udah mereka ranahnya itu, dan kekurangannya selanjutnya kita isi,“ kata Adi tulus.
Jumlah anak spesial yang dibimbingnya, awalnya beranjak dari banyak tapi karena ini suatu niat dan kebetulan komunitasnya hampir sebagian besar anggotanya dimotori orang tua yang memiliki anak spesial jadi terseleksi menjadi 5 orang untuk digodok dan nantinya dikembangkan lagi ke yang lain, jadi pilot projek yang harus berkomitmen bersama. Jadi dikelola sendiri bukan tempat penitipan seperti lainnya. Tempat ada di galeri FlaAstro, Jalan Haji Kurdi IV No. 14 Kota Bandung.
“Jadi kami 5 orang inilah sebagai pendiri, sebagai owner/pemilik yang mengelola komunitas ini dan kita punya unit usaha bidang kriya, seni, makanan-minuman dan entertainment. Kelima orang tersebut : Nur Fajrin Ratna Ayu, Ivan Edbert, Hendra Gunawan, Dendy Cholid, Anton Wijaya, dan mereka sendiri nantinya sebagai owner,” pungkas jebolan Seni Pertunjukan ISBI Bandung ini. (Asep GP)***
Pameran Bersama Komunitas Garasi & K-PAS : Bersandingnya Karya Seni Rupa Anak-Anak Special dengan Sang Guru Besar
Posted by
Tatarjabar.com on Sunday, August 14, 2022
Guru Besar Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA, pernah menegaskan bahwa, “Berkarya seni apapun harus sampai pada dimensi kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan harus diusung semua pihak yang bergerak apakah itu sebagai pendidik desain, pendidik seni, pendidik kriya dan sebagainya, kalau tidak mengusung itu buat apa ada pendidikan.“
Maka salahsatu buktinya, Kang Wawan pada tanggal 24-30 Juli menggelar “Pameran Bersama Komunitas Garasi & K-PAS”. Pameran seni rupa gabungan antara seniman berkebutuhan khusus dari kelompok KPAS (Komunitas Peduli Anak Spesial) dengan seniman normal, komunitas Garasi Seni 10.
Menurut Kang Wawan, ini adalah sebuah peristiwa yang sebelumnya belum pernah terjadi. Pameran ini untuk menyandingkan karya mereka yang spesial berkebutuhan khusus dengan yang normal. Tapi Normal dan “Tidak Normal” di sini kata Kang Wawan dalam tanda kutip. “Seniman pun kata orang nyentrik, jelas teu jelas, mahiwal, orang suka maklum melihat tingkah seniman yang mahiwal, aneh, unik dan nyentrik, lalu mereka berkata Ah dasar seniman we eta mah. Jadi karyanya dicoba disatukan supaya ada pemahaman antara komunitas anak-anak spesial dengan komunitas Garasi Seni demi pembaruan apresiasi kedua bela pihak, demi kemanusiaan bagi mereka yanga bergerak sebagai seniman yang normal dan spesialis,” terangnya.
Hasil karya unit usaha anak-anak KPAS (foto Asep GP) |
Pameran bersama bertajuk “Kapasitas Kertas” ini juga menyuguhkan webinar pada tanggal 25 Juli 2022. Kang Wawan dalam kegiatan ini berperan sebagai Pembicara Kunci (keynote speaker). Pematerinya : Dr. Supriatna, M.Sn, Fahdi Hasan, S.Tr.Sn, Nur Fajrin Ratna Ayu dan Moderator Diana Sofian.
Sementara Fahdi Hasan (Kang Adi, Konsultan Program dan Pelatih KPAS) yang ditemui wartawan secara terpisah, merasa bersyukur karena dalam pameran “Kapasitas Kertas” ini terjadi kolaborasi yang luar biasa antara KPAS, flaAstro dan Prof. Setiawan Sabana (Garasi Seni 10) yang punya ide gagasannya. “Ini satu momentum yang sangat luar biasa dimana Prof. Wawan mampu menempatkan posisinya dengan perupa dari kami - Komunitas Peduli Anak Spesial. Dan pameran bertajuk Kapasitas Kertas ini menarik sekali, ini pilihan ide yang tepat dari Prof. Wawan, yang saya tafsirkan adalah sebuah daya serap bagaimana kertas bisa menyerap dari berbagai perspektif, menembus batas antara normal dan tidak normal. Karya-karya disini tidak melihat latar belakangnya ini siapa dan siapa, yang penting ini adalah proses bersama, ruang makin terbuka bagi siapapun bahwa siapapun bisa melakukan pameran,“ katanya haru.
Kang Adi (ujung kanan bertopi) diantara Anak-anak KPAS (foto Asep GP) |
Dan terobosan yang dilakukan Pak Wawan ini menurut Adi, membuat Kota Bandung lebih maju setingkat lagi. Karena menghadirkan konsep pameran bersama antara seniman berkebutuhan khusus dan normal, yang sebelumnya tidak pernah ada.
“Belum ada sosok seniman yang nyentil. Kami selama ini baru menemukan ada sosok senimann seperti Pak Wawan, guru besar yang mau terjun. Artinya dengan pameran bersama ini kesetaraan itu tercipta. Karya sekelas Pak Wawan bersanding dengan mereka ini kan satu hal yang sangat romantis untuk kemanusiaan dan bagi kami menarik banget," kata Adi, jujur memuji.
“Karya Garasi Seni 10 ini adalah karya tunggal dari seorang seniman serta budayawan Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA. Gelar acara ini secara nyata, memperlihatkan betapa kekaryaan para anak cerdas KPAS-PlaAstro mewakili seluruh individu spesial lainnya bisa layak diapresiasi dalam ruang kekaryaan bersama seorang budayawan dan akademisi,“ imbuhnya
Sebagai Konsultan Program dan Pelatih di KPAS, manakala ada karya apapun dari mereka (anak didiknya) dibuat media menjadi sesuatu. Diciptakannya media tersebut sebagai terapan untuk mengangkat harkat martabat mereka dengan konsep program presentasi individu dan kelompok yang dilakukan di lokasi itu sendiri, langsung terjun di ruang publik Kota Bandung, di pinggir rel kereta api, di ruang-ruang pasar presentasi, baik monolog atau bermain musik termasuk di Garasi Seni ini, mereka turun ke masyarakat mensosialisasikan karyanya, kabisanya. “Jadi kita tidak lagi mengharapkan dalam romantisme dalam artian menunggu bantuan dan sebagainya, tidak. Kita langsung turun menginformasikan ke publik keberadaan kami dan karya kami,“ terang Adi.
Ditanya peran pemerintah terhadap anak-anak spesial, Adi mengatakan Pemerintah secara kebijakan di UU Tahun 2016 disabilitas itu ada dan tindakan-tindakan pemerintah untuk menuju ke kota inklusi itu ada perencanaan. “Ada aja terasa kami tidak bisa bilang kurang, tapi itu mungkin lebih tepat tugas pemerintah dan apa yang kita lakukan kita sebagai masyarakat tidak perlu saling menyalahkan, tapi alangkah baiknya kolaborasi. Mereka terjun dengan ukuran meraka, ya udah mereka ranahnya itu, dan kekurangannya selanjutnya kita isi,“ kata Adi tulus.
Jumlah anak spesial yang dibimbingnya, awalnya beranjak dari banyak tapi karena ini suatu niat dan kebetulan komunitasnya hampir sebagian besar anggotanya dimotori orang tua yang memiliki anak spesial jadi terseleksi menjadi 5 orang untuk digodok dan nantinya dikembangkan lagi ke yang lain, jadi pilot projek yang harus berkomitmen bersama. Jadi dikelola sendiri bukan tempat penitipan seperti lainnya. Tempat ada di galeri FlaAstro, Jalan Haji Kurdi IV No. 14 Kota Bandung.
“Jadi kami 5 orang inilah sebagai pendiri, sebagai owner/pemilik yang mengelola komunitas ini dan kita punya unit usaha bidang kriya, seni, makanan-minuman dan entertainment. Kelima orang tersebut : Nur Fajrin Ratna Ayu, Ivan Edbert, Hendra Gunawan, Dendy Cholid, Anton Wijaya, dan mereka sendiri nantinya sebagai owner,” pungkas jebolan Seni Pertunjukan ISBI Bandung ini. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment