Monday, September 21, 2020
Atalia Kamil Sedang memberikan kuliah umum kepada Mahasiswa Baru UTama |
Hal tersebut ditegaskan Rektor Universitas Widyatama (UTama) Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si, di Sidang Terbuka Senat Guru Besar dalam acara Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2020/2021, yang berlangsung hari Sabtu (19/9/2020) di Gedung Serba Guna UTama Jalan Cikutra 204 A Kota Bandung.
Ada 3700 pendaftar dan hanya diterima 2300 mahasiswa baru D3, D4, S1 dan S2. Mereka diterima di 5 fakultas, Ekonomi Bisnis, Fakultas Desain Komunikasi Visual, Fakultas Bahasa, Fakultas Teknik, Sekolah Pasca Sarjana. 21 Program studi (jurusan) termasuk prodi baru, Perdagangan Internasional, Perpustakaan dan Sains serta Film dan Televisi.
Atalia Praratya, istri Gubernur Jabar yang akrab disapa Teh Cinta, mulai tahun 2020 ini menjadi dosen tetap DKV mata kuliah Komunikasi dan public speaking di prodi film dan TV.
Bagi Atalia memang bukan pertama kalinya memberi kuliah umum di hadapan para Mahasiswa UTama. Tahun lalu (30/8/2019), kandidat Doktor Komunikasi Unpad kelahiran 20 November 1973 ini pun memberikan kuliah umum Anti Hoax di tempat yang sama.
Sidang Terbuka Senat Guru Besar UTama dalam Penerimaan Mahasiswa Baru 2020/2021 |
Kali ini tema yang dibahasnya adalah “Komunikasi Efektif Yang Harus Dilakukan Oleh Kaum Milenial Di masa Pandemi Covid-19”.
Atalia mengingatkan bahwa Komunikasi itu penting. Banyak yang menganggap komunikasi tidak usah dipelajari karena merasa sedari kecil sudah diajarkan ibu/ortu. Padahal kalau tidak diasah, tidak tahu ilmunya bisa miskomunikasi (salah paham).
Dia mencontohkan bagaimana ratusan ribu penduduk dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki hancur – lebur dan yang hidup mengalami penderitaan yang panjang jadi korban Bom Atom Amerika pada Perang Dunia II akibat miskomunikasi (Ketika Jepang diminta sekutu/Amerika untuk menyerah pihak Jepang menjawab mokosatsu (tidak memberi komentar sampai keputusan diambil) tapi celakanya kata mokosatsu tersebut oleh Kantor Berita Domei diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi “ignore” yang berarti tidak peduli, red).
Begitu pun kerusuhan di Wamena 2019 (Papua). Hanya karena murid sebuah sekolah di sana ditegur gurunya jangan berbicara keras, tapi si murid salah dengar kata keras tersebut diartikan “kera”. Lalu si murid mengadu pada orang tuanya dan menjadi isu SARA dan meletus jadi keusuhan yang memakan korban jiwa dan harta dan menjadikan pendatang ketakutan dan hidup sengsara dalam pengungsian.
Kata-kata seorang mahasiswa ketika menjawab penguji pada sidang yang mengucapkan “Terima kasih kata - bapak bagus sekali, “ itu bagus kalau diucapkan dalam situasi informal tapi dalam situasi formal itu tidak sopan, tidak menghargai penguji.
Jadi menurut Atalia, intinya komunikasi diperlukan semua pihak, pengacara, dosen, guru, termasuk kita semua untuk meyakinkan orang lain, calon mertua, menggolkan proyek, melamar kerja, bahkan menentukan makan siang, dsb.
Dan Komunikasi efektif ini ditandai dengan adanya pengertian yang dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi kita meningkatkan hubungan sosial yang baik yang pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan dikala orang lain menghendaki kehendak kita atau sepakat dengan kita
Apalagi di masa pandemi Covid -19, komunikasi yang efektif ini sangat diperlukan untuk mengatasi kesenjangan informasi.
Peran generasi milenial di masa pandemi, dengan dimulai dari diri sendiri seperti pembelajaran jarak jauh, menjaga jarak ketika berkomunikasi atau sedang berkumpul dengan teman, atau mencuci tangan pakai sabun/hand sanitizer (cairan pembersih tangan) setelah beraktivitas, memakai masker, itu adalah komunikasi keteladanan yang bisa dicontoh orang lain.
Pembuatan konten-konten mendramatisir Covid-19 yang membuat stress khalayak banyak juga perlu dihentikan, tapi buatlah sesuatu yang kreatif kalaupun memunculkan tentang berita pandemi Covid-19. “Buatlah dalam bentuk kekinian ditambah joke-joke yang menghibur. Itulah yang paling keren. Apalagi kalau kita bisa ikut turun tangan menggalang dana untuk masyarakat, itu bisa membantu bagi penanganan Covid di Jabar, ” tegas Atalia sambil memuji Prof. Obi yang tidak lagi menerapkan tesis atau skripsi kepada para mahasiswanya sebagai tugas akhir, tapi dengan menulis jurnal dan itu pun memerlukan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa yang tinggi.
Atalia juga gembira karena di tengah pandemi ini para mahasiswa dan pelajar SMK yang kreatif telah menghasilkan karya berupa tempat cuci tangan, hand sanitizer, dsb.
“Mari berkontribusi dengan pengetahuan skill komunikasi di bidang apa pun, karena masing-masing kita adalah komunikator,” pungkas alumni PAAP - Fakultas Ekonomi Unpad dan Fisip Hubungan Internasional Unpar serta Magister Ilmu Komunikasi Unpas, sambil berpantun. “Malam minggu makan makanan spesial - jajannya sama Ceu Kokom- Hey para generasi milenial – Yu asah skill komunikasi agar tidak miskom”, cakep..cakep disambut riuh mahasiswa.
***
Sementara itu Rektor UTama Prof. Obi dalam sambutannya kembali mengatakan bahwa universitas yang dipimpinnya menduduki peringkat ke -57 tingkat Nasional dan sebanyak 48 perusahaan skala nasional telah kerjasama dan siap menampung sarjana lulusan UTama.
Obi juga akan membekali sertfikat profesi dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia, demi meningkatkan kompetensi 18 Prodi di UTama
Mahasiwa UTama akan dibekali perangkat dan berbagai kelebihan lainnya agar setelah lulus mampu berkompetisi di dunia kerja. Apalagi persaingan di dunia kerja tidak hanya terjadi di dalam negeri, namun di luar negeri secara global.
Sedangkan untuk menyiasati kondisi pembelajaran dunia pendidikan yang terdampak pandemi Covid-19, Obi mengaku pihaknya memiliki langkah-langkah jitu dan lebih maju dalam menyesuaikan pembelajaran online di UTama.
Sebagai contoh, sebelum pandemi, 40% mata kuliah di UTama sudah dilakukan secara online, dan saat pandemi UTama menerapkan kuliah dua hari dalam seminggu secara online.
Mahasiswanya pun ditargetkan lulus lebih cepat, untuk program S1 (Sarjana) dalam waktu 3,5 tahun dan mahasiswa Pasca sarjana 1,5 tahun.
“Mahasiswa S1 dan Pasca Sarjana boleh memilih tidak membuat Skripsi atau Tesis namun cukup membuat Jurnal Internasional. Dan untuk memudahkan pembuatan Jurnal Internasional, UTama memiliki koneksi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak di Eropa dan Amerika, “ kata Obi pasti. (Asep GP)***
Dan Teh Cinta Pun Jadi Dosen UTama
Posted by
Tatarjabar.com on Monday, September 21, 2020
Atalia Kamil Sedang memberikan kuliah umum kepada Mahasiswa Baru UTama |
Hal tersebut ditegaskan Rektor Universitas Widyatama (UTama) Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si, di Sidang Terbuka Senat Guru Besar dalam acara Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2020/2021, yang berlangsung hari Sabtu (19/9/2020) di Gedung Serba Guna UTama Jalan Cikutra 204 A Kota Bandung.
Ada 3700 pendaftar dan hanya diterima 2300 mahasiswa baru D3, D4, S1 dan S2. Mereka diterima di 5 fakultas, Ekonomi Bisnis, Fakultas Desain Komunikasi Visual, Fakultas Bahasa, Fakultas Teknik, Sekolah Pasca Sarjana. 21 Program studi (jurusan) termasuk prodi baru, Perdagangan Internasional, Perpustakaan dan Sains serta Film dan Televisi.
Atalia Praratya, istri Gubernur Jabar yang akrab disapa Teh Cinta, mulai tahun 2020 ini menjadi dosen tetap DKV mata kuliah Komunikasi dan public speaking di prodi film dan TV.
Bagi Atalia memang bukan pertama kalinya memberi kuliah umum di hadapan para Mahasiswa UTama. Tahun lalu (30/8/2019), kandidat Doktor Komunikasi Unpad kelahiran 20 November 1973 ini pun memberikan kuliah umum Anti Hoax di tempat yang sama.
Sidang Terbuka Senat Guru Besar UTama dalam Penerimaan Mahasiswa Baru 2020/2021 |
Kali ini tema yang dibahasnya adalah “Komunikasi Efektif Yang Harus Dilakukan Oleh Kaum Milenial Di masa Pandemi Covid-19”.
Atalia mengingatkan bahwa Komunikasi itu penting. Banyak yang menganggap komunikasi tidak usah dipelajari karena merasa sedari kecil sudah diajarkan ibu/ortu. Padahal kalau tidak diasah, tidak tahu ilmunya bisa miskomunikasi (salah paham).
Dia mencontohkan bagaimana ratusan ribu penduduk dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki hancur – lebur dan yang hidup mengalami penderitaan yang panjang jadi korban Bom Atom Amerika pada Perang Dunia II akibat miskomunikasi (Ketika Jepang diminta sekutu/Amerika untuk menyerah pihak Jepang menjawab mokosatsu (tidak memberi komentar sampai keputusan diambil) tapi celakanya kata mokosatsu tersebut oleh Kantor Berita Domei diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi “ignore” yang berarti tidak peduli, red).
Begitu pun kerusuhan di Wamena 2019 (Papua). Hanya karena murid sebuah sekolah di sana ditegur gurunya jangan berbicara keras, tapi si murid salah dengar kata keras tersebut diartikan “kera”. Lalu si murid mengadu pada orang tuanya dan menjadi isu SARA dan meletus jadi keusuhan yang memakan korban jiwa dan harta dan menjadikan pendatang ketakutan dan hidup sengsara dalam pengungsian.
Kata-kata seorang mahasiswa ketika menjawab penguji pada sidang yang mengucapkan “Terima kasih kata - bapak bagus sekali, “ itu bagus kalau diucapkan dalam situasi informal tapi dalam situasi formal itu tidak sopan, tidak menghargai penguji.
Jadi menurut Atalia, intinya komunikasi diperlukan semua pihak, pengacara, dosen, guru, termasuk kita semua untuk meyakinkan orang lain, calon mertua, menggolkan proyek, melamar kerja, bahkan menentukan makan siang, dsb.
Dan Komunikasi efektif ini ditandai dengan adanya pengertian yang dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi kita meningkatkan hubungan sosial yang baik yang pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan dikala orang lain menghendaki kehendak kita atau sepakat dengan kita
Apalagi di masa pandemi Covid -19, komunikasi yang efektif ini sangat diperlukan untuk mengatasi kesenjangan informasi.
Peran generasi milenial di masa pandemi, dengan dimulai dari diri sendiri seperti pembelajaran jarak jauh, menjaga jarak ketika berkomunikasi atau sedang berkumpul dengan teman, atau mencuci tangan pakai sabun/hand sanitizer (cairan pembersih tangan) setelah beraktivitas, memakai masker, itu adalah komunikasi keteladanan yang bisa dicontoh orang lain.
Pembuatan konten-konten mendramatisir Covid-19 yang membuat stress khalayak banyak juga perlu dihentikan, tapi buatlah sesuatu yang kreatif kalaupun memunculkan tentang berita pandemi Covid-19. “Buatlah dalam bentuk kekinian ditambah joke-joke yang menghibur. Itulah yang paling keren. Apalagi kalau kita bisa ikut turun tangan menggalang dana untuk masyarakat, itu bisa membantu bagi penanganan Covid di Jabar, ” tegas Atalia sambil memuji Prof. Obi yang tidak lagi menerapkan tesis atau skripsi kepada para mahasiswanya sebagai tugas akhir, tapi dengan menulis jurnal dan itu pun memerlukan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa yang tinggi.
Atalia juga gembira karena di tengah pandemi ini para mahasiswa dan pelajar SMK yang kreatif telah menghasilkan karya berupa tempat cuci tangan, hand sanitizer, dsb.
“Mari berkontribusi dengan pengetahuan skill komunikasi di bidang apa pun, karena masing-masing kita adalah komunikator,” pungkas alumni PAAP - Fakultas Ekonomi Unpad dan Fisip Hubungan Internasional Unpar serta Magister Ilmu Komunikasi Unpas, sambil berpantun. “Malam minggu makan makanan spesial - jajannya sama Ceu Kokom- Hey para generasi milenial – Yu asah skill komunikasi agar tidak miskom”, cakep..cakep disambut riuh mahasiswa.
***
Sementara itu Rektor UTama Prof. Obi dalam sambutannya kembali mengatakan bahwa universitas yang dipimpinnya menduduki peringkat ke -57 tingkat Nasional dan sebanyak 48 perusahaan skala nasional telah kerjasama dan siap menampung sarjana lulusan UTama.
Obi juga akan membekali sertfikat profesi dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia, demi meningkatkan kompetensi 18 Prodi di UTama
Mahasiwa UTama akan dibekali perangkat dan berbagai kelebihan lainnya agar setelah lulus mampu berkompetisi di dunia kerja. Apalagi persaingan di dunia kerja tidak hanya terjadi di dalam negeri, namun di luar negeri secara global.
Sedangkan untuk menyiasati kondisi pembelajaran dunia pendidikan yang terdampak pandemi Covid-19, Obi mengaku pihaknya memiliki langkah-langkah jitu dan lebih maju dalam menyesuaikan pembelajaran online di UTama.
Sebagai contoh, sebelum pandemi, 40% mata kuliah di UTama sudah dilakukan secara online, dan saat pandemi UTama menerapkan kuliah dua hari dalam seminggu secara online.
Mahasiswanya pun ditargetkan lulus lebih cepat, untuk program S1 (Sarjana) dalam waktu 3,5 tahun dan mahasiswa Pasca sarjana 1,5 tahun.
“Mahasiswa S1 dan Pasca Sarjana boleh memilih tidak membuat Skripsi atau Tesis namun cukup membuat Jurnal Internasional. Dan untuk memudahkan pembuatan Jurnal Internasional, UTama memiliki koneksi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak di Eropa dan Amerika, “ kata Obi pasti. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment