Wednesday, October 27, 2021
Yang paling terdampak dalam masa pandemi Covid – 19 ini adalah kaum perempuan. Karena itu perempuan harus memiliki multi talenta bahkan multi peran.
Di masa pandemi C-19 ini banyak terjadi KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Dan kalau sudah terjadi kekerasan yang menjadi korban siapa lagi kalau bukan perempuan, terutama anak.
Negara Wajib Memberikan Perlindungan Khusus Anak.
Pada Senin, 18 Oktober 2021, bertempat di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia-Afrika No.112 Kota Bandung, berlangsung acara “Ngawangkong Sareng Pak Dewan” dalam Upaya Advokasi dan Diseminasi Sinergitas Kebijakan Perlindungan Khusus Anak.
Acara Program Kemiitraan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dengan Komisi VIII DPR RI ini mengetengahkan beberapa Pembicara : Dr. Budiawati Supangat, M.A (Kepala Pusat Riset Gender dan Anak Unpad), Dr. Hj. Sri Kusumawardani, SH., M.Hum (Ketua Himpunan Wanita Karya Jawa Barat), dan Dr. Hj. Cucu Sugyati, SE., MM (Anggota DPRD Prov. Jawa Barat). Serta Dr. Tb. H. Ace Hasan Syadzily, M.Si (Wakil Ketua Komisi VIII DPR/ Fraksi Partai Golkar) sebagai Pembicara Kunci (keynote speech).
Selain itu hadir juga Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberrdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang diwakili Wendhy Wijayanto, S.H.
Kata Kang Ace, yang paling terdampak dalam masa pandemi Covid – 19 ini adalah kaum perempuan. Karena itu perempuan harus memiliki multi talenta bahkan multi peran. Sudah pasokan ekonominya mengalami keterlambatan karena banyak para suami yang terkena PHK, anak-anak pun sekolahnya harus online, mendingan itu juga kalau punya hape kalau tidak punya hape akhirnya anak-anaknya tidak bisa ikut sekolah dan hanya main-main terkungkung di rumah. Ya, akhirnya yang terjadi ibu-ibu harus memerankan peran gandanya, selain mengasuh anak dia juga harus jadi seorang guru dadakan.
Dari situlah kemudian tentu berimplikasi juga terhadap anak-anak. Nah, dalam situasi seperti itu tentu akan lahir apa yang disebut dengan persoalan domestik rumah tangga. Biasanya kecenderungan yang muncul kalau situasi domestik keluarga bermasalah, maka yang terjadi adalah kekerasan.baik itu kekerasan verbal maupun kekerasan fisik.
Dan itu kata Ace, dipastikan lagi usai rapat antara pihaknya dari Komisi VIII bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Memang data menunjukkan di masa pandemi C-19 ini banyak terjadi KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Dan kalau sudah terjadi kekerasan yang menjadi korban siapa lagi kalau bukan perempuan, terutama anak.
“KDRT itu sangat berdampak terhadap psikologi dan pertumbuhan anak. Nah, kecenderungan itu banyak terjadi di masa pandemi C-19. Anak yang biasanya pergi belajar ke sekolah dan bermain, karena ada pandemi selama dua tahun ini kegiatan sekolah tatap mukannya jadi terganggu. Akhirnya anak terkungkung di rumah, ada yang dipaksa mengerjakan tugas orang tuanya di rumah. Inilah yang kemudian menjadi tantangan buat kita,“ ujarnya.
“Pandemi melahirkan apa yang disebut potensi learning loss. Akibatnya bisa berdampak kepada potensi tumbuh kembang anak,“ imbuhnya.
Ace juga mengingatkan, ketika seseorang sudah memiliki memori kekerasan pada masa kecil, itu akan mempengaruhi perilakunya di masa dewasa. Kecenderungan munculnya kekerasan terhadap anak itu akan mempengaruhi juga terhadap dampak psikologi seseorang.
“Oleh karena itu kita harus betul-betul menghindari kekerasan terhadap anak baik kekerasan verbal maupun fisik”, kata Ace serius.
Dan di Jabar ini menurut data menyebutkan bahwa salah satu diantara kekerasan yang kerap terjadi adalah akibat Pernikahan Muda (pernikahan dini) sampai 9821 kasus selama tahun 2020. Dan pernikahan dini atau pernikahan muda ini bisa menjadi lingkaran setan.
Akibatnya kasus kawin cerai di masa pernikahan muda di Jabar sangat tinggi, itu menurut reportase media, terutama di daerah Karawang dan Kabupaten Indramayu. Hampir sebagaian besar pernikahan di masa dini akan melahirkan perceraian dini pula. Punya anak tidak terperhatikan ekonomi dan gizinya. Maka itulah yang kemudian melahirkan lingkaran kemiskinan.
Kata Ace, ini masalah yang harus diantisipasi bersama, karena itu dia menghimbau pernikahan di usia dini harus dihindari karena kalau belum siap secara psikologis pasti akan berdampak terhadap kehidupan anak (keluarga) itu sendiri, perempuan itu sendiri.
“Saya menyebut beberapa kasus misalnya media mengungkap beberapa kasus pendidikan anak: Hampir 10 juta anak, 'berisiko putus sekolah permanen' akibat pandemi Covid-19. Kemudian 30% Anak Jadi Korban KDRT Selama Sekolah Online. Nah, jadi imbas pandemi ini tentu mempengaruhi terhadap pendidikan kita dan menimbulkan kekerasan terhadap anak. Ini yang harus kita hindari,“ terangnya.
Ngawangkong Sareng Pa Dewan (Foto Asep GP) |
Secara Regulasi kata Ace, sebenarnya sudah ada UU Tentang Perlindungan Anak, yaitu Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Yang kemudian direvisi menjadi, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014. Kemudian kita pun sudah memiliki Sistem Peradilan Anak (UU Nomor 11 Tahun 2012). Karena kalau anak berhadapan dengan hukum tidak bisa diperlakukan seperti orang dewasa.
Anak-anak juga harus diperlakukan secara Non Diskriminasi, termasuk orang berbeda suku dan agamanya, anak yang baru lahir harus diperlakukan sama oleh pemerintah.
Anak-anak juga harus diberi perlakuan yang terbaik. Anak-anak itu harus diberikan hak untuk kelangsungan hidupnya dan perkembangan hidupnya.
“Nah saya belajar dari pandemi Covid-19. Kami di Komisi VIII sedang menginisiasi untuk menyusun UU Perlindungan Anak-anak Yatim Piatu. Sebab di masa pandemi Covid ini kita lihat banyak sekali orang meninggal lalu bagaimana dengan nasib anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Saya bilang kepada menteri sosial ini harus dilindungi, Negara harus hadir setidaknya memberikan pola asuh. Memastikan hak asuhnya, memastikan proses psikologisnya, dan harus jelas mana tanggung jawab pemerintah pusat, mana tanggung jawab pemerintah daerah. Ini yang kami harap bisa dibuat aturan-aturannya,“ papar Ace.
Anak-anak juga kata Ace, harus didengar pendapatnya. Seraya bertanya pada hadirin, apakah kalau memberikan sesuatu pada anak suka ditanya dulu pendapat atau keinginannya? Misalnya ketika mengecatkan kamarnya apa ditanya dulu pendapat anak, mau pakai warna apa? Seringkali kebanyakan orang tua tak menghiraukannya.
“Kalau saya Alhamdulillah suka nanya dulu pendapat anak. Misalkan seperti tempo hari ketika anak saya baru lulus dari seklolah terbaik di Indonesia (MAN Insan Cendikia) kebetulan mendapat beasiswa di universitas terbaik di Jepang. Tetapi pada saat bersamaan anak saya juga diterima di Universitas Indonesia (UI). Alhamdulillah saya bersyukur dan bahagia karena impian saya punya anak kuliah di Jepang terkabul. Tapi disisi lain anak saya justru lebih meilih kuliah di UI. Saya tanya kenapa Teteh ngambil UI? Dia bilang UI juga bagus, dosennya berkualitas dan ranking UI bagus, juga dokumentasinya bagus. Dia bilang nanti Teteh mau ke luar negerinya kalau S2 dan S3 aja. Kalau S1 Teteh mau di Indonesia aja, ingin kaya Ayah punya teman yang banyak, Ayah kan S1 nya di dalam negeri dan punya banyak temen, Teteh juga ingin punya banyak teman seperti Ayah“.
Mendengar alasan putrinya, Ace jadi terenyuh campur bangga. Tapi dia berargumen lagi dengan anaknya. Bahwa putranya ingin punya banyak teman di tanah air itu bagus, tapi yang dibutuhkan sekarang adalah kawan Internasional, menjadi warga dunia. Tapi putrinya keukeuh peuteukeuh pengkuh dengan niatnya. Akhirnya karena sudah menjadi pilihan anaknya begitu, Ace pun sebagai orang tua mengalah dan memberi restu putrinya kuliah di tanah air. Padahal sekolah di Jepang semua biayanya gratis bahkan dapat uang saku. Ya, kita harus hargai dan hormati keputusan anak.
Anak juga tidak boleh dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan politik. “Saya berharap dan selalu menegaskan di partai. Kebetulan saya Ketua DPD Partai Golkar Jabar, kegiatan-kegiatan partai gak boleh melibatkan anak. Biarkan anak-anak kita memiliki kedewasaannya sendiri untuk menentukan pilihan politiknya. Apalagi kalau anak diajak demo itu sudah ga bener,“ tegas Ace.
Kedua, Anak tidak boleh dilibatkan dalam sengketa bersenjata. Pelibatan dalam kerusuhan sosial. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan. Pelibatan dalam peperangan, dan Kejahatan Seksual.
Kewajiban Negara Terhadap Anak
Negara Berkewajiban untuk memenuhi, melindungi dan menghlormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondiksi fisik dan/atau mental.
Alhamdulillah, kata Ace, kita lihat Negara kita ini sudah sangat baik dari mulai dalam kandungan sampai meninggal Negara sudah hadir. Misalnya ketika orang (bayi) dalam kandungan Negara punya program perbaikan gizi. Di PKH (Program Keluarga Harapan) itu kan salahsatunya perbaikan gizi-nutrisi. PKH oleh pihaknya (Komisi VIII) didorong harus memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Begitu juga ketika setelah lahir pun seharusnya diperhatikan kesehatan dan pendidikannya dan itu kewajiban Negara. Pendidikan sekarang sudah relatif baik, anak sekolah di Sekolah Dasar Negeri pun gratis.
Kewajiban Orang Tua Kepada Anak: mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak ; menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya ; mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak (belum siap untuk menikah jangan dipaksa); dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
Negara Wajib Memberikan Perlindungan Khusus Anak, dalam kondisi:
- Anak dalam situasi darurat. Dalam hal ini Ace sebagai panja UU Penanggulangan Bencana memasukan pasal khusus tentang perlindungan terhadap kelompok rentan dimana di dalammnya adalah Anak. Mesti ada ruang pengungsian khusus buat anak.
- Anak yang berhadapan dengan hukum. Harus ada perbedaan dengan orang dewasa.
- Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi.
- Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/ atau secara seksual ini banyak sekali. Ace mencontohkan emak-emak meminta-minta dipinggir jalan dengan membawa anak dan ketika ditelusuri ternyata anak tersebut disewanya, bukan anaknya, supaya menarik rasa iba seseorang untuk memberikan sesuatu, uang/lainnya. Terakhir kasus Manusia Silver yang tujuannya untuk meraih simpati. “Saya bilang ke pihak kepolisian orang yang mengeksploitisirnya ditangkap aja, itu kan sama saja dengan mempekerjakan anak di bawah umur,“ ujar Doktor Ilmu Pemerintahan Fisip Unpad.
- Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
- Anak yang menjadi korban pornografi. Ada dua perusahaan besar komik Amerika, Marvel (Kapten Amerika, dsb) dan DC (Superman, Batman, dsb). Nah ada satu komik yang baru masuk ke Indonesia tapi di komiknya itu diceritakan juga tentang biseksual (AC/DC). Ace menentang komik tersebut masuk ke Indonesia. “Saya bilang tolak, ga boleh. Karena itu akan dibaca oleh anak-anak kita.”
- Anak dengan HIV/AIDS.
- Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan.
- Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis.
- Anak korban kejahatan seksual.
- Anak korban jaringan terorisme.
- Anak Penyandang Disabilitas.
- Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
- Anak dengan perilaku sosial menyimpang, dan
- Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya. Sekarang zamannya beda, dulu kekerasan kepada kita selagi anak-anak itu dianggap biasa. Waktu SD siswa tidak membersihkan kuku lalu dihukum guru itu biasa, sekarang sudah gak boleh guru memarahi anak yang malas sekolah, dia bisa ngadu ke orang tuanya dan urusannya menjadi panjang.
“Makanya Bapak dan Ibu sekalian kalau dalam keadaan emosi lebih baik jangan bicara. Kalau tidak pasti akan terjadi kekerasan. Dalam hal ini Negara wajib hadir untuk bisa memastikan bahwa perlindungan terhadap anak menjadi hal yang harus diperhatikan oleh kita semua. Dan saya kira Negara dengan segala kebijakannnya sudah cukup baik untuk memberi perlindungan terhadap anak,“ kata politikus nyantri trah Pandeglang Banten, Putra KH. Tb. A. Rafei Ali – dan Hj. Siti Sutihat, mengakhiri percakapan. (Asep GP)***
Dr. Ace Hasan Syadzily “Ngawangkong Sareng Pa Dewan” di Homann
Posted by
Tatarjabar.com on Wednesday, October 27, 2021
Yang paling terdampak dalam masa pandemi Covid – 19 ini adalah kaum perempuan. Karena itu perempuan harus memiliki multi talenta bahkan multi peran.
Di masa pandemi C-19 ini banyak terjadi KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Dan kalau sudah terjadi kekerasan yang menjadi korban siapa lagi kalau bukan perempuan, terutama anak.
Negara Wajib Memberikan Perlindungan Khusus Anak.
Pada Senin, 18 Oktober 2021, bertempat di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia-Afrika No.112 Kota Bandung, berlangsung acara “Ngawangkong Sareng Pak Dewan” dalam Upaya Advokasi dan Diseminasi Sinergitas Kebijakan Perlindungan Khusus Anak.
Acara Program Kemiitraan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dengan Komisi VIII DPR RI ini mengetengahkan beberapa Pembicara : Dr. Budiawati Supangat, M.A (Kepala Pusat Riset Gender dan Anak Unpad), Dr. Hj. Sri Kusumawardani, SH., M.Hum (Ketua Himpunan Wanita Karya Jawa Barat), dan Dr. Hj. Cucu Sugyati, SE., MM (Anggota DPRD Prov. Jawa Barat). Serta Dr. Tb. H. Ace Hasan Syadzily, M.Si (Wakil Ketua Komisi VIII DPR/ Fraksi Partai Golkar) sebagai Pembicara Kunci (keynote speech).
Selain itu hadir juga Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberrdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang diwakili Wendhy Wijayanto, S.H.
Kata Kang Ace, yang paling terdampak dalam masa pandemi Covid – 19 ini adalah kaum perempuan. Karena itu perempuan harus memiliki multi talenta bahkan multi peran. Sudah pasokan ekonominya mengalami keterlambatan karena banyak para suami yang terkena PHK, anak-anak pun sekolahnya harus online, mendingan itu juga kalau punya hape kalau tidak punya hape akhirnya anak-anaknya tidak bisa ikut sekolah dan hanya main-main terkungkung di rumah. Ya, akhirnya yang terjadi ibu-ibu harus memerankan peran gandanya, selain mengasuh anak dia juga harus jadi seorang guru dadakan.
Dari situlah kemudian tentu berimplikasi juga terhadap anak-anak. Nah, dalam situasi seperti itu tentu akan lahir apa yang disebut dengan persoalan domestik rumah tangga. Biasanya kecenderungan yang muncul kalau situasi domestik keluarga bermasalah, maka yang terjadi adalah kekerasan.baik itu kekerasan verbal maupun kekerasan fisik.
Dan itu kata Ace, dipastikan lagi usai rapat antara pihaknya dari Komisi VIII bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Memang data menunjukkan di masa pandemi C-19 ini banyak terjadi KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Dan kalau sudah terjadi kekerasan yang menjadi korban siapa lagi kalau bukan perempuan, terutama anak.
“KDRT itu sangat berdampak terhadap psikologi dan pertumbuhan anak. Nah, kecenderungan itu banyak terjadi di masa pandemi C-19. Anak yang biasanya pergi belajar ke sekolah dan bermain, karena ada pandemi selama dua tahun ini kegiatan sekolah tatap mukannya jadi terganggu. Akhirnya anak terkungkung di rumah, ada yang dipaksa mengerjakan tugas orang tuanya di rumah. Inilah yang kemudian menjadi tantangan buat kita,“ ujarnya.
“Pandemi melahirkan apa yang disebut potensi learning loss. Akibatnya bisa berdampak kepada potensi tumbuh kembang anak,“ imbuhnya.
Ace juga mengingatkan, ketika seseorang sudah memiliki memori kekerasan pada masa kecil, itu akan mempengaruhi perilakunya di masa dewasa. Kecenderungan munculnya kekerasan terhadap anak itu akan mempengaruhi juga terhadap dampak psikologi seseorang.
“Oleh karena itu kita harus betul-betul menghindari kekerasan terhadap anak baik kekerasan verbal maupun fisik”, kata Ace serius.
Dan di Jabar ini menurut data menyebutkan bahwa salah satu diantara kekerasan yang kerap terjadi adalah akibat Pernikahan Muda (pernikahan dini) sampai 9821 kasus selama tahun 2020. Dan pernikahan dini atau pernikahan muda ini bisa menjadi lingkaran setan.
Akibatnya kasus kawin cerai di masa pernikahan muda di Jabar sangat tinggi, itu menurut reportase media, terutama di daerah Karawang dan Kabupaten Indramayu. Hampir sebagaian besar pernikahan di masa dini akan melahirkan perceraian dini pula. Punya anak tidak terperhatikan ekonomi dan gizinya. Maka itulah yang kemudian melahirkan lingkaran kemiskinan.
Kata Ace, ini masalah yang harus diantisipasi bersama, karena itu dia menghimbau pernikahan di usia dini harus dihindari karena kalau belum siap secara psikologis pasti akan berdampak terhadap kehidupan anak (keluarga) itu sendiri, perempuan itu sendiri.
“Saya menyebut beberapa kasus misalnya media mengungkap beberapa kasus pendidikan anak: Hampir 10 juta anak, 'berisiko putus sekolah permanen' akibat pandemi Covid-19. Kemudian 30% Anak Jadi Korban KDRT Selama Sekolah Online. Nah, jadi imbas pandemi ini tentu mempengaruhi terhadap pendidikan kita dan menimbulkan kekerasan terhadap anak. Ini yang harus kita hindari,“ terangnya.
Ngawangkong Sareng Pa Dewan (Foto Asep GP) |
Secara Regulasi kata Ace, sebenarnya sudah ada UU Tentang Perlindungan Anak, yaitu Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Yang kemudian direvisi menjadi, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014. Kemudian kita pun sudah memiliki Sistem Peradilan Anak (UU Nomor 11 Tahun 2012). Karena kalau anak berhadapan dengan hukum tidak bisa diperlakukan seperti orang dewasa.
Anak-anak juga harus diperlakukan secara Non Diskriminasi, termasuk orang berbeda suku dan agamanya, anak yang baru lahir harus diperlakukan sama oleh pemerintah.
Anak-anak juga harus diberi perlakuan yang terbaik. Anak-anak itu harus diberikan hak untuk kelangsungan hidupnya dan perkembangan hidupnya.
“Nah saya belajar dari pandemi Covid-19. Kami di Komisi VIII sedang menginisiasi untuk menyusun UU Perlindungan Anak-anak Yatim Piatu. Sebab di masa pandemi Covid ini kita lihat banyak sekali orang meninggal lalu bagaimana dengan nasib anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Saya bilang kepada menteri sosial ini harus dilindungi, Negara harus hadir setidaknya memberikan pola asuh. Memastikan hak asuhnya, memastikan proses psikologisnya, dan harus jelas mana tanggung jawab pemerintah pusat, mana tanggung jawab pemerintah daerah. Ini yang kami harap bisa dibuat aturan-aturannya,“ papar Ace.
Anak-anak juga kata Ace, harus didengar pendapatnya. Seraya bertanya pada hadirin, apakah kalau memberikan sesuatu pada anak suka ditanya dulu pendapat atau keinginannya? Misalnya ketika mengecatkan kamarnya apa ditanya dulu pendapat anak, mau pakai warna apa? Seringkali kebanyakan orang tua tak menghiraukannya.
“Kalau saya Alhamdulillah suka nanya dulu pendapat anak. Misalkan seperti tempo hari ketika anak saya baru lulus dari seklolah terbaik di Indonesia (MAN Insan Cendikia) kebetulan mendapat beasiswa di universitas terbaik di Jepang. Tetapi pada saat bersamaan anak saya juga diterima di Universitas Indonesia (UI). Alhamdulillah saya bersyukur dan bahagia karena impian saya punya anak kuliah di Jepang terkabul. Tapi disisi lain anak saya justru lebih meilih kuliah di UI. Saya tanya kenapa Teteh ngambil UI? Dia bilang UI juga bagus, dosennya berkualitas dan ranking UI bagus, juga dokumentasinya bagus. Dia bilang nanti Teteh mau ke luar negerinya kalau S2 dan S3 aja. Kalau S1 Teteh mau di Indonesia aja, ingin kaya Ayah punya teman yang banyak, Ayah kan S1 nya di dalam negeri dan punya banyak temen, Teteh juga ingin punya banyak teman seperti Ayah“.
Mendengar alasan putrinya, Ace jadi terenyuh campur bangga. Tapi dia berargumen lagi dengan anaknya. Bahwa putranya ingin punya banyak teman di tanah air itu bagus, tapi yang dibutuhkan sekarang adalah kawan Internasional, menjadi warga dunia. Tapi putrinya keukeuh peuteukeuh pengkuh dengan niatnya. Akhirnya karena sudah menjadi pilihan anaknya begitu, Ace pun sebagai orang tua mengalah dan memberi restu putrinya kuliah di tanah air. Padahal sekolah di Jepang semua biayanya gratis bahkan dapat uang saku. Ya, kita harus hargai dan hormati keputusan anak.
Anak juga tidak boleh dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan politik. “Saya berharap dan selalu menegaskan di partai. Kebetulan saya Ketua DPD Partai Golkar Jabar, kegiatan-kegiatan partai gak boleh melibatkan anak. Biarkan anak-anak kita memiliki kedewasaannya sendiri untuk menentukan pilihan politiknya. Apalagi kalau anak diajak demo itu sudah ga bener,“ tegas Ace.
Kedua, Anak tidak boleh dilibatkan dalam sengketa bersenjata. Pelibatan dalam kerusuhan sosial. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan. Pelibatan dalam peperangan, dan Kejahatan Seksual.
Kewajiban Negara Terhadap Anak
Negara Berkewajiban untuk memenuhi, melindungi dan menghlormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondiksi fisik dan/atau mental.
Alhamdulillah, kata Ace, kita lihat Negara kita ini sudah sangat baik dari mulai dalam kandungan sampai meninggal Negara sudah hadir. Misalnya ketika orang (bayi) dalam kandungan Negara punya program perbaikan gizi. Di PKH (Program Keluarga Harapan) itu kan salahsatunya perbaikan gizi-nutrisi. PKH oleh pihaknya (Komisi VIII) didorong harus memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Begitu juga ketika setelah lahir pun seharusnya diperhatikan kesehatan dan pendidikannya dan itu kewajiban Negara. Pendidikan sekarang sudah relatif baik, anak sekolah di Sekolah Dasar Negeri pun gratis.
Kewajiban Orang Tua Kepada Anak: mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak ; menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya ; mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak (belum siap untuk menikah jangan dipaksa); dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
Negara Wajib Memberikan Perlindungan Khusus Anak, dalam kondisi:
- Anak dalam situasi darurat. Dalam hal ini Ace sebagai panja UU Penanggulangan Bencana memasukan pasal khusus tentang perlindungan terhadap kelompok rentan dimana di dalammnya adalah Anak. Mesti ada ruang pengungsian khusus buat anak.
- Anak yang berhadapan dengan hukum. Harus ada perbedaan dengan orang dewasa.
- Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi.
- Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/ atau secara seksual ini banyak sekali. Ace mencontohkan emak-emak meminta-minta dipinggir jalan dengan membawa anak dan ketika ditelusuri ternyata anak tersebut disewanya, bukan anaknya, supaya menarik rasa iba seseorang untuk memberikan sesuatu, uang/lainnya. Terakhir kasus Manusia Silver yang tujuannya untuk meraih simpati. “Saya bilang ke pihak kepolisian orang yang mengeksploitisirnya ditangkap aja, itu kan sama saja dengan mempekerjakan anak di bawah umur,“ ujar Doktor Ilmu Pemerintahan Fisip Unpad.
- Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
- Anak yang menjadi korban pornografi. Ada dua perusahaan besar komik Amerika, Marvel (Kapten Amerika, dsb) dan DC (Superman, Batman, dsb). Nah ada satu komik yang baru masuk ke Indonesia tapi di komiknya itu diceritakan juga tentang biseksual (AC/DC). Ace menentang komik tersebut masuk ke Indonesia. “Saya bilang tolak, ga boleh. Karena itu akan dibaca oleh anak-anak kita.”
- Anak dengan HIV/AIDS.
- Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan.
- Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis.
- Anak korban kejahatan seksual.
- Anak korban jaringan terorisme.
- Anak Penyandang Disabilitas.
- Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
- Anak dengan perilaku sosial menyimpang, dan
- Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya. Sekarang zamannya beda, dulu kekerasan kepada kita selagi anak-anak itu dianggap biasa. Waktu SD siswa tidak membersihkan kuku lalu dihukum guru itu biasa, sekarang sudah gak boleh guru memarahi anak yang malas sekolah, dia bisa ngadu ke orang tuanya dan urusannya menjadi panjang.
“Makanya Bapak dan Ibu sekalian kalau dalam keadaan emosi lebih baik jangan bicara. Kalau tidak pasti akan terjadi kekerasan. Dalam hal ini Negara wajib hadir untuk bisa memastikan bahwa perlindungan terhadap anak menjadi hal yang harus diperhatikan oleh kita semua. Dan saya kira Negara dengan segala kebijakannnya sudah cukup baik untuk memberi perlindungan terhadap anak,“ kata politikus nyantri trah Pandeglang Banten, Putra KH. Tb. A. Rafei Ali – dan Hj. Siti Sutihat, mengakhiri percakapan. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment