Saturday, January 29, 2022
Kerinduan seniman dan publik seni kepada pergelaran adalah kerinduan kepada kekasih. Ya, setelah dua tahun lebih ditelikung Pandemi, ISBI Bandung kembali menyajikan tontonan menarik mengobati kerinduan yang selama ini terpendam.
Gedung Kesenian Sunan Ambu di Jalan Buah Batu No. 212 Kota Bandung, Minggu malam itu (23/1/2022) kembali menggeliat. Suara gamelan Sunda yang digarap Maestro Gamelan Dr. Lili Soparli begitu apik dan indah di telinga. “Waas asa di Bandung deui,” kata penonton yang duduk di sebelah. Di atas panggung, tata artistik yang digarap M. Tavip dan Multimedia garapan Yadi Mulyadi yang didukung tata cahaya (lighting) & sound Tim UPT Ajang Gelar ISBI Bandung serta videographer Ara and Team begitu memanjakan mata dan hati apalagi kalau dipadukan dengan kostum para pelakon. Sungguh imajinasi kita mengawang ke alam pewayangan.
Ya, memang kali ini ISBI Bandung membuka pergelaran dengan judul “Pemetik Taman 1000 Bulan”. Sebuah dramatari gawe rukun Fakultas Seni Pertunjukan, Fakultas Seni Rupa dan Desain serta Fakultas Budaya dan Media, yang terinspirasi lakon wayang tradisional Somantri Gugur dan Sokrasana Lena.
“Dramatari Pemetik Taman 1000 bulan ini menjadi harapan kami bahwa ISBI Bandung ingin terus menghidupkan Wayang Uwong (Wayang Orang), pada saat ini dalam bentuk dramatari dan bertahap kami kembali mengangkat Wayang Uwong dengan dialog-dialog dari para penarinya yang mungkin saat ini sangat jarang dipergelarkan. Insyaalloh nantinya kalau orang Bandung atau orang yang bepergian ke Bandung dan ingin mengetahui Wayang Uwong Priangan, tempatnya di ISBI Bandung. Dan pergelaran drama tari ini adalah sebagai salah satu embrio di awal tahun sebagai persembahan kepada masyarakat, bagaimana wayang uwong kami angkat kembali untuk menjadi kajian yang menarik dan menjadi daya tarik wisatawan,“ demikian kata Rektor ISBI Prof. Dr. Een Herdiani, S. Sn., M.Hum.
Rektor pun menerangkan, pihaknya sedang merintis embrio-embrio yang lain, diantaranya film “Jabang Tutuka”, yang rencananya di akhir tahun akan dipergelarkan dalam bentuk pergelaran wayang uwong dengan judul yang lain. “Terima kasih pada seluruh tim produksi dan penari yang luar biasa dalam penyajiannya, juga buat sutradara dengan gagasan-gagasannya. Semoga dramatari ini akan terus hidup di priangan terutama di ISBI Bandung,“ pungkas rektor.
Sementara Sutradara pergelaran, Prof. Dr. Arthur S. Nalan, S.Sen., M.Hum, mengatakan pada wartawan apa yang akan disampaikan dalam cerita ini, premisnya, kesannya sesuai tagline, “Yang Fisik dan Rupa Bagus/Belum tentu batinnya bagus pula/Sebaliknya yang fisik dan rupa buruk/Batinnya bisa bagus”.
Jadi antara tokoh Somantri yang berparas bagus tapi batinnya tidak bagus dan Sokasrana yang buruk rupa tapi batinnya bagus. Tapi sebenarnya kata Arthur, sifat manusia itu berpasangan, tidak bisa semuanya bagus/jelek. Jadi kita sebagai manusia butuh mempelajari nilai-nilai kearifan lokal yang kali ini dipesankan dalam kemasan dramatari.
Sutradara Arthur juga menjelaskan bahwa garapannya adalah lebih ke Dramatari Kontemporer, yang diambil dari aslinya/tradisi, Taman Sriwedari/Somantri Gugur lalu dia robah judulnya supaya bikin orang penasaran, jadi “Pemetik Taman 1000 Bulan”.
Arthur juga curhat, membuat pergelaran di masa pandemi walau sudah melandai tetap saja repot, tantangan besar, apalagi persiapannya hanya dua minggu. Pihaknya sibuk menghadirkan produk, pimpinan produksi juga riweuh mengatur saat pertunjukan, menyiapkan undangan terbatas, menghadirkan tayangan lewat live streaming, youtobe, dan mengatur penonton langsung di depan panggung yang harus tunduk pada prokes agar semua selamat sehat sejahtera. Dan Alhamdulillah kata Arthur, yang nonton di gedung saat itu ada 150 orang melebihi kapasitas. Terlihat hadir aka Eka Gandara, Uu Rukmana, Sis Triaji (Ketua STB), FX Widaryanto (Pegiat Tari) Suhendi Aprianto (pengarah artistik ) Warek III ISBI Bandung, juga para mahasiswa, dan publik seni Bandung.
Tapi tentu saja tetap mengutamakan protokol kesehatan (prokes), bahkan yang online lebih banyak lagi termasuk yang Nobar (nonton bareng). Bukan main. Maka bu Rektor pun berencana pergelaran ini akan dipergelarkan lagi di lain waktu baik di kampus/di luar kampus ISBI.
Dan sebagai Sutradara, Arthur mengaku ditantang untuk menyatukan semua komponen penari, koreografer, musik, artistik, kostum, apalagi Dramatari ini pakai narasi. “Kan biasanya dramatari gak pake narasi, tapi narator. Jadi kalau makanan mah semacam menu baru lah. Itu yang coba ditawarkan,“ pungkas Seniman Teater yang juga Warek I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, ISBI Bandung.
“Melihat pergelaran ini saya melihat materi per materi, reueus dalam bahasa Sunda mah. Begitu bagusnya. Tapi jangan lupa saya tetap menghargai proses. Kalau saja proses ini agak panjang, penyatuan materi per materi ini agak panjang, saya kira akan lebih bagus, sayangnya ini terlalu singkat,“ demikian pendapat Eka Gandara ketika dimintai apresiasinya tentang pergelaran ini.
Eka sampai kini masih aktif di kesenian, garapan terakhirnya bersama Neo Teather digelar di ISBI Bandung Tahun 2017. “Kerinduan ini sangat menyiksa meskipun teater tidak menghasilkan duit tapi kerinduan ini begitu dalam,“ kata pensiunan Dosen Teater STSI/ISBI 2014 itu serius.
Persiapan yang sebentar ini pun jadi tantangan untuk Koreografer Edi Mulyana. Bagi dosen tari ISBI Bandung, persiapan waktu yang hanya dua minggu agak kurang ideal. “Tapi saya tidak bisa mengalah sama waktu. Dengan didukung oleh seluruh elemen, penata musik, kostum, serta penarinya yang cepat menangkap apa yang saya inginkan dari mulai eksplorasi, kemudian penerapan, ekspresi, dsb, jadilah seperti ini. Meskipun masih ada kepenasaranan, kalau dikasih waktu dua minggu lagi saya kira keinginan saya akan tercapai 100 persen,“ katanya
Tapi Sistri Aji Ketua STB, tertarik dengan kekuatan musikalitas dan videographer pergelaran ini. Menurut dia, dari pergelaran ini pun sudah terlihat betapa videografer itu akan menentukan pertunjukan-pertunjukan ke depannya, begitu juga musiknya. “Kalau manusianya sih saya pikir cukup lebih sedikit, tapi bagaimana videographer ini bisa mengembangkan imaji via digitalisme. Melihat pertunjukan ini saya merasa senang karena saya jadi terinspirasi akan membuat gagasan-gagasan apa yang akan kita lihat dan garap ke depan. Semoga anak-anak muda sekarang bisa mencontoh dari pertunjukan ini. Dramatari ini jadi inspirasi bagaimana sebuah pertunjukan layak ditonton secara digital,“ paparnya.
UU Rukmana pun sangat betah menonton pergelaran ini. Dia teringat semasa kecil suka nonton wayang dan dia hapal Cerita sempalan Bambang Somantri dan Sokrasana yang diambil dari Arjuna Sasrabahu, katanya cerita itu sangat populer di masyarakat dan enak ditonton. “Dan ISBI mempergelarkannya sangat rapih dan indah. Ini menunjukan 'Wayang Orang' Sunda itu tidak kalah dengan wayang orang suku lain seperti Jawa dan Bali. Selamat ISBI semoga nanti ada lagi cerita wayang yang digarap seperti Pemetik Taman 1000 Bulan ini,“ harapnya..
Dari sisi lain, Franciscus Xaverius Widaryanto melihat, ada kesan serius kemewahan dari pergelaran ini. Dan itu kata pengamat tari ini merupakan bagian yang sudah lama tidak dimunculkan, terutama pada kekuatan tari sunda yang ada di rakyat.
Karena memang kata dia, yang namanya Wayang Orang itu sesuatu yang menimbulkan nilai-nilai feodalisme yang kokoh dan ini sekarang ada intrepretasi baru yang mengingatkan dirinya pada gaya-gaya festival Penata Tari Muda tahun 78.
“Jadi ada upaya menggali, membuat semacam empowering (memberdayakan) dari kekuatan tradisi yang nampaknya memang harus dilakukan seiring dengan kekuatan-kekuatan keseharian yang ada dalam dele estetik. Karena sekarang tidak mungkin lagi untuk bergerak sendiri. Jadi harus kolaborasi dan ini kolaborasi yang menarik. Tinggal sekarang bagaimana kekuatan narasi, visual dan kekuatan dramatik bisa menjadi seluruh, menjadi sebuah ekspresi yang memang mungkin jadi ekspresi kultural-ekspresi dari budaya Sunda,“ katanya.
Tapi Sistri Aji Ketua STB, tertarik dengan kekuatan musikalitas dan videographer pergelaran ini. Menurut dia, dari pergelaran ini pun sudah terlihat betapa videografer itu akan menentukan pertunjukan-pertunjukan ke depannya, begitu juga musiknya. “Kalau manusianya sih saya pikir cukup lebih sedikit, tapi bagaimana videographer ini bisa mengembangkan imaji via digitalisme. Melihat pertunjukan ini saya merasa senang karena saya jadi terinspirasi akan membuat gagasan-gagasan apa yang akan kita lihat dan garap ke depan. Semoga anak-anak muda sekarang bisa mencontoh dari pertunjukan ini. Dramatari ini jadi inspirasi bagaimana sebuah pertunjukan layak ditonton secara digital,“ paparnya.
UU Rukmana pun sangat betah menonton pergelaran ini. Dia teringat semasa kecil suka nonton wayang dan dia hapal Cerita sempalan Bambang Somantri dan Sokrasana yang diambil dari Arjuna Sasrabahu, katanya cerita itu sangat populer di masyarakat dan enak ditonton. “Dan ISBI mempergelarkannya sangat rapih dan indah. Ini menunjukan 'Wayang Orang' Sunda itu tidak kalah dengan wayang orang suku lain seperti Jawa dan Bali. Selamat ISBI semoga nanti ada lagi cerita wayang yang digarap seperti Pemetik Taman 1000 Bulan ini,“ harapnya..
Dari sisi lain, Franciscus Xaverius Widaryanto melihat, ada kesan serius kemewahan dari pergelaran ini. Dan itu kata pengamat tari ini merupakan bagian yang sudah lama tidak dimunculkan, terutama pada kekuatan tari sunda yang ada di rakyat.
Karena memang kata dia, yang namanya Wayang Orang itu sesuatu yang menimbulkan nilai-nilai feodalisme yang kokoh dan ini sekarang ada intrepretasi baru yang mengingatkan dirinya pada gaya-gaya festival Penata Tari Muda tahun 78.
“Jadi ada upaya menggali, membuat semacam empowering (memberdayakan) dari kekuatan tradisi yang nampaknya memang harus dilakukan seiring dengan kekuatan-kekuatan keseharian yang ada dalam dele estetik. Karena sekarang tidak mungkin lagi untuk bergerak sendiri. Jadi harus kolaborasi dan ini kolaborasi yang menarik. Tinggal sekarang bagaimana kekuatan narasi, visual dan kekuatan dramatik bisa menjadi seluruh, menjadi sebuah ekspresi yang memang mungkin jadi ekspresi kultural-ekspresi dari budaya Sunda,“ katanya.
Dr. Suhendi Apryanto (pengarah artistik ) Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Sistem Informasi dan Kerjasama ISBI Bandung pun berpendapat, secara keseluruhan karya ini sangat luar biasa menunjukkan kekayaan artistik dan kekaayaan dari berbagai lini, gerak, bunyi kemudian alur dramatik yang menghasilkan sebuah tontonan.
“Ini menarik kita bisa menampikan karya yang luar biasa ini. Karena semua elemen terisi dengan sebuah pola-pola estetika yang luar biasa sekali. Jadi artinya kita harus mengatakan bahwa ini lah “karya-karya mahal” yanng memang harus dipelopori oleh institusi-institusi (seni) ini. Saya kira kalau ke depan ini memang menjadi sesuatu pertunjukkan yang bisa dianggap rutin oleh ISBI Bandung, saya kira ini sebuah terobosan yang ingin membuktikan kepada publiknya bahwa tiap saat institusi ini bergerak dalam dunia kreativitas,“ paparnya sambil tak lupa mengucapkan selamat kepada Prof. Arthur yang jadi komandan diproduksi ini juga pada tim produksi juga berharap ke depan digelar di masyarakat luas sebagai kontribusi kepada masyarakat dan menunjukan bahwa seni pertunjukan ini terus bergulir
Pamungkas Suhendi mengatakan bahwa tafsir di dalam garap Sokrasana - Somantri ini sedikit berbeda dengan pertunjukan yang ada dalam wayang kulit/golek. Tapi katanya, ini menarik bahwa ISBI Bandung melalui elemen yang ada di dalamnya terus melakukan inovasi-inovasi, baik di dalam cerita maupun bagaimana tafsir garap itu juga muncul sebagai salah satu kekuatan yang ada di dalam institusi. "Selamat dan mudah-mudahan daya kreativitas itu terus digulirkan dan akhirnya kita sadari betul bahwa ISBI Bandung harus menjadi salah satu pelopor dalam perkembangan dunia seni pertunjukan“.
Sinopsis Dramatari Pemetik Taman 1000 Bulan
Terinspirasi lakon wayang tradisional yaitu SOMANTRI GUGUR dan SOKASRANA LENA. Dua perlambang sifat manusia YANG FISIK DAN RUPA BAGUS, BELUM TENTU BATINNYA BAGUS PULA. SEBALIKNYA YANG FISIK DAN RUPA BURUK, BATINNYA BISA BAGUS. Konsep halus dan kasar selalu berdampingan. Berpasangan berlawanan selalu dicerminkan melalui kisah kisah teladan wayang.
PEMETIK TAMAN 1000 BULAN mengisahkan dua bersaudara (Somantri dan Sokasrana) yang memperlihatkan cerminan TEKAD UCAP LAMPAH yang jumawa dijalani Somantri (diperankan Dede Nuryaman, alumni jurusan Tari ’91) dan TEKAD UCAP LAMPAH welas asih jembar manah yang dijalani Sokasrana (diperankan Deri Al Badri alumni Prodi Tari 2012). Somantri yang berjuang dengan ambisinya menemukan kehampaan karena sombong dan angkuh. Mengabdi ke Maespati justru menantang raja Arjunasasrabahu (diperankan Devi Supriatna) yang ternyata sakti mandraguna dengan merubah dirinya menjadi raksasa TRIWIKRAMA (menggenggam dunia). Somantri dihukum harus Memindahkan TAMAN SERIBU BULAN (dalam lakon tradisi Taman Sriwedar). Somantri yang sedang bingung ditemukan Sokasrana yang akan membantu kakaknya memindahkan taman tersebut, syaratnya Somantri tidak lagi meninggalkan Sokasrana. Somantri menyanggupi. Sokasrana dengan kesaktiannya dengan mudah memindahkan taman. Kerajaan Maespati jadi terang benderang. Putri Citrawati (diperankan Risa Nuriawati) bercengkrama dengan para dayangnya. Kaget melihat ada raksasa buruk rupa (Sokasrana) yang mencari Somantri. Somantri tiba dan meminta Sokasrana pergi dengan menakut-nakuti dengan gondewa dan anak panah dan tiba-tiba anak panah melesat menembus dada Sokasrana. Sokasrana mati dijemput bidadari. Dan berjanji akan menjemput Somantri ketika gugur oleh Raja sakti Rahwana kelak nanti.***Asep GP.
Pemetik Taman 1000 Bulan, Pengobat Rindu Yang Sudah Lama Terpendam
Posted by
Tatarjabar.com on Saturday, January 29, 2022
Kerinduan seniman dan publik seni kepada pergelaran adalah kerinduan kepada kekasih. Ya, setelah dua tahun lebih ditelikung Pandemi, ISBI Bandung kembali menyajikan tontonan menarik mengobati kerinduan yang selama ini terpendam.
Gedung Kesenian Sunan Ambu di Jalan Buah Batu No. 212 Kota Bandung, Minggu malam itu (23/1/2022) kembali menggeliat. Suara gamelan Sunda yang digarap Maestro Gamelan Dr. Lili Soparli begitu apik dan indah di telinga. “Waas asa di Bandung deui,” kata penonton yang duduk di sebelah. Di atas panggung, tata artistik yang digarap M. Tavip dan Multimedia garapan Yadi Mulyadi yang didukung tata cahaya (lighting) & sound Tim UPT Ajang Gelar ISBI Bandung serta videographer Ara and Team begitu memanjakan mata dan hati apalagi kalau dipadukan dengan kostum para pelakon. Sungguh imajinasi kita mengawang ke alam pewayangan.
Ya, memang kali ini ISBI Bandung membuka pergelaran dengan judul “Pemetik Taman 1000 Bulan”. Sebuah dramatari gawe rukun Fakultas Seni Pertunjukan, Fakultas Seni Rupa dan Desain serta Fakultas Budaya dan Media, yang terinspirasi lakon wayang tradisional Somantri Gugur dan Sokrasana Lena.
“Dramatari Pemetik Taman 1000 bulan ini menjadi harapan kami bahwa ISBI Bandung ingin terus menghidupkan Wayang Uwong (Wayang Orang), pada saat ini dalam bentuk dramatari dan bertahap kami kembali mengangkat Wayang Uwong dengan dialog-dialog dari para penarinya yang mungkin saat ini sangat jarang dipergelarkan. Insyaalloh nantinya kalau orang Bandung atau orang yang bepergian ke Bandung dan ingin mengetahui Wayang Uwong Priangan, tempatnya di ISBI Bandung. Dan pergelaran drama tari ini adalah sebagai salah satu embrio di awal tahun sebagai persembahan kepada masyarakat, bagaimana wayang uwong kami angkat kembali untuk menjadi kajian yang menarik dan menjadi daya tarik wisatawan,“ demikian kata Rektor ISBI Prof. Dr. Een Herdiani, S. Sn., M.Hum.
Rektor pun menerangkan, pihaknya sedang merintis embrio-embrio yang lain, diantaranya film “Jabang Tutuka”, yang rencananya di akhir tahun akan dipergelarkan dalam bentuk pergelaran wayang uwong dengan judul yang lain. “Terima kasih pada seluruh tim produksi dan penari yang luar biasa dalam penyajiannya, juga buat sutradara dengan gagasan-gagasannya. Semoga dramatari ini akan terus hidup di priangan terutama di ISBI Bandung,“ pungkas rektor.
Sementara Sutradara pergelaran, Prof. Dr. Arthur S. Nalan, S.Sen., M.Hum, mengatakan pada wartawan apa yang akan disampaikan dalam cerita ini, premisnya, kesannya sesuai tagline, “Yang Fisik dan Rupa Bagus/Belum tentu batinnya bagus pula/Sebaliknya yang fisik dan rupa buruk/Batinnya bisa bagus”.
Jadi antara tokoh Somantri yang berparas bagus tapi batinnya tidak bagus dan Sokasrana yang buruk rupa tapi batinnya bagus. Tapi sebenarnya kata Arthur, sifat manusia itu berpasangan, tidak bisa semuanya bagus/jelek. Jadi kita sebagai manusia butuh mempelajari nilai-nilai kearifan lokal yang kali ini dipesankan dalam kemasan dramatari.
Sutradara Arthur juga menjelaskan bahwa garapannya adalah lebih ke Dramatari Kontemporer, yang diambil dari aslinya/tradisi, Taman Sriwedari/Somantri Gugur lalu dia robah judulnya supaya bikin orang penasaran, jadi “Pemetik Taman 1000 Bulan”.
Arthur juga curhat, membuat pergelaran di masa pandemi walau sudah melandai tetap saja repot, tantangan besar, apalagi persiapannya hanya dua minggu. Pihaknya sibuk menghadirkan produk, pimpinan produksi juga riweuh mengatur saat pertunjukan, menyiapkan undangan terbatas, menghadirkan tayangan lewat live streaming, youtobe, dan mengatur penonton langsung di depan panggung yang harus tunduk pada prokes agar semua selamat sehat sejahtera. Dan Alhamdulillah kata Arthur, yang nonton di gedung saat itu ada 150 orang melebihi kapasitas. Terlihat hadir aka Eka Gandara, Uu Rukmana, Sis Triaji (Ketua STB), FX Widaryanto (Pegiat Tari) Suhendi Aprianto (pengarah artistik ) Warek III ISBI Bandung, juga para mahasiswa, dan publik seni Bandung.
Tapi tentu saja tetap mengutamakan protokol kesehatan (prokes), bahkan yang online lebih banyak lagi termasuk yang Nobar (nonton bareng). Bukan main. Maka bu Rektor pun berencana pergelaran ini akan dipergelarkan lagi di lain waktu baik di kampus/di luar kampus ISBI.
Dan sebagai Sutradara, Arthur mengaku ditantang untuk menyatukan semua komponen penari, koreografer, musik, artistik, kostum, apalagi Dramatari ini pakai narasi. “Kan biasanya dramatari gak pake narasi, tapi narator. Jadi kalau makanan mah semacam menu baru lah. Itu yang coba ditawarkan,“ pungkas Seniman Teater yang juga Warek I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, ISBI Bandung.
“Melihat pergelaran ini saya melihat materi per materi, reueus dalam bahasa Sunda mah. Begitu bagusnya. Tapi jangan lupa saya tetap menghargai proses. Kalau saja proses ini agak panjang, penyatuan materi per materi ini agak panjang, saya kira akan lebih bagus, sayangnya ini terlalu singkat,“ demikian pendapat Eka Gandara ketika dimintai apresiasinya tentang pergelaran ini.
Eka sampai kini masih aktif di kesenian, garapan terakhirnya bersama Neo Teather digelar di ISBI Bandung Tahun 2017. “Kerinduan ini sangat menyiksa meskipun teater tidak menghasilkan duit tapi kerinduan ini begitu dalam,“ kata pensiunan Dosen Teater STSI/ISBI 2014 itu serius.
Persiapan yang sebentar ini pun jadi tantangan untuk Koreografer Edi Mulyana. Bagi dosen tari ISBI Bandung, persiapan waktu yang hanya dua minggu agak kurang ideal. “Tapi saya tidak bisa mengalah sama waktu. Dengan didukung oleh seluruh elemen, penata musik, kostum, serta penarinya yang cepat menangkap apa yang saya inginkan dari mulai eksplorasi, kemudian penerapan, ekspresi, dsb, jadilah seperti ini. Meskipun masih ada kepenasaranan, kalau dikasih waktu dua minggu lagi saya kira keinginan saya akan tercapai 100 persen,“ katanya
Tapi Sistri Aji Ketua STB, tertarik dengan kekuatan musikalitas dan videographer pergelaran ini. Menurut dia, dari pergelaran ini pun sudah terlihat betapa videografer itu akan menentukan pertunjukan-pertunjukan ke depannya, begitu juga musiknya. “Kalau manusianya sih saya pikir cukup lebih sedikit, tapi bagaimana videographer ini bisa mengembangkan imaji via digitalisme. Melihat pertunjukan ini saya merasa senang karena saya jadi terinspirasi akan membuat gagasan-gagasan apa yang akan kita lihat dan garap ke depan. Semoga anak-anak muda sekarang bisa mencontoh dari pertunjukan ini. Dramatari ini jadi inspirasi bagaimana sebuah pertunjukan layak ditonton secara digital,“ paparnya.
UU Rukmana pun sangat betah menonton pergelaran ini. Dia teringat semasa kecil suka nonton wayang dan dia hapal Cerita sempalan Bambang Somantri dan Sokrasana yang diambil dari Arjuna Sasrabahu, katanya cerita itu sangat populer di masyarakat dan enak ditonton. “Dan ISBI mempergelarkannya sangat rapih dan indah. Ini menunjukan 'Wayang Orang' Sunda itu tidak kalah dengan wayang orang suku lain seperti Jawa dan Bali. Selamat ISBI semoga nanti ada lagi cerita wayang yang digarap seperti Pemetik Taman 1000 Bulan ini,“ harapnya..
Dari sisi lain, Franciscus Xaverius Widaryanto melihat, ada kesan serius kemewahan dari pergelaran ini. Dan itu kata pengamat tari ini merupakan bagian yang sudah lama tidak dimunculkan, terutama pada kekuatan tari sunda yang ada di rakyat.
Karena memang kata dia, yang namanya Wayang Orang itu sesuatu yang menimbulkan nilai-nilai feodalisme yang kokoh dan ini sekarang ada intrepretasi baru yang mengingatkan dirinya pada gaya-gaya festival Penata Tari Muda tahun 78.
“Jadi ada upaya menggali, membuat semacam empowering (memberdayakan) dari kekuatan tradisi yang nampaknya memang harus dilakukan seiring dengan kekuatan-kekuatan keseharian yang ada dalam dele estetik. Karena sekarang tidak mungkin lagi untuk bergerak sendiri. Jadi harus kolaborasi dan ini kolaborasi yang menarik. Tinggal sekarang bagaimana kekuatan narasi, visual dan kekuatan dramatik bisa menjadi seluruh, menjadi sebuah ekspresi yang memang mungkin jadi ekspresi kultural-ekspresi dari budaya Sunda,“ katanya.
Tapi Sistri Aji Ketua STB, tertarik dengan kekuatan musikalitas dan videographer pergelaran ini. Menurut dia, dari pergelaran ini pun sudah terlihat betapa videografer itu akan menentukan pertunjukan-pertunjukan ke depannya, begitu juga musiknya. “Kalau manusianya sih saya pikir cukup lebih sedikit, tapi bagaimana videographer ini bisa mengembangkan imaji via digitalisme. Melihat pertunjukan ini saya merasa senang karena saya jadi terinspirasi akan membuat gagasan-gagasan apa yang akan kita lihat dan garap ke depan. Semoga anak-anak muda sekarang bisa mencontoh dari pertunjukan ini. Dramatari ini jadi inspirasi bagaimana sebuah pertunjukan layak ditonton secara digital,“ paparnya.
UU Rukmana pun sangat betah menonton pergelaran ini. Dia teringat semasa kecil suka nonton wayang dan dia hapal Cerita sempalan Bambang Somantri dan Sokrasana yang diambil dari Arjuna Sasrabahu, katanya cerita itu sangat populer di masyarakat dan enak ditonton. “Dan ISBI mempergelarkannya sangat rapih dan indah. Ini menunjukan 'Wayang Orang' Sunda itu tidak kalah dengan wayang orang suku lain seperti Jawa dan Bali. Selamat ISBI semoga nanti ada lagi cerita wayang yang digarap seperti Pemetik Taman 1000 Bulan ini,“ harapnya..
Dari sisi lain, Franciscus Xaverius Widaryanto melihat, ada kesan serius kemewahan dari pergelaran ini. Dan itu kata pengamat tari ini merupakan bagian yang sudah lama tidak dimunculkan, terutama pada kekuatan tari sunda yang ada di rakyat.
Karena memang kata dia, yang namanya Wayang Orang itu sesuatu yang menimbulkan nilai-nilai feodalisme yang kokoh dan ini sekarang ada intrepretasi baru yang mengingatkan dirinya pada gaya-gaya festival Penata Tari Muda tahun 78.
“Jadi ada upaya menggali, membuat semacam empowering (memberdayakan) dari kekuatan tradisi yang nampaknya memang harus dilakukan seiring dengan kekuatan-kekuatan keseharian yang ada dalam dele estetik. Karena sekarang tidak mungkin lagi untuk bergerak sendiri. Jadi harus kolaborasi dan ini kolaborasi yang menarik. Tinggal sekarang bagaimana kekuatan narasi, visual dan kekuatan dramatik bisa menjadi seluruh, menjadi sebuah ekspresi yang memang mungkin jadi ekspresi kultural-ekspresi dari budaya Sunda,“ katanya.
Dr. Suhendi Apryanto (pengarah artistik ) Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Sistem Informasi dan Kerjasama ISBI Bandung pun berpendapat, secara keseluruhan karya ini sangat luar biasa menunjukkan kekayaan artistik dan kekaayaan dari berbagai lini, gerak, bunyi kemudian alur dramatik yang menghasilkan sebuah tontonan.
“Ini menarik kita bisa menampikan karya yang luar biasa ini. Karena semua elemen terisi dengan sebuah pola-pola estetika yang luar biasa sekali. Jadi artinya kita harus mengatakan bahwa ini lah “karya-karya mahal” yanng memang harus dipelopori oleh institusi-institusi (seni) ini. Saya kira kalau ke depan ini memang menjadi sesuatu pertunjukkan yang bisa dianggap rutin oleh ISBI Bandung, saya kira ini sebuah terobosan yang ingin membuktikan kepada publiknya bahwa tiap saat institusi ini bergerak dalam dunia kreativitas,“ paparnya sambil tak lupa mengucapkan selamat kepada Prof. Arthur yang jadi komandan diproduksi ini juga pada tim produksi juga berharap ke depan digelar di masyarakat luas sebagai kontribusi kepada masyarakat dan menunjukan bahwa seni pertunjukan ini terus bergulir
Pamungkas Suhendi mengatakan bahwa tafsir di dalam garap Sokrasana - Somantri ini sedikit berbeda dengan pertunjukan yang ada dalam wayang kulit/golek. Tapi katanya, ini menarik bahwa ISBI Bandung melalui elemen yang ada di dalamnya terus melakukan inovasi-inovasi, baik di dalam cerita maupun bagaimana tafsir garap itu juga muncul sebagai salah satu kekuatan yang ada di dalam institusi. "Selamat dan mudah-mudahan daya kreativitas itu terus digulirkan dan akhirnya kita sadari betul bahwa ISBI Bandung harus menjadi salah satu pelopor dalam perkembangan dunia seni pertunjukan“.
Sinopsis Dramatari Pemetik Taman 1000 Bulan
Terinspirasi lakon wayang tradisional yaitu SOMANTRI GUGUR dan SOKASRANA LENA. Dua perlambang sifat manusia YANG FISIK DAN RUPA BAGUS, BELUM TENTU BATINNYA BAGUS PULA. SEBALIKNYA YANG FISIK DAN RUPA BURUK, BATINNYA BISA BAGUS. Konsep halus dan kasar selalu berdampingan. Berpasangan berlawanan selalu dicerminkan melalui kisah kisah teladan wayang.
PEMETIK TAMAN 1000 BULAN mengisahkan dua bersaudara (Somantri dan Sokasrana) yang memperlihatkan cerminan TEKAD UCAP LAMPAH yang jumawa dijalani Somantri (diperankan Dede Nuryaman, alumni jurusan Tari ’91) dan TEKAD UCAP LAMPAH welas asih jembar manah yang dijalani Sokasrana (diperankan Deri Al Badri alumni Prodi Tari 2012). Somantri yang berjuang dengan ambisinya menemukan kehampaan karena sombong dan angkuh. Mengabdi ke Maespati justru menantang raja Arjunasasrabahu (diperankan Devi Supriatna) yang ternyata sakti mandraguna dengan merubah dirinya menjadi raksasa TRIWIKRAMA (menggenggam dunia). Somantri dihukum harus Memindahkan TAMAN SERIBU BULAN (dalam lakon tradisi Taman Sriwedar). Somantri yang sedang bingung ditemukan Sokasrana yang akan membantu kakaknya memindahkan taman tersebut, syaratnya Somantri tidak lagi meninggalkan Sokasrana. Somantri menyanggupi. Sokasrana dengan kesaktiannya dengan mudah memindahkan taman. Kerajaan Maespati jadi terang benderang. Putri Citrawati (diperankan Risa Nuriawati) bercengkrama dengan para dayangnya. Kaget melihat ada raksasa buruk rupa (Sokasrana) yang mencari Somantri. Somantri tiba dan meminta Sokasrana pergi dengan menakut-nakuti dengan gondewa dan anak panah dan tiba-tiba anak panah melesat menembus dada Sokasrana. Sokasrana mati dijemput bidadari. Dan berjanji akan menjemput Somantri ketika gugur oleh Raja sakti Rahwana kelak nanti.***Asep GP.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment