Home
» Seni Budaya
» Opera Legenda Sunda “Ludira Kasmaran” Cara ISBI Bandung Kenalkan Legenda Sunda Kepada Kaum Milenial
Thursday, January 30, 2020
Sangkuring beserta para pengiring pindah ke
jaman now
|
Menonton pergelaran opera legenda Sunda yang sudah kita hapal jalan ceritanya dalam buku-buku bacaan di SD memang membosankan. Ceritanya pasti itu-itu saja.
Tapi di tangan Lili Suparli (penulis naskah) dan Retno Dwimarwati (sutradara) opera Legenda Sunda Ludira Kasmaran, yang menceritakan Sangkuriang Kabeurangan membuat perahu semalam sebagai syarat pernikahan dari Dayang Sumbi yang ternyata ibu kandungnya sendiri ini (Sakakala Gunung Tangkuban Parahu) menjadi tontonan menarik dan tidak membosankan, bisa dinikmati berbagai generasi.
Lihat saja ketika Jakasona (Sangkuriang, yang diperankan Chandra Zumara) dalam pengembaraannya (diusir ibunya setelah membunuh Anjing Si Tumang yang ternyata bapaknya sendiri), bertapa lalu memperoleh kesaktian dan mendapat teman bangsa lelembut, kostum dan penampilan Sangkuring berubah seperti pemuda zaman now, memakai jaket kulit, demikian juga dua temannya dari bangsa Siluman, yang diperankan Edi Mulyana dan Tarjo Sudarsono, demikian juga dengan Dayang Sumbi (diperankan Anzar Mustikowati). Disini latar tempat bihari ditarik ke alam kiwari tapi justru inilah yang membuat suasana jadi segar dan tidak membosankan, karena di dalamnya ada bodoran-bodoran segar sambil sesekali menyelipkan keadaan sosial politik dalam negeri, seperti korupsi dan Sunda Empire yang menghebohkan itu, dengan dibumbui tarian tiktok yang lagi ngetren bagi kaum milenial, dansa-dansi, gerak gestur lucu, mengundang gelak tawa penonton yang memenuhi gedung pertunjukan. Demikian juga dengan musik pengiring dari tembang, kacapi suling, degung, berubah jadi musik zaman now, bersahut-sahutan organ dan terompet serta alat musik modern lainnya, terdengar berjalan beriringan sebagai perpaduan yang rapih.
Sangkuriang bertapa digoda para lelembut |
Dayang Sumbi dan Si Tumang |
Mengapa naskah dibuat seperti itu? “Saya ingin ada dua pemahaman, dua generasi yang menonton itu bisa terpenuhi ekspetasinya misalnya generasi tua bisa bernosatalgia, karena itu kami sajikan degung sebagai musik pengiringnya dan dialog bahasa Sunda dan sebagainya, dan di tengah cerita paket ini sengaja para tokohnya dijadikan kaum milenial dengan merubah kostum dan musik pengiringnya lagu-lagu pop dan sebagainya. Itu hanya untuk memancing perhatian kaum milenial tapi dengan alur cerita yang tetap saya patuhi”, demikian kata Dr. Lili Suparli, M.Sn, Sang Penulis Naskah.
Kang Lili menyiapkan opera Sunda ini satu setengah bulan. Lumayan repot juga katanya, terutama memadukan dua konsep untuk dua generasi tersebut, seperti gestur, dialog dan memadukan kolaborasi musik itu cukup berat.
Sangkuriang bercumbu dengan Dayang Sumbi |
Opera Legenda Sunda “Ludira Kasmaran” ini baru pertama kalinya dipergelarkan. Tapi kalau ada sponsor akan roadshow ke seluruh Jawa Barat katanya. Dan karya seperti ini tidak banyak yang dia buat, karena latar belakang Lili di dunia seni dari Karawitan bukan teater. Hanya kebetulan ketika menjadi mahasiswa, Ketua Prodi Karawitan yang juga menjadi dosen pengajar berbagai alat kesenian (waditra) Sunda di ISBI Bandung ini sering membuat naskah- naskah drama. Llili pernah membuat komedi Mahabrata dalam bentuk gending karesmen juga di akhir tahun 2018, mempergelarkan Opera Ramayana dan program tahun ini Opera Legenda Sunda.
Tentu saja pertunjukan kesenian Sunda semacam ini mendapat sambutan baik dan dukungan dari petinggi ISBI, rektor ISBI Dr. Hj. Een Herdiani, S.Sen., M.Hum, dan Prof. Arthur S. Nalan pun hadir di hari pertama pertama pertunjukan. Pertunjukan Ludira Kasmaran memang digelar dua hari (28-29/1/2020), di Gedung Kesenian Sunan Ambu ISBI Bandung Jalan Buahbatu No. 212 Kota Bandung.
Lili Supari (tengah) digandeng Retno Dwimarwati dan Dayang Sumbi |
Ini adalah upaya inovasi-inovasi menggunakan naskah cerita legenda yang dikemas dan disesuaikan dengan kehidupan manusia kekinian. “Saya sangat berharap para kreator lebih banyak mengeksplor cerita-cerita lokal yang bisa dikemas dalam masa kekinian, sehingga budaya Sunda bisa tetap lestari dari generasi ke generasi”, demikian kata Rektor ISBI Bandung.
Sementara Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISBI Bandung, Dr. Lilis Sumiati, S.Sen., M. Sn, mengatakan, Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ISBI Bandung berkomitmen untuk karya kolaborasi yang melibatkan seluruh prodi (jurusan) di lingkungan FSP dengan mengangkat beragam cerita
Lakon “Ludira Kasmaran” yang mengangkat legenda Sangkuriang dari tanah Priangan, merupakan sebuah tafsir tentang hubungan ibu dan anak melalui peristiwa inses (pernikahan sedarah) yang dilarang keras dalam agama juga budaya Sunda. Peristiwa tersebut menawarkan konflik pelik guna menghindari hubungan sedarah antara ibu (Dayang Sumbi) dan dengan Sangkuriang, anak laki-lakinya.
“Legenda ini memuat makna yang sangat dalam pada ranah etnopedagogig budaya Sunda melalui inses, pendidikan karakter, serta etika yang dikemas dalam bentuk drama. Hal ini sebagi mana tertuang dalam motto FSP, minton, nungtun, santun”, demikian pungkasnya sambil tak lupa berterima kasih pada seluruh panitia, pendukung dan tim produksi, juga pada pimpinan ISBI yang mendukung untuk terus berprestasi
***
Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) adalah salah satu fakultas di ISBI Bandung yang menyelenggarakan pendidikan di bidang seni pertunjukan meliputi: Jurusan/Prodi Tari, Karawitan, Teater, dan Jurusan Angklung dan Musik Bambu.
Untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas dosen-dosen di FSP, setiap tahun digelar salah satu karya yang di dalamnya terdapat unsur-unsur tari, karawitan dan teater. Selain sebagai ajang olah kreatif para dosen FSP, pergelaran ini bertujuan pula untuk publikasi tentang konsep-konsep alternatif dalam mengolah seni pertunjukan kepada masyarakat luas. Dengan harapan kegiatan ini dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi ISBI Bandung, sebagai satu-satunya Perguruan Tinggi Seni yang ada di Jawa Barat.
Pada tahun 2020 ini, Fakultas Seni Pertunjukan menggelar salah satu karya yang berorientasi dari legenda rakyat Pasundan, Tangkuban Parahu, yang dibingkai dalam bentuk Opera Legenda Sunda berjudul “Ludira Kasmaran”. Bentuk opera dalam karya ini tidak dipahami sebagai “drama musikal” semata, melainkan dimaknai sebagai perpaduan bentuk drama yang terdapat dalam kekayaan seni tradisi Sunda, yaitu drama tari, drama musikal, dan drama teater konvensional. Konsep seperti itu pada dasarnya merupakan konsep yang terdapat dalam teater tradisional, yang selalu menyertakan unsur dialog verbal, unsur tari, dan unsur musikal (nyanyian).
Untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas dosen-dosen di FSP, setiap tahun digelar salah satu karya yang di dalamnya terdapat unsur-unsur tari, karawitan dan teater. Selain sebagai ajang olah kreatif para dosen FSP, pergelaran ini bertujuan pula untuk publikasi tentang konsep-konsep alternatif dalam mengolah seni pertunjukan kepada masyarakat luas. Dengan harapan kegiatan ini dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi ISBI Bandung, sebagai satu-satunya Perguruan Tinggi Seni yang ada di Jawa Barat.
Pada tahun 2020 ini, Fakultas Seni Pertunjukan menggelar salah satu karya yang berorientasi dari legenda rakyat Pasundan, Tangkuban Parahu, yang dibingkai dalam bentuk Opera Legenda Sunda berjudul “Ludira Kasmaran”. Bentuk opera dalam karya ini tidak dipahami sebagai “drama musikal” semata, melainkan dimaknai sebagai perpaduan bentuk drama yang terdapat dalam kekayaan seni tradisi Sunda, yaitu drama tari, drama musikal, dan drama teater konvensional. Konsep seperti itu pada dasarnya merupakan konsep yang terdapat dalam teater tradisional, yang selalu menyertakan unsur dialog verbal, unsur tari, dan unsur musikal (nyanyian).
Walaupun konsep dasarnya berorientasi kepada teater tradisi, Opera Legenda Sunda dikemas dengan pemikiran-pemikiran kreatif kekinian, sehingga karya ini diharapkan menjadi alternatif bentuk pertunjukan teater tradisional, yang dapa menambah kekayaan khasanah seni pertunjukan. (Asep GP)***
Opera Legenda Sunda “Ludira Kasmaran” Cara ISBI Bandung Kenalkan Legenda Sunda Kepada Kaum Milenial
Posted by
Tatarjabar.com on Thursday, January 30, 2020
Sangkuring beserta para pengiring pindah ke
jaman now
|
Menonton pergelaran opera legenda Sunda yang sudah kita hapal jalan ceritanya dalam buku-buku bacaan di SD memang membosankan. Ceritanya pasti itu-itu saja.
Tapi di tangan Lili Suparli (penulis naskah) dan Retno Dwimarwati (sutradara) opera Legenda Sunda Ludira Kasmaran, yang menceritakan Sangkuriang Kabeurangan membuat perahu semalam sebagai syarat pernikahan dari Dayang Sumbi yang ternyata ibu kandungnya sendiri ini (Sakakala Gunung Tangkuban Parahu) menjadi tontonan menarik dan tidak membosankan, bisa dinikmati berbagai generasi.
Lihat saja ketika Jakasona (Sangkuriang, yang diperankan Chandra Zumara) dalam pengembaraannya (diusir ibunya setelah membunuh Anjing Si Tumang yang ternyata bapaknya sendiri), bertapa lalu memperoleh kesaktian dan mendapat teman bangsa lelembut, kostum dan penampilan Sangkuring berubah seperti pemuda zaman now, memakai jaket kulit, demikian juga dua temannya dari bangsa Siluman, yang diperankan Edi Mulyana dan Tarjo Sudarsono, demikian juga dengan Dayang Sumbi (diperankan Anzar Mustikowati). Disini latar tempat bihari ditarik ke alam kiwari tapi justru inilah yang membuat suasana jadi segar dan tidak membosankan, karena di dalamnya ada bodoran-bodoran segar sambil sesekali menyelipkan keadaan sosial politik dalam negeri, seperti korupsi dan Sunda Empire yang menghebohkan itu, dengan dibumbui tarian tiktok yang lagi ngetren bagi kaum milenial, dansa-dansi, gerak gestur lucu, mengundang gelak tawa penonton yang memenuhi gedung pertunjukan. Demikian juga dengan musik pengiring dari tembang, kacapi suling, degung, berubah jadi musik zaman now, bersahut-sahutan organ dan terompet serta alat musik modern lainnya, terdengar berjalan beriringan sebagai perpaduan yang rapih.
Sangkuriang bertapa digoda para lelembut |
Dayang Sumbi dan Si Tumang |
Mengapa naskah dibuat seperti itu? “Saya ingin ada dua pemahaman, dua generasi yang menonton itu bisa terpenuhi ekspetasinya misalnya generasi tua bisa bernosatalgia, karena itu kami sajikan degung sebagai musik pengiringnya dan dialog bahasa Sunda dan sebagainya, dan di tengah cerita paket ini sengaja para tokohnya dijadikan kaum milenial dengan merubah kostum dan musik pengiringnya lagu-lagu pop dan sebagainya. Itu hanya untuk memancing perhatian kaum milenial tapi dengan alur cerita yang tetap saya patuhi”, demikian kata Dr. Lili Suparli, M.Sn, Sang Penulis Naskah.
Kang Lili menyiapkan opera Sunda ini satu setengah bulan. Lumayan repot juga katanya, terutama memadukan dua konsep untuk dua generasi tersebut, seperti gestur, dialog dan memadukan kolaborasi musik itu cukup berat.
Sangkuriang bercumbu dengan Dayang Sumbi |
Opera Legenda Sunda “Ludira Kasmaran” ini baru pertama kalinya dipergelarkan. Tapi kalau ada sponsor akan roadshow ke seluruh Jawa Barat katanya. Dan karya seperti ini tidak banyak yang dia buat, karena latar belakang Lili di dunia seni dari Karawitan bukan teater. Hanya kebetulan ketika menjadi mahasiswa, Ketua Prodi Karawitan yang juga menjadi dosen pengajar berbagai alat kesenian (waditra) Sunda di ISBI Bandung ini sering membuat naskah- naskah drama. Llili pernah membuat komedi Mahabrata dalam bentuk gending karesmen juga di akhir tahun 2018, mempergelarkan Opera Ramayana dan program tahun ini Opera Legenda Sunda.
Tentu saja pertunjukan kesenian Sunda semacam ini mendapat sambutan baik dan dukungan dari petinggi ISBI, rektor ISBI Dr. Hj. Een Herdiani, S.Sen., M.Hum, dan Prof. Arthur S. Nalan pun hadir di hari pertama pertama pertunjukan. Pertunjukan Ludira Kasmaran memang digelar dua hari (28-29/1/2020), di Gedung Kesenian Sunan Ambu ISBI Bandung Jalan Buahbatu No. 212 Kota Bandung.
Lili Supari (tengah) digandeng Retno Dwimarwati dan Dayang Sumbi |
Ini adalah upaya inovasi-inovasi menggunakan naskah cerita legenda yang dikemas dan disesuaikan dengan kehidupan manusia kekinian. “Saya sangat berharap para kreator lebih banyak mengeksplor cerita-cerita lokal yang bisa dikemas dalam masa kekinian, sehingga budaya Sunda bisa tetap lestari dari generasi ke generasi”, demikian kata Rektor ISBI Bandung.
Sementara Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISBI Bandung, Dr. Lilis Sumiati, S.Sen., M. Sn, mengatakan, Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ISBI Bandung berkomitmen untuk karya kolaborasi yang melibatkan seluruh prodi (jurusan) di lingkungan FSP dengan mengangkat beragam cerita
Lakon “Ludira Kasmaran” yang mengangkat legenda Sangkuriang dari tanah Priangan, merupakan sebuah tafsir tentang hubungan ibu dan anak melalui peristiwa inses (pernikahan sedarah) yang dilarang keras dalam agama juga budaya Sunda. Peristiwa tersebut menawarkan konflik pelik guna menghindari hubungan sedarah antara ibu (Dayang Sumbi) dan dengan Sangkuriang, anak laki-lakinya.
“Legenda ini memuat makna yang sangat dalam pada ranah etnopedagogig budaya Sunda melalui inses, pendidikan karakter, serta etika yang dikemas dalam bentuk drama. Hal ini sebagi mana tertuang dalam motto FSP, minton, nungtun, santun”, demikian pungkasnya sambil tak lupa berterima kasih pada seluruh panitia, pendukung dan tim produksi, juga pada pimpinan ISBI yang mendukung untuk terus berprestasi
***
Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) adalah salah satu fakultas di ISBI Bandung yang menyelenggarakan pendidikan di bidang seni pertunjukan meliputi: Jurusan/Prodi Tari, Karawitan, Teater, dan Jurusan Angklung dan Musik Bambu.
Untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas dosen-dosen di FSP, setiap tahun digelar salah satu karya yang di dalamnya terdapat unsur-unsur tari, karawitan dan teater. Selain sebagai ajang olah kreatif para dosen FSP, pergelaran ini bertujuan pula untuk publikasi tentang konsep-konsep alternatif dalam mengolah seni pertunjukan kepada masyarakat luas. Dengan harapan kegiatan ini dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi ISBI Bandung, sebagai satu-satunya Perguruan Tinggi Seni yang ada di Jawa Barat.
Pada tahun 2020 ini, Fakultas Seni Pertunjukan menggelar salah satu karya yang berorientasi dari legenda rakyat Pasundan, Tangkuban Parahu, yang dibingkai dalam bentuk Opera Legenda Sunda berjudul “Ludira Kasmaran”. Bentuk opera dalam karya ini tidak dipahami sebagai “drama musikal” semata, melainkan dimaknai sebagai perpaduan bentuk drama yang terdapat dalam kekayaan seni tradisi Sunda, yaitu drama tari, drama musikal, dan drama teater konvensional. Konsep seperti itu pada dasarnya merupakan konsep yang terdapat dalam teater tradisional, yang selalu menyertakan unsur dialog verbal, unsur tari, dan unsur musikal (nyanyian).
Untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas dosen-dosen di FSP, setiap tahun digelar salah satu karya yang di dalamnya terdapat unsur-unsur tari, karawitan dan teater. Selain sebagai ajang olah kreatif para dosen FSP, pergelaran ini bertujuan pula untuk publikasi tentang konsep-konsep alternatif dalam mengolah seni pertunjukan kepada masyarakat luas. Dengan harapan kegiatan ini dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi ISBI Bandung, sebagai satu-satunya Perguruan Tinggi Seni yang ada di Jawa Barat.
Pada tahun 2020 ini, Fakultas Seni Pertunjukan menggelar salah satu karya yang berorientasi dari legenda rakyat Pasundan, Tangkuban Parahu, yang dibingkai dalam bentuk Opera Legenda Sunda berjudul “Ludira Kasmaran”. Bentuk opera dalam karya ini tidak dipahami sebagai “drama musikal” semata, melainkan dimaknai sebagai perpaduan bentuk drama yang terdapat dalam kekayaan seni tradisi Sunda, yaitu drama tari, drama musikal, dan drama teater konvensional. Konsep seperti itu pada dasarnya merupakan konsep yang terdapat dalam teater tradisional, yang selalu menyertakan unsur dialog verbal, unsur tari, dan unsur musikal (nyanyian).
Walaupun konsep dasarnya berorientasi kepada teater tradisi, Opera Legenda Sunda dikemas dengan pemikiran-pemikiran kreatif kekinian, sehingga karya ini diharapkan menjadi alternatif bentuk pertunjukan teater tradisional, yang dapa menambah kekayaan khasanah seni pertunjukan. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment