Thursday, May 6, 2021
Hari Senin pagi (3/5/2021) telah berlangsung peresmian Patung R. Dewi Sartika, di Taman Dewi Sartika, Balai Kota, Jalan Wastukencana Kota Bandung.
Hadir di acara yang digagas Kadamas (Korps Alumni Daya Mahasiswa Sunda) tersebut, Walikota Bandung Oded M. Danial, Sekda Kota Bandung Ema Sumarna, Pupuhu Kadamas Kang Hendi Kuncara Gurnita, SE, Prof. Keri Lestari (Ceu Keri), Ceu Moli, Kang Maman Husen, Kang Rosa, Kang Bambang Tanoeatmadja, Abah Dadang, serta dari Yayasan Awika (Ahli Waris Pahlawan Nasional Raden Dewi Sartika dan Agah Suryanata), Hj. Dinny Dewi Krisna - cucu Dewi Sartika, melengkapi 50 orang yang hadir saat itu.
Prosesi Peresmian Patung Raden Dewi Sartika oleh Kang Oded (Foto : Abah Dadang Kadamas) |
Kata Pupuhu/Ketua Kadamas Hendi Kuncara, patung, tokoh perintis pendidikan kaum wanoja terah Sunda yang pada tahun 1966 dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia ini sedianya akan diresmikan 4 Desember 2020, dimana Kadamas dan Pasundan Istri biasa memperingati hari lahir pahlawan wanoja (wanita) kalahiran Cicalengka 4 Desember 1884 ini. Tapi berhubung meningkatnya pandemi Covid -19, terpaksa ditunda.
“Nah kelihatannya sekarang pandemi relatif terkendali, ditambah ada momentum yang baik, Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei dan kebetulan Ibu Raden Dewi Sartika adalah inohong (tokoh) dalam bidang atikan (pendidikan), maka digelarlah Peresmian Patung Raden Dewi Sartika pada tanggal 3 Mei 2021,” demikikan kata Hendi Kuncara saat ditemui seusai peresmian.
Dikira Patung R.A. Kartini
Ada cerita menarik tapi ironis, kata Hendi, tentang Patung Raden Dewi Sartika ini. Tanggal 2018 ketika Hendi bersama tim panitia sedang mempersiapkan Mieling Raden Dewi Sartika yang ke – 134, tiba-tiba ada rombongan siswa sekolah yang berkunjung ke Taman Raden Dewi Sartika, sesampainya di depan patung, ibu gurunya langsung menerangkan kepada anak-anak didiknya bahwa patung tersebut adalah R.A. Kartini. Beu!
“Padahal patung yang bagus dan kokoh ini sudah berdiri tahun 90-an, tapi tidak ada petunjuk siapa tokoh tersebut,” Hendi menyayangkan.
Ya dari sanalah timbul ide untuk memberi keterangan, utamanya akan nilai-nilai ajaran Raden Dewi Sartika yang terkenal relevan di segala zaman itu. Dan hal itu dibuktikan tanggal 3 Mei 2021 kemarin, kini Konsep pengajaran Raden Dewi Sartika sudah terpampang di tugu bawah patung. Bisa dibaca dan diselami ajarannya.
Kain batik dari Pupuhu Kadamas untuk Kang Oded (Foto : Abah Dadang) |
“Kalau kita selami konsep pengajaran Raden Dewi Sartika memang luar biasa. Beliau adalah tokoh pendidikan yang betu-betul punya gagasan membangun konsep pendidikan karakter bangsa. Kalau ada para ahli yang menyebutkan bahwa sekarang kita sedang mengalami krisis karakter bangsa, contohlah konsep pengajaran Raden Dewi Sartika. Sebab konsep pengajaran beliau punya kekhususan dari sisi budaya, jadi membangun karakter itu harus berakar pada budayanya,” tegas Hendi.
Makanya, Hendi dalam pidatonya dihadapan Walikota Bandung mengusulkan supaya ada “Hari Karakter Bangsa” yang merujuk pada konsep pengajaran Raden Dewi Sartika, sebagai sentral dari konsep-konsep yang sudah ada.
“Memang kementerian pendidikan nasional sudah membuat satu notifikasi 18 karakter yang harus dikembangkan tapi itu bersifat umum, di Negara manapun sama. Tapi kalau konsep pengajaran karakter Dewi Sartika punya kekhasan dari sisi budayanya. Jadi itulah yang jadi pegangan kita,“ jelas Hendi.
Pupuhu Kadamas Hendi Kuncara Gurnita, di depan Patung Dewi Sartika (Foto : Asep GP) |
Selain itu, kata Hendi, ketika Ki Hajar Dewantara tahun 1922 (resminya tahun 1947) mendirikan Taman Siswa, ternyata 20 tahun sebelumnya istri Sunda sudah lebih dulu merintis sekolah dan pada 16 Januari 1904 berhasil mendirikan Sekolah Istri di Bandung (pada tahun 1910 berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Istri).
Selajutnya Hendi juga berpendapat, konsep-konsep pendidikan karakter yang sedang diusahakan hampir di semua lembaga dan didukung pemerintah belum berjalan secara kolektif. Karena untuk membangun karakter dibutuhkan keterlibatan semua unsur bangsa. Termasuk Korps Alumni Daya Mahasiswa Sunda (Kadamas) sebagai maasyarakat sipil bertangung jawab. “Karena membangun karakter itu bukan hanya di kelas tapi juga harus di masyarakat dan keluarga. Nah ini yang harus betul-betul dipikirkan,” pungkas alumni Damas Angkatan Caang Bulan (80) wedalan STIEP Bandung.
Hal senada dikatakan Prof. Keri Lestari yang melihat pendidikan Dewi Sartika ini lebih kepada bagaimana menjadikan karakter ini sebagai kunci kemajuan suatu bangsa dan saat di zamannya sudah berpikir global.
“Jadi kalau sekarang Kemendikbud memacu perguruan tinggi agar punya reputasi global, konsep pendidikan beliau dulu, sudah global. Konsep pengajaran Raden Dewi Sartika penuh dengan nilai-nilai luhur bangsa. Jadi tidak kalah dengan konsep pendidikan di zaman global,“ kata Guru Besar Farmasi Unpad ini sambil menyitir beberapa bait Konsep Pengajaran Dewi Sartika: ...awewe lalaki teu tinggaleun koe anoe pada palinter nadjan bangsa sedjen (perempuan dan laki-laki pada pintar tidak tertinggal oleh bangsa lain). “Jadi beliau sudah berpikir memposisikan bangsa kita setara dengan bangsa-bangsa lain dalam kancah pergaulan global,” tegasnya.
Kaum milenial pun mengagumi perjuangan Dewi Sartika yang luar biasa dan nyata (Foto : Asep GP) |
Konsep Pengajaran Raden Dewi Sartika relevan sebagai pendidikan karakter yang bisa mempersatukan bangsa Indonesia dengan karakter yang baik karena dinyatakan di dalamnya bahwa pendidikan itu dimulai sejak dini : Oepama bangsa oerang ditoengtoen-toengtoen sakoemaha mistina sakoemaha perloena, dibere pangadjaran anoe hade diwoeroekan ti boeboedak, adabna ge jadi hade, pamilihna bener, pikiranna mencrang. Anoe geus kitoe djadi pinter bageur ngaranna. Anoe pinter bageur tara nyusahkeun batoer, tara ngawiwirang batoer, hade atina manis boedina (Kalau bangsa kita dibimbing dengan baik, dididik dengan baik dari sejak dini, akan punya etika yang baik, pilihan yang baik, pikirannya pun cerdas. Kalau seperti itu namanya pintar dan benar. Orang seperti itu tidak akan menyusahkan orang lain, tidak akan menjahili orang lain, baik hatinya manis budinya).
“Ini kan sebenarnya pendidikan persatuan dan kesatuan bangsa karena menjadikan karakter untuk mempersatukan bangsa. Kalau kita bercerita kita harus bersatu, harus bergerak bersama tanpa adanya satu karakter yang baik rasanya sulit. Nah jadi sebelum menjadi satu konsep persatuan bangsa akan lebih baik kalau misalnya karakternya itu harus dibebenah dulu,” demikian papar Direktur Utama Injabar Unpad.
Wali Kota Bandung Oded M. Danial, seperti dikutip dari rmoljabar.id, usai meresmikan patung, mengatakan Dewi Sartika sebagai tokoh pendidikan dari tanah Sunda yang luar biasa ini harus terus dijadikan teladan bagi dunia pendidikan. Perjuangan Dewi Sartika memiliki nilai-nilai karakter yang kuat dalam membangun sebuah pendidikan yang berkualitas dan beliau punya gagasan, pemikiran, melawan penjajah melalui pendidikan.
Kang Oded berharap prasasti Dewi Sartika menjadi sarana edukasi dan pengenalan sejarah bangsa. Sebab di area prasasti terdapat informasi singkat tentang Konsep Pengajaran dari Dewi Sartika.
Konsep pengajaran Dewi Sartika yang relevan di segala zaman (Foto : Asep GP) |
Sosok Raden Dewi Sartika memang diakui oleh kaum milenial sebagai perempuan yang luar biasa dan lebih nyata perjuangannya untuk kaum perempuan dari R.A. Kartini, karena Dewi Sartika berhasil mendirikan sekolah untuk kaum perempuan (Kautamaan Istri). “Beliau adalah tokoh perempuan yang harus dicontoh oleh generasi perempuan berikutnya. Kaum perempuan milenial harus banyak bergerak dan berprestasi serta berani mengambil segala peran yang ada di era global seperti ini, harus seperti Ibu Dewi Sartika, “ tegas Grisela Gita, Damas Angkatan Rucita (2018), alumni Mankom Fikom Unpad.
Demikian juga bagi Deri Firman dan Dika (alumni Karawitan ISBI Bandung & Pengkajian Seni Pertunjukan –UGM), Damas Entragan/Angkatan Bengras (2013).
Deri Firman, alumni Basa Sunda UPI Bandung dan Kajian Budaya Pop FIB Unpad yang bekerja di Bandung TV ini, berharap Raden Dewi Sartika jangan hanya dijadikan simbol, tapi nilai-nilai kehidupan dan konsep pendidikannya yang masih relevan di zaman sekarang harus terus diaplikasikan. Betapa beliau mendidik orang itu bukan hanya melatih kecerdasan mentalnya tapi juga kecerdasan emosional. Bukan hanya kognitif saja tapi juga apeksi.
“Ibu Dewi Sartika yang sudah menggalakkan pendidikan karakter sedari dulu hingga masih relevan di zaman sekarang jangan hanya dikagumi tugunya, tapi tugu-tugu yang bertuliskan ajaran beliau itu harus ada di setiap kalbu orang Sunda, Bagaimana cara beliau mendidik wanoja Sunda, urang Sunda, dan warga dunia,” kata Deri, pasti. (Asep GP)***
Kadamas Gagas Peresmian Patung Raden Dewi Sartika
Posted by
Tatarjabar.com on Thursday, May 6, 2021
Hari Senin pagi (3/5/2021) telah berlangsung peresmian Patung R. Dewi Sartika, di Taman Dewi Sartika, Balai Kota, Jalan Wastukencana Kota Bandung.
Hadir di acara yang digagas Kadamas (Korps Alumni Daya Mahasiswa Sunda) tersebut, Walikota Bandung Oded M. Danial, Sekda Kota Bandung Ema Sumarna, Pupuhu Kadamas Kang Hendi Kuncara Gurnita, SE, Prof. Keri Lestari (Ceu Keri), Ceu Moli, Kang Maman Husen, Kang Rosa, Kang Bambang Tanoeatmadja, Abah Dadang, serta dari Yayasan Awika (Ahli Waris Pahlawan Nasional Raden Dewi Sartika dan Agah Suryanata), Hj. Dinny Dewi Krisna - cucu Dewi Sartika, melengkapi 50 orang yang hadir saat itu.
Prosesi Peresmian Patung Raden Dewi Sartika oleh Kang Oded (Foto : Abah Dadang Kadamas) |
Kata Pupuhu/Ketua Kadamas Hendi Kuncara, patung, tokoh perintis pendidikan kaum wanoja terah Sunda yang pada tahun 1966 dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia ini sedianya akan diresmikan 4 Desember 2020, dimana Kadamas dan Pasundan Istri biasa memperingati hari lahir pahlawan wanoja (wanita) kalahiran Cicalengka 4 Desember 1884 ini. Tapi berhubung meningkatnya pandemi Covid -19, terpaksa ditunda.
“Nah kelihatannya sekarang pandemi relatif terkendali, ditambah ada momentum yang baik, Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei dan kebetulan Ibu Raden Dewi Sartika adalah inohong (tokoh) dalam bidang atikan (pendidikan), maka digelarlah Peresmian Patung Raden Dewi Sartika pada tanggal 3 Mei 2021,” demikikan kata Hendi Kuncara saat ditemui seusai peresmian.
Dikira Patung R.A. Kartini
Ada cerita menarik tapi ironis, kata Hendi, tentang Patung Raden Dewi Sartika ini. Tanggal 2018 ketika Hendi bersama tim panitia sedang mempersiapkan Mieling Raden Dewi Sartika yang ke – 134, tiba-tiba ada rombongan siswa sekolah yang berkunjung ke Taman Raden Dewi Sartika, sesampainya di depan patung, ibu gurunya langsung menerangkan kepada anak-anak didiknya bahwa patung tersebut adalah R.A. Kartini. Beu!
“Padahal patung yang bagus dan kokoh ini sudah berdiri tahun 90-an, tapi tidak ada petunjuk siapa tokoh tersebut,” Hendi menyayangkan.
Ya dari sanalah timbul ide untuk memberi keterangan, utamanya akan nilai-nilai ajaran Raden Dewi Sartika yang terkenal relevan di segala zaman itu. Dan hal itu dibuktikan tanggal 3 Mei 2021 kemarin, kini Konsep pengajaran Raden Dewi Sartika sudah terpampang di tugu bawah patung. Bisa dibaca dan diselami ajarannya.
Kain batik dari Pupuhu Kadamas untuk Kang Oded (Foto : Abah Dadang) |
“Kalau kita selami konsep pengajaran Raden Dewi Sartika memang luar biasa. Beliau adalah tokoh pendidikan yang betu-betul punya gagasan membangun konsep pendidikan karakter bangsa. Kalau ada para ahli yang menyebutkan bahwa sekarang kita sedang mengalami krisis karakter bangsa, contohlah konsep pengajaran Raden Dewi Sartika. Sebab konsep pengajaran beliau punya kekhususan dari sisi budaya, jadi membangun karakter itu harus berakar pada budayanya,” tegas Hendi.
Makanya, Hendi dalam pidatonya dihadapan Walikota Bandung mengusulkan supaya ada “Hari Karakter Bangsa” yang merujuk pada konsep pengajaran Raden Dewi Sartika, sebagai sentral dari konsep-konsep yang sudah ada.
“Memang kementerian pendidikan nasional sudah membuat satu notifikasi 18 karakter yang harus dikembangkan tapi itu bersifat umum, di Negara manapun sama. Tapi kalau konsep pengajaran karakter Dewi Sartika punya kekhasan dari sisi budayanya. Jadi itulah yang jadi pegangan kita,“ jelas Hendi.
Pupuhu Kadamas Hendi Kuncara Gurnita, di depan Patung Dewi Sartika (Foto : Asep GP) |
Selain itu, kata Hendi, ketika Ki Hajar Dewantara tahun 1922 (resminya tahun 1947) mendirikan Taman Siswa, ternyata 20 tahun sebelumnya istri Sunda sudah lebih dulu merintis sekolah dan pada 16 Januari 1904 berhasil mendirikan Sekolah Istri di Bandung (pada tahun 1910 berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Istri).
Selajutnya Hendi juga berpendapat, konsep-konsep pendidikan karakter yang sedang diusahakan hampir di semua lembaga dan didukung pemerintah belum berjalan secara kolektif. Karena untuk membangun karakter dibutuhkan keterlibatan semua unsur bangsa. Termasuk Korps Alumni Daya Mahasiswa Sunda (Kadamas) sebagai maasyarakat sipil bertangung jawab. “Karena membangun karakter itu bukan hanya di kelas tapi juga harus di masyarakat dan keluarga. Nah ini yang harus betul-betul dipikirkan,” pungkas alumni Damas Angkatan Caang Bulan (80) wedalan STIEP Bandung.
Hal senada dikatakan Prof. Keri Lestari yang melihat pendidikan Dewi Sartika ini lebih kepada bagaimana menjadikan karakter ini sebagai kunci kemajuan suatu bangsa dan saat di zamannya sudah berpikir global.
“Jadi kalau sekarang Kemendikbud memacu perguruan tinggi agar punya reputasi global, konsep pendidikan beliau dulu, sudah global. Konsep pengajaran Raden Dewi Sartika penuh dengan nilai-nilai luhur bangsa. Jadi tidak kalah dengan konsep pendidikan di zaman global,“ kata Guru Besar Farmasi Unpad ini sambil menyitir beberapa bait Konsep Pengajaran Dewi Sartika: ...awewe lalaki teu tinggaleun koe anoe pada palinter nadjan bangsa sedjen (perempuan dan laki-laki pada pintar tidak tertinggal oleh bangsa lain). “Jadi beliau sudah berpikir memposisikan bangsa kita setara dengan bangsa-bangsa lain dalam kancah pergaulan global,” tegasnya.
Kaum milenial pun mengagumi perjuangan Dewi Sartika yang luar biasa dan nyata (Foto : Asep GP) |
Konsep Pengajaran Raden Dewi Sartika relevan sebagai pendidikan karakter yang bisa mempersatukan bangsa Indonesia dengan karakter yang baik karena dinyatakan di dalamnya bahwa pendidikan itu dimulai sejak dini : Oepama bangsa oerang ditoengtoen-toengtoen sakoemaha mistina sakoemaha perloena, dibere pangadjaran anoe hade diwoeroekan ti boeboedak, adabna ge jadi hade, pamilihna bener, pikiranna mencrang. Anoe geus kitoe djadi pinter bageur ngaranna. Anoe pinter bageur tara nyusahkeun batoer, tara ngawiwirang batoer, hade atina manis boedina (Kalau bangsa kita dibimbing dengan baik, dididik dengan baik dari sejak dini, akan punya etika yang baik, pilihan yang baik, pikirannya pun cerdas. Kalau seperti itu namanya pintar dan benar. Orang seperti itu tidak akan menyusahkan orang lain, tidak akan menjahili orang lain, baik hatinya manis budinya).
“Ini kan sebenarnya pendidikan persatuan dan kesatuan bangsa karena menjadikan karakter untuk mempersatukan bangsa. Kalau kita bercerita kita harus bersatu, harus bergerak bersama tanpa adanya satu karakter yang baik rasanya sulit. Nah jadi sebelum menjadi satu konsep persatuan bangsa akan lebih baik kalau misalnya karakternya itu harus dibebenah dulu,” demikian papar Direktur Utama Injabar Unpad.
Wali Kota Bandung Oded M. Danial, seperti dikutip dari rmoljabar.id, usai meresmikan patung, mengatakan Dewi Sartika sebagai tokoh pendidikan dari tanah Sunda yang luar biasa ini harus terus dijadikan teladan bagi dunia pendidikan. Perjuangan Dewi Sartika memiliki nilai-nilai karakter yang kuat dalam membangun sebuah pendidikan yang berkualitas dan beliau punya gagasan, pemikiran, melawan penjajah melalui pendidikan.
Kang Oded berharap prasasti Dewi Sartika menjadi sarana edukasi dan pengenalan sejarah bangsa. Sebab di area prasasti terdapat informasi singkat tentang Konsep Pengajaran dari Dewi Sartika.
Konsep pengajaran Dewi Sartika yang relevan di segala zaman (Foto : Asep GP) |
Sosok Raden Dewi Sartika memang diakui oleh kaum milenial sebagai perempuan yang luar biasa dan lebih nyata perjuangannya untuk kaum perempuan dari R.A. Kartini, karena Dewi Sartika berhasil mendirikan sekolah untuk kaum perempuan (Kautamaan Istri). “Beliau adalah tokoh perempuan yang harus dicontoh oleh generasi perempuan berikutnya. Kaum perempuan milenial harus banyak bergerak dan berprestasi serta berani mengambil segala peran yang ada di era global seperti ini, harus seperti Ibu Dewi Sartika, “ tegas Grisela Gita, Damas Angkatan Rucita (2018), alumni Mankom Fikom Unpad.
Demikian juga bagi Deri Firman dan Dika (alumni Karawitan ISBI Bandung & Pengkajian Seni Pertunjukan –UGM), Damas Entragan/Angkatan Bengras (2013).
Deri Firman, alumni Basa Sunda UPI Bandung dan Kajian Budaya Pop FIB Unpad yang bekerja di Bandung TV ini, berharap Raden Dewi Sartika jangan hanya dijadikan simbol, tapi nilai-nilai kehidupan dan konsep pendidikannya yang masih relevan di zaman sekarang harus terus diaplikasikan. Betapa beliau mendidik orang itu bukan hanya melatih kecerdasan mentalnya tapi juga kecerdasan emosional. Bukan hanya kognitif saja tapi juga apeksi.
“Ibu Dewi Sartika yang sudah menggalakkan pendidikan karakter sedari dulu hingga masih relevan di zaman sekarang jangan hanya dikagumi tugunya, tapi tugu-tugu yang bertuliskan ajaran beliau itu harus ada di setiap kalbu orang Sunda, Bagaimana cara beliau mendidik wanoja Sunda, urang Sunda, dan warga dunia,” kata Deri, pasti. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment